Part 2. Patah Hati

1049 Words
Gery sempat tak percaya dengan apa yang ia lihat serta ia dengar malam ini. Bisa-bisanya selama dua tahun ini ia benar-benar tertipu dengan kepolosan Aira. "B-bukannya kamu lembur, Gery?" Bukannya memberi penjelasan, Aira malah mempertanyakan hal yang justru membuat Gery makin muak padanya. "Akh iya, aku memang lembur, tapi jadwal lemburnya ternyata besok malam, bukan sekarang. Dan sepertinya aku udah ganggu waktu kalian. Tadi kamu bilang kalau kamu lagi sakit. Aku baru sadar ternyata kamu memang benar sakit, sakit jiwa lebih tepatnya." "Heh, jaga omongan lo ya?! Yang sakit jiwa itu sebenarnya elo. Lo terlalu cinta sama pekerjaan, sampai-sampai sering mengabaikan Aira. Apa lo ingat kalau hari ini Aira ulang tahun? Lo pastinya sama sekali nggak ingat, dan cuma gue yang peduli sama Aira." Rio merasa tak terima dengan kata-kata Gery tadi yang mengatai kalau Aira sakit jiwa. Ia bergerak menghampiri Aira dan dengan sigap membela gadis yang dicintainya itu. Gery memilih menertawakan kebodohannya sendiri. Siapa bilang ia tidak ingat dengan hari ulang tahun Aira? Lalu untuk apa ia datang diam-diam sambil membawa bunga kalau niatnya tidak ingin memberi kejutan pada kekasihnya itu? "Gue nggak lupa. Kalau gue lupa, ngapain gue datang diam-diam sambil bawa begini, hah?!" Dengan kesal Gery membuang sebuket bunga tulip putih yang sudah ia beli untuk dihadiahkan pada Aira. Ia merasa sangat tersakiti dan tertipu. Gery memang tipikal orang yang gila kerja. Ia sadar sering mengabaikan Aira. Namun, sebelumnya Gery sudah memberi pengertian pada gadisnya itu. Ia anak pertama, anak lelaki satu-satunya, pun ia juga menjadi tulang punggung keluarga. Gery masih memiliki ibu yang harus ia bahagiakan. Pun ada dua orang adik perempuan yang masih kuliah yang tentunya masih sangat bergantung pada Gery. Melihat kemarahan Gery, seketika membuat Aira merasa ketakutan sekaligus menyesal. Ia ternyata sudah salah paham pada Gery. Pikirnya, Gery benar-benar lupa akan hari ulang tahunnya. Makanya ia membawa Rio ke apartemen untuk menemani malamnya yang kesepian tanpa hadirnya Gery di sisinya. "Gery ...." Aira tiba-tiba menangis. Ia pun bergerak mendekati Gery dan mengabaikan tatapan kekecewaan yang diberikan oleh Rio. "Gery, maaf ... aku udah salah paham sama kamu." Gery mencoba menatap Aira. Sebenarnya ia paling benci melihat gadis itu menangis. Gery mengakui kalau selama ini ia sering kali mengecewakan Aira. Namun, pengkhianatan Aira benar-benar tidak bisa Gery maafkan begitu saja. Apalagi saat melihat ada beberapa kiss mark di sekitar leher putih Aira, membuat Gery makin muak berada di tempat ini. "Tadi aku dengar, dia bisa memberimu kepuasan di atas ranjang? Maka, teruskanlah kegilaan kalian. Aku udah nggak peduli lagi denganmu, Aira." Gery memilih pergi meninggalkan apartemen Aira meski langkahnya terasa gontai. "Gery ...." Aira berniat mengejar, tetapi lengannya sudah lebih dulu ditahan oleh Rio. "Nggak perlu ngejar dia. Di sini ada aku, Aira." Aira memilih menuruti permintaan Rio karena ia merasa percuma saja mengejar Gery saat ini. *** Gery baru saja meneguk segelas wine dengan diliputi perasaan kacau. Minuman beralkohol itu terasa sangat panas di tenggorokannya. Saat ini lelaki itu tengah berada di dalam sebuah bar. Entah hal apa yang mengantarkan Gery sampai ke tempat ini. Ia hanya merasa malas saja untuk pulang. Gery tak habis pikir dengan kegilaan yang sudah dilakukan oleh Aira padanya. Bisa-bisanya, gadis itu tega membawa lelaki lain ke apartemen saat Gery akan memberikan kejutan. Niatnya, di hari ulang tahun Aira, Gery berencana ingin melamar gadis itu. Namun, semua hanya tinggal rencana. Untuk saat ini Gery hanya ingin tenang dan belajar melupakan Aira meski itu terasa sangat sulit baginya. Pria yang memiliki jabatan sebagai Direktur Keuangan di perusahaan Irawan Group itu kembali menuang wine pada gelas kecilnya. Dirinya merasa saat ini begitu frustrasi, sampai-sampai ia berani meminum minuman keras yang jelas ini menjadi kali pertama Gery meminumnya. "Pak Gery," sapa seorang pria yang tak sengaja menemukan Gery di dalam bar. Gery pun menaikkan pandangan. Ia merasa makin sebal saja karena harus bertemu dengan asistennya di tempat seperti ini. "Akh, saya baru tau kalau Pak Gery ternyata suka minum di sini. Boleh saya temani?" Raka meminta izin untuk duduk di hadapan Gery. Lelaki yang usianya satu tahun lebih tua dari Gery itu adalah asisten Gery di kantor. "Ini kali pertama aku berada di sini. Dan ini kali pertama aku minum." Gery kembali menghabiskan satu gelas kecil wine-nya. "Oh iya, saya pikir, Pak Gery sering ke sini. Akh iya, sepertinya nggak afdol kalau Pak Gery minum sendiri. Boleh saya temani minum?" Raka lalu memanggil salah satu bartender untuk membawakannya sebotol wine dan juga gelas kecil sama seperti Gery. Seperti partner minum saja, mereka berdua pun bersulang lalu mulai menikmati wine mereka masing-masing. "Kalau boleh saya menebak, sepertinya Pak Gery sedang ada masalah." Raka kembali membuka obrolan. "Bukannya setiap orang pasti memiliki masalah?" Gery justru bertanya. "Ya, setiap orang pasti memiliki masalah. Anak kecil pun juga punya masalah. Dan saat ini saya sedang memiliki masalah besar, makanya saya datang ke sini untuk menghilangkan stres. Saya benar-benar nggak menyangka akan bertemu Pak Gery di sini. Saya malah tadinya nggak percaya kalau Pak Gery akan berkunjung ke suatu bar, dan minum wine seperti saya." Raka tahu betul bagaimana kepribadian bosnya itu. Gery adalah pria baik-baik. Jangankan menyentuh alkohol, merokok saja Gery tak minat. Makanya Raka sempat tidak menyangka ia akan bertemu pria itu di sini. "Aku bukan malaikat, juga bukan orang yang suci. Aku hanya sedang suntuk." Ketiga kalinya Gery menghabiskan satu gelas kecil minuman memabukkan itu. Perlahan ia mulai merasa pusing. Namun, Gery malah semakin ingin minum lagi dan lagi. "Sepertinya Pak Gery sedang patah hati. Jarang-jarang sekali Bapak seperti ini. Eum, biasanya, kalau seorang pria sedang frustrasi karena cinta, dia membutuhkan hiburan. Dan biasanya hiburannya itu adalah seorang wanita." Gery lantas tertawa hambar. Memang ada benarnya yang dikatakan oleh Raka. Gery memang butuh hiburan. Sesekali pria itu melirik penyanyi bar nan cantik yang tengah bersenandung di sana. Mungkin hal itu sedikit mengurangi rasa sakit hatinya Gery. Namun, ia merasa belum puas saja. Gery seperti butuh pelampiasan akan kekesalannya. "Jika Pak Gery berkenan, saya akan membantu memecahkan masalah Pak Gery. Pak Gery butuh teman wanita untuk berkencan malam ini? Saya punya adik ipar perempuan, dia cantik, masih muda, dan tentunya ... masih segel, Pak. Kalau Pak Gery berminat, malam ini saya akan bawa adik ipar saya untuk melayani Bapak." "Kamu berniat menjual adikmu padaku, Raka? Apa kamu gila?" Gery tak habis pikir dengan tawaran gila yang diberikan oleh asistennya itu. Tbc ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD