Tamu VVIP

1257 Words
Raja Reijin menjadi Raja pertama yang menentang segala protokol tradisional. Ia menjadi Raja pertama yang hanya memiliki satu wanita yakni sang isteri permaisuri Sunny. Dikabarkan bahwa Ratu Sunny merupakan seorang dewi ada juga yang menyebut bahwa ia hanyalah orang biasa yang mampu membuat Raja Reijin jatuh cinta. Sang permaisuri terkenal akan pemikirannya yang modern hal itu bisa dilihat dari keberhasilannya mengubah dan menciptakan berbagai hal yang dianggap kolot di masa itu. Mereka mempunyai dua putera dan satu puteri. Anak pertama adalah Shenji yang meneruskan tahta sang ayah, anak kedua adalah puteri Aira, dan terakhir  adalah pangeran Shinja yang menjadi Jendral besar Kerajaan Cheon pada masa kepemimpinan Raja Shenji. Menurut catatan sejarah, salah satu anak dari Raja Reijin memiliki kekuatan spesial yang diturunkan dari sang ibu. Wanita berkaca mata itu menutup buku sejarah yang ia pegang lantas berucap, "Kira-kira seperti itu garis besarnya. Untuk lebih mengetahui secara terperinci mengenai Raja - Raja di masa lampau, kalian bisa mencari literatur lain. Di perpustakaan ini tersedia banyak  buku sejarah dari berbagai sumber." Wanita itu mengakhiri penjelasan kepada ke tujuh siswa yang terlihat antusias mempelajari kisah Raja terdahulu. Sementara ketujuh siswa itu mengangguk penuh semangat lalu segera berhambur mencari buku sejarah yang di maksud. "Sejarah lagi bibi Han." Sapa seorang gadis yang sudah berdiri di hadapannya. "Tumben datang kemari Sulla." Kemudian bibi Hana menggidikkan bahu, "Ya.. Aku suka sejarah dan mau bagaimana lagi pekerjaaan seorang pustakawan memang begini. Menjelaskan apa yang tidak dimengerti kepada pembaca, merekomendasikan baca'an yang menarik dan~." Ursulla mengangkat tangannya memberi isyarat agar bibi Hana tak meneruskan kalimatnya. "Ya bibi aku sudah paham, tak perlu dijelaskan lagi. Lama-lama bibi seperti ibuku." Dengusnya. Sementara wanita berkacamata itu terkekeh. Kemudian matanya menyimpit, "Kau menginjakkan kaki di perpustakaan ini pasti ada sesuatu." Ursulla yang masih mengenakan pakaian kerjanya mendengus lelah lalu mengambil kursi dan duduk di sebelah bibinya, "Aku tidak mau pulang dulu... ibu pasti akan menceramahiku." "Hahaha... Pasti kencanmu gagal lagi kan?" Bibi Han bertanya dengan nada mengejek. Ursulla hanya mengangguk. Kemudian bibi Han menatap keponakannya itu dengan prihatin, "Sulla, sampai kapan kau akan terus sendirian seperti ini. Usiamu itu memang sudah waktunya menikah. Jelas saja ibumu sangat cerewet dan khawatir. Kau tak pernah terlihat bersama pria manapun." Ursulla menghela nafas lelah, "Entahlah bibi, aku belum menemukan pria yang membuatku nyaman." Ekspresinya tiba-tiba mengelap, "Lagipula sepertinya nasibku selalu sial pria yang aku kenal semua b******k, aku mencoba membuka hati tapi mereka malah meninggalkanku begitu saja." Sekali lagi bibi Hana terkekeh melihat ekspresi kesal sang ponakan lalu bertanya serius, "Memang pria seperti apa yang kau cari?" Sejenak Ursulla berpikir, lalu pikirannya melayang kepada sosok pria yang akhir-akhir ini selalu hadir dalam mimpinya. Pria yang membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Tapi... Dia hanya samar-samar melihat pria itu. Kemudian menyimpulkan bahwa semua itu adalah imajinasi yang ia buat lalu terkumpul di dalam bunga tidurnya. "Hmmm.... Aku tidak tau bibi. Yang jelas aku ingin menikah bersama orang yang aku cintai dan mencintaiku. Doakan saja supaya kami bisa segera bertemu!" Ursulla memberi tatapan penuh harap agar bibinya itu mau mendoakan. Bibi Hana mengulum senyum lalu mengusap lembut rambut Ursulla, "Aku selalu mendoakanmu Sulla." **** Hari ini, suasana di hotel terlihat mencekam. Seperti biasa setiap senin pagi kepala manager akan mengecek penampilan para karyawan hotel ini. Miss Silla wanita paruh baya berambut pirang dan berwajah tegas itu selalu memeriksa penampilan para karyawan hotel terutama yang bertugas di bagian dalam agar terlihat rapi sempurna. Pekerja di hotel bintang lima memang dituntut untuk tampil sebaik mungkin tanpa cacat. Para pegawai wanita itu berdiri tegap membentuk barisan sedemikian rupa. Sementara Miss. Silla akan berjalan memutari, menelisik satu persatu dan tidak segan-segan melempar cacian kasar jika menemukan kesalahan sekecil apapun. "Hey kau!" Mata tuanya masih sangat jeli, "Kerah bajumu masih kusut... Apa tanganmu tak berfungsi baik untuk menyetrika. Lain kali jangan ada kerutan sedikitpun di sana!" Perintah dari suara tegas itu membuat bulu kuduk pegawai merinding termasuk Ursulla yang diliputi kecemasan luar biasa, pasalnya ini baru kali pertama dia bertemu dengan wanita paling ditakuti di hotel ini dan sebagai pegawai baru ia tak ingin mendapat teguran dari kepala manager. Miss. Silla masih berjalan, lalu ketika mengamati penampilan Gunia ada senyum tak kentara di sudut bibirnya. Ya.. Gunia memang memiliki penampilan yang sangat baik. Ditunjang dari postur tubuhnya yang tinggi ideal membuat pakaian apapun yang ia kenakan tampak semakin sempurna. Lalu langkah Miss. Silla terhenti di depan Ursulla. Membuat Ursulla merasa was-was. "Kau!" Miss. Silla mengacungkan semacam penggaris yang di bawanya ke arah karyawan yang berdiri di sebelah Ursulla. "Rok mu terlalu pendek Sora, apa kau mau jadi jalang." Ursulla menghela nafas lega, ternyata bukan dirinya yang mendapat omelan. Sementara Sora temannya itu mengerjap takut, lalu berkata penuh kehati-hatian, "Ma... Maaf bu kepala. Besok akan saya ganti." Tanpa kata Miss.Silla lalu berpaling hendak pergi, namun langkahnya terhenti lagi. Dan kini pandangannya tertuju pada Ursulla. Wanita paruh baya itu menelisik penampilan Ursulla dari atas ampai bawah. "Kau, karyawan baru. Gunakan sepatu berhak lebih tinggi untuk menutupi tubuh mungilmu. Dan rambut ikat yang baik, jangan biarkan sehelai rambutpun menjuntai di sana." Sial.. Ursulla menggigit ujung bawah bibirnya, firasatnya benar bahwa dia akan mendapat komentar. Dan, astaga sepatu, kurang tinggi. Kakinya pasti akan lebih tersiksa jika ia menggunakan sepatu yang jauh lebih tinggi dari ini. Tapi apalah daya, ia harus mematuhi. Ursulla pun mengangguk pasrah. "Baik bu kepala." "Bagus." Miss. Silla kemudian mengalihkan atensi ke seluruh karyawan hotel. "Persiapkan diri kalian! Hari ini kita akan menyambut kedatangan Direktur hotel CBO. **** Seluruh pegawai hotel bersiap di depan pintu, mereka membentuk barisan berjejer. Setengah membungkuk dengan tangan disilangkan ke depan memberi hormat kepada Direktur yang akan datang. Di sisi kanan adalah barisan karyawan laki-laki sementara sisi kiri barisan karyawan wanita. Tak berselang lama sang direktur datang dengan iring-iringan mobil mewah serta pengawal yang berjalan di belakangnya. Pria berusia 40 tahun dengan postur tinggi tegap berjalan dalam keheningan. Sesekali ia menerima jabat tangan salam dari kepala maneger dan beberapa maneger lain. Kemudian kembali melangkah dengan tenang dan penuh wibawa. Menciptakan atmosfir mencekam di seluruh ruangan. Ursulla tertunduk sama dengan pegawai lain ia merasakan gugup. Tubuhnya seakan panas dingin, mungkin dikarenakan aura bos yang begitu berkuasa. Sampai jantungnya terasa berhenti saat diliriknya sang direktur menghentikan langkah tepat di hadapannya. Meski Ursulla tak bertemu pandang dengan direktur dan hanya tertunduk, Ursulla bisa merasakan bahwa saat ini pria itu tengah mengamatinya. Direktur melirik tage name yang ada di baju Ursulla. Lalu mencermati karyawan yang ada di depannya itu dengan pandangan menilai. Hanya sebentar, kemudian ia kembali melangkah meninggalkan barisan pegawainya. Semua orang menghela nafas lega. Begitupun Ursulla, gadis bernetra hitam itu mengelap peluh yang hampir menerobos keluar, tadi ia sempat berpikir bahwa akan mendapat teguran lagi. Tapi mungkin itu hanya perasaannya saja. "Gunia, apakah kau tau mengapa direktur tiba-tiba datang ke hotel?" Tanya salah seorang karyawan. Diketahui bahwa sang direktur memang jarang melakukan kunjungan ke Hotel kalau tidak ada urusan penting. Gunia memiringkan kepala, "Mungkin ini ada hubungannya dengan tamu VVIP itu." **** Sang direktur masuk ke sebuah ruangan khusus yang terletak di lantai paling ujung. Dan itu adalah kamar VVIP dengan fasilitas 'Presidential Suite'. Di dalamnya seorang pria bersetelan jas abu-abu sudah menunggu, bersandar santai di sebuah sofa cokelat bernuansa vintage sembari menyesap teh dengan nikmat. "Maaf baru mengunjungi anda tuan." Ucap sang direktur dengan penuh sopan. "Tak apa, duduklah! Dan jangan terlalu bersikap formal padaku Direktur Hito." Ucapnya dengan suara penuh ketenangan namun terkesan seperti titah. Direktur Hito tersenyum lalu menunduk hormat kemudian duduk berhadapan dengan tamu VVIP tersebut. "Ada yang kau perlukan di sini Tuan R?" Sudut bibir pria yang dipanggil tuan R terangkat ia meletakkan secangkir teh ke atas meja lantas berucap parau terselip nuansa dingin yang mencuar, "Tentunya kau tau alasan aku datang kemari dan..." Jeda sejenak, pria itu bersendekap, "Aku menginginkan butler pribadi." Direktur Hito mengangguk patuh penuh pengertian, "Baik tuan. Fasilitas VVIP ini memang menyediakan pelayan khusus." "Dan tentunya kau pasti tau, siapa yang aku inginkan menjadi Butlerku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD