Chap 1

2715 Words
Lucas memandang Jovita dengan tatapan dingin. Wanita itu sudah kembali mengenakan gaun tidurnya. Tubuh Lucas sendiri masih berkeringat setelah percintaan panas mereka seperti biasanya, namun pembahasan yang ingin ia bahas kembali membuat amarahnya memuncak. Istrinya naik kembali ke atas ranjang, mendekatkan tubuhnya dan mengusap d**a Lucas yang telanjang dengan gerakan memutar. "Sudah kukatakan aku belum bisa memberimu anak, Hon." Desahnya dengan suara manja menggoda. "Aku masih memiliki kontrak, tolong hargai kerja kerasku." ujarnya menunjukkan wajah menyesal. "Tapi sampai kapan?" Lucas menahan pergelangan tangan Jovita dan memandangnya tajam.  "Pernikahan kita bahkan sudah berlangsung selama empat tahun. Sampai kapan lagi aku harus menunggu?" Jovita menggunakan tangannya yang lain untuk mengentuh wajah Lucas. "Setidaknya setahun lagi. Aku janji." Menyentuh rahangnya lembut lalu mencium sudut bibir Lucas dengan cara menggoda. "Satu tahun lagi, aku akan menginjinkanmu mengumumkan pada seluruh dunia kalau Jovita Sherly adalah istrimu, calon ibu dari anak-anakmu." Jawabnya mengalungkan tangan lentiknya ke leher Lucas dan mulai menggodanya, sehingga mau tak mau pembahasan itu selesai, berganti dengan pergulatan panas seperti yang biasanya terjadi saat istrinya itu enggan membahas hal yang tidak diinginkannya. *Setahun Kemudian* "Kau sudah berjanji, dan aku sudah memberimu waktu selama satu tahun seperti yang kamu minta. Apa itu belum cukup?" Lucas berdiri, menyandarkan tubuhnya yang mengenakan kemeja lengan pendek dan celana denim sebetis di dinding dekat pintu kamarnya. Jovita menghentikkan aktifitasnya, tubuhnya setengah berbalik memandang Lucas. "Aku tahu, maafkan aku. Tapi aku tidak bisa menolak yang satu ini. Kerjasama dengan sutradara ternama yang sudah begitu aku impikan sejak aku memulai debutku di dunia model, dan kau juga tahu itu." Jovita memandang Lucas dengan wajah memelas, kembali meminta Lucas mengabulkan permohonannya. Tidak mau mengalah, Lucas memandang Jovita dengan tatapan menantang. "Lalu sekarang aku harus menunggu berapa lama lagi. Setahun? Dua tahun? Pernikahan kita sudah berlangsung selama lima tahun, belum ditambah waktu pacaran, dan aku sudah tidak muda lagi. Bahkan kedua orangtuaku pun sudah meminta cucu dariku. Kalau kau lupa, aku ini anak satu-satunya. Dan kedua orangtuaku pun sudah tidak muda lagi." Jovita terduduk di depan meja riasnya, memunggungi cermin dan memandang ke arah Lucas. "Aku tahu, aku mengerti." Lirihnya. "Tapi Lucas, kumohon. Sekali lagi. Aku janji ini untuk terakhir kali." Pintanya dengan mata berkaca-kaca. Lucas mendekat, duduk di tepian ranjang dan memandang istrinya lekat. "Aku sudah lelah. Aku mencintaimu. Aku sudah banyak bertoleransi dengan mimpimu. Kita menikah secara diam-diam sesuai keinginanmu, padahal yang kuinginkan adalah mengumumkan pada dunia bahwa kau, Jovita Sherly adalah istriku. Aku selalu mendukungmu, tidak pernah memaksamu menjadi ibu rumah tangga seperti yang kubutuhkan dan selalu mendukung impianmu untuk menjadi model, padahal yang kuinginkan adalah kau selalu ada untukku seperti aku yang selalu ada untukmu. Yang kuinginkan adalah kau mempunyai anak dariku yang akan menyambutku dengan senyum hangatnya saat aku kembali setelah lelah bekerja. Aku sudah banyak bertoleransi. Bahkan ketika setahun lalu kau meminta perpanjangan waktu lagi karena kontrak yang tak bisa kau putuskan secara sepihak padahal aku sudah bersedia membayar semua pinalti. Dan sekarang, tanpa membicarakannya denganku kau menandatangani kontrak baru? Kau sebenarnya menganggap aku siapamu, hah?" Ucapnya dengan nada keras dan dingin. Jovita menangis. Suara dingin Lucas lebih terdengar menyakitkan dibandingkan jika pria itu berteriak dan memakinya. Namun selama ia mengenal Lucas, pria itu memang tidak pernah menunjukkan satu pun sikap kasar kepadanya. Itulah yang membuatnya jatuh cinta pada pria berdarah Turki itu. Karena dibalik tubuh tinggi besarnya, tersembuyi sikap lembutnya yang berbanding terbalik dengan tubuh kekarnya. Dan sikap hangatnya tak pernah ia sembunyikan. Bahkan seringkali Jovita cemburu karena sikap ramah dan jahil yang pria itu tunjukkan pada setiap orang, khususnya para wanita yang mencari perhatiannya. Namun selalu, pria itu mengatakan bahwa dia hanya mencintai dirinya. Jovita Sherly, bahkan saat dirinya bukanlah siapa-siapa. Saat dirinya masih seorang karyawan rendahan dengan cita-cita besar. Jovita bangki, berjalan mendekat, berusaha meraih suaminya. Mencoba untuk membujuknya, seperti yang selalu ia lakukan. Namun saat tangannya terulur hendak menyentuh rahang Lucas, pria itu memalingkan mukanya. Lucas berdiri, menunduk untuk mensejajarkan matanya dengan mata istrinya. "Kesabaranku sudah cukup, Vita. Jika kau masih mengindahkannya, jangan salahkan aku kalau aku mengambil cara lain." Lalu tanpa mencium kening seperti kebiasaannya, pria itu meninggalkan Jovita yang berdiri mematung dengan tangan terkulai lemah di sisi tubuhnya. Beberapa jam kemudian di sebuah club. Lucas menggeram. Ia kembali meneguk minumannya yang entah sudah gelas ke berapa. Rasa panas dan pahit yang mengalir di lidah dan tenggorokannya diharapnya bisa sedikit meredakan rasa sesak di dadanya atas kekecewaan yang diperolehnya dari Jovita.  Adskhan, sepupunya dari pihak ayah yang dipanggilnya sesaat sebelum memasuki klub memandangnya dengan dahi berkerut. "Jangan mengatakan padaku kalau kau mau mabuk dan memintaku untuk menjadi supirmu, sepupu." Gerutunya yang hanya menggoyangkan minumannya tanpa berniat meneguknya. "Aku tidak memaksamu untuk tinggal." Jawabnya datar. "Kau saja yang menempel padaku." Adskhan tersenyum mengejek. Bagaimana bisa dia membiarkan Lucas begitu saja. Sepupunya itu bisa menggila kalau dia sedang mabuk. "Bagaimana kabar keponakanku?" Alihnya sebelum kembali menegak minumannya dan meringis karena rasa panas yang menjalar di tenggorokannya. Adskhan mengangguk perlahan. "Dia baik."Jawabnya santai.  "Beruntung kau memiliki anak yang baik sepertinya. Aku yang bahkan begitu menginginkan anak, masih belum bisa mendapatkannya. Jangan sia-siakan keponakanku itu, sepupu." Tegurnya kasar. Ya, seluruh keluarga mereka tahu bahwa semenjak perceraian Adskhan dan istrinya dua belas tahun lalu, pria itu lebih memilih mengabaikan putri semata wayangnya dan membiarkan kedua orangtuanya mengasuh putrinya. "Aku tidak akan lagi menyia-nyiakannya. Kau sendiri tahu kalau aku sedang berusaha memperbaiki semuanya. dan kupikir, aku akan pindah dan menetap di kantor cabang saja." Jawabnya dengan penuh penegasan. Lucas mendelik. "Jangan bercanda, sepupu. Jika kau pindah kesana, lalu bagaimana dengan kantormu disini. Jangan limpahkan semua pekerjaanmu padaku. Kau tahu sendiri aku punya pekerjaan lain yang harus kuurusi." erangnya kesal.  "Aku tahu. Tapi setidaknya sampai semua urusanku dengan Qilla berjalan lancar, aku memohon bantuanmu, sepupu." Ucapnya merangkul bahu Lucas dan meremasnya. Lucas mengedikkan bahu, menepis tangan sepupunya dengan kasar. Ia berbalik menghadap Adskhan dengan seringai jahil. "Aku bisa saja membantumu, tapi bagaimana jika nanti? Biarkan aku dulu yang menetap di Bandung, setelah misiku selesai, aku akan membiarkanmu tinggal di Bandung selamanya." tawarnya. Membuat dahi Adskhan mengernyit. "Memangnya apa yang akan kau lakukan di Bandung?" "Mendapatkan Caliana." Jawabnya datar. Dan dia bisa merasakan punggung Adskhan menegak. "Kenapa? Kau pikir aku main-main?" "Kenapa Caliana?" Tanyanya tajam. Lagi Lucas mengedikkan bahu. "Karena dia cantik, menarik, pandai dan easy going. Dia bisa jadi istri dan calon ibu yang baik. Dan Qilla juga menyukainya. Dia memintaku untuk menjadikan Caliana tantenya." Adskhan mendengus. "Tidak mungkin putriku meminta itu padamu." Ujarnya tak percaya. Lucas mengangkat bahu. "Tanyakan saja padanya. Qilla sangat menyukai tante sahabatnya. Uncle dan aunty pun menyukainya. Dan sepertinya Amma dan Abba juga akan menyukainya. Jadi kenapa tidak? Caliana cantik, dia pintar, dan Qilla bilang dia pandai memasak. Aku butuh sosok seperti itu, kau tentu ingat kan wanita seperti apa impianku. Seorang istri dan ibu rumah tangga yang baik. Dan Caliana kandidat yang sempurna." Lucas kembali meneguk minumannya. Dalam hati ia tertawa melihat ekspresi sepupunya. Dia hanya menggoda Adskhan, tahu bahwa Adskhan menginginkan wanita itu untuk dirinya sendiri namun belum berani mengakuinya. Dan ia hanya ingin membantu keponakannya untuk mendapatkan sosok ibu yang memang dibutuhkannya. "Enam bulan sampai satu tahun," tawarnya lagi. "beri aku waktu selama itu untuk mendekatinya dan menjadikannya istriku. Toh tidak ada bedanya juga jarak selama itu bagimu. Kehilangan 13 tahun masa kanak-kanak Syaquilla tidak akan memiliki perbedaan besar jika ditambah satu tahun lagi. Toh aku melakukannya untuk menyenangkannya juga. Mengingat kau yang sepertinya tidak punya minat untuk memberikannya sosok ibu yang dibutuhkannya." Ucapnya santai yang malah membuat sepupunya itu tampak panik. "Tidak. Aku tidak akan mengijinkannya." Jawab Adskhan dingin. "Meskipun katamu setahun tidak akan ada bedanya, tapi aku tidak ingin menundanya." "Baiklah, kalau begitu, sebagai gantinya aku akan minta HRD untuk memindahkan Caliana ke kantor pusat. Jadi aku bisa semakin leluasa melihatnya." Lanjut Lucas lagi, membuat Adskhan menggeram. "Itu juga tidak. Kau dengar sendiri kalau dia tidak ingin pindah ke pusat." "Aku akan membujuknya. Kalau dia masih tidak mau, aku rela setiap minggu pulang pergi Jakarta Bandung untuk melihatnya. Kalau-kalau kau lupa. Amma dan Abba begitu penuntut. Mereka ingin aku segera menikah dan memiliki anak. Jadi sebagai anak yang berbakti, aku akan mengabulkan keinginan mereka sesegera mungkin." Dan itu memang kenyataannya, ucap Lucas dalam hati. Meskipun Caliana bukan sosok yang ia maksud. Karena harapannya masih pada sang istri tercinta yang ia harap akan mengabulkan keinginannya untuk membatalkan kontrak kerjanya di detik-detik terakhir. Anggap saja itu sebagai bukti cinta Jovita terhadapnya dan bahwa wanita itu benar-benar menginginkan rumah tangga yang sebenarnya. Tapi jawabannya terletak pada keputusan Jovita. Lucas kah, atau obsesinya. "Tidak akan aku ijinkan." Gumaman itu menyadarkan Lucas dari lamunannya. "Apa yang tidak akan kau ijinkan?" Lucas mencoba memusatkan kembali perhatiannya yang sudah terpengaruh alkohol. "Kau, dan Caliana. Tidak akan kuijinkan." Ulang Adskhan dengan nada yang lebih tegas. "Kenapa?" Tanyanya dengan dahi mengernyit. Bukan karena pernyataan Adskhan, tapi lebih karena efek alkohol yang menjadikan kepalanya berdenyut sehingga suara Adskhan terdengar seperti teriakan tajam di  telinganya. Dan rasanya tak mengenakkan. "Karena aku menginginkannya " jawab Adskhan dengan dingin yang dijawab Lucas dengan tawa. Pria yang lima tahun lebih tua darinya itu menatapnya tajam dengan dahi berkerut. Lucas menepuk punggung Adskhan dengan cukup keras. "Kalau begitu perjuangkan. Bukan hanya dipikirkan." "Apa maksudmu?" "Aku tahu kau sudah menyukainya sejak awal, Sepupu. Terlihat dari tatapanmu. Dan keinginanmu untuk pindah ke Bandung saat Aunty dan Uncle pergi bersamaku ke Turki, bukan karena Qilla semata. Aku tidak sebodoh itu, Sepupu. Kau menginginkannya sejak awal, kau ingin mengejarnya dan menjadikan Qilla sebagai alasan. Meskipun keinginanmu untuk memperbaiki hubunganmu dengan putrimu tulus, tapi tetap saja, Qilla adalah jembatanmu untuk mendapatkan Caliana." Lucas kembali menepuk punggung Adskhan sebelum kembali meneguk minumannya. "Ungkapkan apa yang kau rasakan. Perjuangkan apa yang kau inginkan. Dia pantas untukmu, dan kasih sayangnya pada Qilla itu tulus, bukan karena embel-embel apapun. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu. Maafkan kejadian di masa lalu, hidupmu adalah saat ini dan masa depan, Sepupu." Ia kembali meneguk minumannya hingga tandas. "Sekarang, Sepupu. Aku rasa aku harus pulang." Ucapnya berdiri dengan sedikit sempoyongan. Adskhan yang berdiri dengan sigap membantunya. Diantara Levent bersaudara. Adskhan, Lucas dan Erhan. Hanya Erhan saja satu-satunya yang bisa bertoleransi dengan alkohol. Sementara Lucas ataupun Adskhan bukanlah peminum yang baik. Jadi saat benar-benar membutuhkannya, mereka selalu ada satu sama lain. Bukan karena apa-apa. Hanya saja untuk menjaga diri masing-masing dari kejadian yang tidak mereka inginkan. Seperti mendapat jebakan seorang wanita yang menginginkan mereka seperti yang terjadi pada Adskhan di waktu dulu. Tentu saja jika Erhan ada disana malam itu, pria itu akan dengan senang hati memanasi Lucas sehingga Lucas tidak akan pulang sebelum muntah. Adskhan mengemudi sementara Lucas terduduk dengan memejamkan mata di kursi penumpang. Raut wajah yang lima tahun lebih muda darinya itu tak tampak berbinar seperti biasanya. Jelas sekali kalau keputusan istri sirinya itu benar-benar mempengaruhi mentalnya. "Aku ingin anak, yang baik dan cantik seperti Qilla." Gumam Lucas dengan mata terpejam. "Kalau begitu menikahlah. Dan punya anak dari istrimu." Sindir Adskhan. "Aku sudah menikah, kalau kau lupa." Dengusnya. "Tapi dia tidak menginginkan anak dariku. Atau belum." ujarnya ragu. Adskhan pun balas mendengus. "Aku tidak pernah menganggapnya sebagai istrimu, kalau kau lupa." Ujarnya dingin. "Bagiku dia hanya sosok wanita yang bahkan tidak peduli dengan kebahagiaan suaminya. Atau pernahkah dia menganggapmu sebagai suaminya?" Tanyanya dengan ekspresi jijik. "Pembantumu bahkan lebih setia daripada Jovita." Lucas mengabaikan perkataan Adskhan, menatap sedih keluar jendela. Apa yang dikatakan Adskhan memang tidak salah. Jovita tidak pernah ada untuknya. Tidak saat dia gembira, apalagi saat dia sedih dan membutuhkan perhatiannya.  Adskhan. Hanya dia satu-satunya orang di keluarga yang mengetahui pernikahan siri antara Jovita dan Lucas. Itu semua Lucas lakukan supaya kelak jika hubungannya dan Jovita dipertanyakan, ada Adskhan yang membelanya. Mereka memang bukan pria yang alim. Tapi mereka adalah pria yang takut Tuhan. Meskipun dosa mereka tak terhitung, tapi dosa melakukan hubungan diluar nikah bukan hal yang suka mereka lakukan. Itulah yang menjadi alasan Lucas bersedia menikah siri dengan Jovita. Karena ia ingin menghindari dosa zina. Dan jika suatu saat mereka punya anak, anak itu tidak akan dicap sebagai anak haram. Meskipun dosa lainnya masih ia lakukan. Seperti saat ini misalnya.  Adskhan sudah masuk ke basement apartemen Lucas dan memarkirkan mobil sport nya disana. Mereka turun bersamaan dan menaiki lift menuju mansion milik Lucas. "Jika dia memang mencintaimu, maka karirnya akan menjadi nomor kesekian setelah kebahagiaanmu. Tapi jika baginya karir nomor satu, maka apalagi yang kau harapkan?" Ucap Adskhan saat pintu lift tertutup dan meluncur menuju lantai 25 tempat kamar Lucas berada. "Dia menandatangani kontrak tanpa meminta ijinku." Keluh Lucas lirih. Kepalanya menunduk, ia memilih memandangi sepatunya daripada harus langsung bertatapn dengan Adskhan. Mengingat keputusan sepihak Jovita entah bagaimana membuat paru-parunya terasa sesak dan matanya malah memanas. "Itu berarti dia tidak menghargai pendapatmu. Bukan bermaksud memperburuk keadaanmu. Tapi faktanya memang kau terlalu banyak mengalah untuknya.  Aku bahkan tidak yakin apa dia merasa cemburu jika kau bersama wanita lain.  Sisi lemahmu dengan selalu membiarkannya melakukan apapun yang diinginkannya membuat dia merasa bahwa apapun yang ia lakukan, apapun keputusan yang diambil, kau tidak akan marah karena kau tahu dia akan kembali padamu dan dia tahu bahwa kau akan selalu ada di tempatmu untuk menunggunya. Bagiku, kau seperti seorang pria penghibur yang selalu ada jika dia menginginkanmu." Ucapnya tepat saat pintu lift terbuka. Lucas mengenyit, tak terima mendengar ungkapan sepupunya meskipun sepupunya tidak salah. Lantai 25 hanya memiliki dua pintu yang bersebrangan dan salah satunya merupakan mansion Lucas. Langkah kaki mereka teredam di atas karpet abu tua yang tebal. "Maaf jika aku menyinggungmu." Ucap Adskhan kemudian. Lucas yang sudah bisa mengendalikan dirinya berjalan beriringan dalam diam. "Kau tidak salah." Gumamnya saat ia meletakkan ibu jarinya di alat pemindai kunci dan sedetik kemudian mereka berjalan masuk. "Sejak setahun lalu aku sudah merasa demikian. Tapi aku memungkiri itu semua, karena harapanku padanya terlalu tinggi. Sampai akhirnya aku mendapatkan kabar terbaru darinya tadi." Ucap Lucas yang memilih duduk di sofa kulit berwarna krem yang ada di ruangan besar itu. Adskhan berjalan menuju lemari es dan mengambil dua botol air mineral dan kembali berjalan mendekati Lucas seraya menyerahkan salah satunya. "Dia kembali memintaku menunggu. Tapi kali ini aku tak yakin bisa menunggu. Bahkan rasa cinta yang kumiliki untuknya tidak lagi membuatku yakin." Gumamnya seraya meneguk air dingin itu hingga tersisa setengahnya. "Aku merasa kosong." Lucas menegadahkan kepalanya. Memandang langit-langit sebeu memejamkan mata. "Memiliki anak adalah keinginan terakhirku. Dan menikah adalah kebahagiaan yang diinginkan orangtuaku. Mau tak mau aku merasa sedih saat keluarga kita bertanya pada Amma dan Abba kapan aku akan menikah dan memberikan mereka cucu. Padahal di belakang mereka aku sudah menjadi suami orang selama lima tahun terakhir ini. Dan setidaknya Aunty dan Uncle sudah memiliki Syaquilla dan menjadikan masa lalumu sebagai alasan kenapa sampai sekarang kau belum menikah. Sementara aku? Aku bahkan tidak bisa mengakui bahwa aku memiliki istri dan istriku tidak menginginkan anak dariku." Setitik airmata jatuh di sudut matanya. Adskhan melihat sepupunya mengusap wajahnya dengan kasar. Lucas selalu menghadapi segalanya dengan tenang, namun jika berurusan dengan kedua orangtuanya atau dengan orang yang dicintainya, dia berubah menjadi pria yang sensitif. "Menikahlah, kalau begitu." Ucap Adskhan dengan datar. Lucas menoleh, menatap sepupunya dengan tatapan  tak terbaca."Jika kau rasa kau tidak bisa mencintai wanita lain seperti mencintai Jovita. Maka menikahlah hanya untuk memiliki keturunan. Setidaknya nama Levent akan terus ada. Meskipun aku harap kau bisa menikah karena cinta.  Bukan hanya menikahi wanita yang mencintaimu atau dirinya sendiri. Tapi wanita yang akan mencintaimu, anakmu, keluargamu." "Memangnya ada yang seperti itu?" Tanya Lucas tak yakin. "Ada. Seseorang yang seperti Caliana. Kau bisa melihatnya bukan? Maka aku yakin akan ada wanita lain yang seperti Caliana diluar sana. Cari saja sosok wanita yang sangat mencintai orangtuanya. Maka dia pasti akan mencintai darah dagingnya. Dan kurahap seiring waktu dia juga akan mencintaimu dan kau cintai. Aku selalu bermimpi untuk menikah sekali seumur hidup dengan wanita yang kucintai dan mencintaiku. Dan kau lihat apa yang terjadi padaku. Takdir tidak selalu seperti apa yang kita harapkan. Dan sekarang, aku berusaha mengikuti jalan takdir dengan mencoba berusaha kembali. Dan kau juga akan jadi saksi bagaimana perjuanganku ke depannya. Dan aku ingin kau melakukan yang sama." Kini giliran Adskhan yang menepuk bahu Lucas pelan. "Jika pada akhirnya dia tidak memilihmu, maka kau tentukan pilihanmu sendiri. Setidaknya sebagai seorang lelaki, kita harus punya harga diri." Ucapnya lalu bangkit berdiri. "Aku pulang, pikirkan kembali kata-kataku." Lalu Adskhan meninggalkan Lucas yang tenggelam dalam pikirannya sendiri sampai akhirnya ia tertidur di sofa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD