Merajut Luka HatiUpdated at Feb 28, 2022, 15:46
Hidup itu pilihan, katanya?
Namun, itu tidak berlaku semuanya untuk Fatima.
Pernikahannya bersama dengan Abian, terancam akan goyah dan buyar, ketika suaminya itu memilih menikah kembali secara diam-diam dengan seorang wanita lain, yang bernama Nura.
Apakah Fatima, memilih bertahan atau melepas?
Sedangkan sang suami tidak ada keinginan untuk melepasnya juga.
"Aku gak akan ganggu hubungan baru kalian. Jadi, biarkan aku yang mundur untuk mengalah."
"Gak akan ada kata perpisahan antara kita," sanggah Abian dengan nada tegas tetapi dalam raut bersalah.
"Jangan egois. Aku bukan wanita yang sesabar itu," sahut Fatima dengan intonasi datar.
"Dari awal kita menikah, aku mencintai kamu. Dan selamanya akan tetap begitu. Kamu boleh membenciku. Tapi, aku gak akan pernah mengizinkan kamu pergi dariku."
"Kamu yang mulai lebih memilih menyakitiku, Biyan!"
Abian pun menghela napas lelah dan bersalah. "Maafkan aku," ucapnya lirih.
"Apa masih bisa dibilang cinta, kalau pada akhirnya mendua?" tanya Fatima, parau. Tidak bisa dipungkiri, bahwa jauh di relung hatinya masih bertahta cinta untuk Abian, suaminya.
"Aku mohon, bertahanlah demi aku dan anak-anak kita. Beri aku waktu untuk menyelesaikan semua kesalahan ini," ucap Abian memohon sambil mendekap erat kedua kaki sang istri.
Baiklah, jika itu demi kedua anak yang telah dilahirkannya, bertahan pun akan dilakukan dengan cara elegan oleh Fatima. Ia pun sudah bertekad akan melawan orang asing yang telah masuk ke kapal pernikahannya itu.
Ini bukan tentang poligami terselubung, tapi ini tentang sepandai dan setegar apa, seorang Fatima bisa merawat setiap lukanya tanpa harus mengalah, pergi.
Bukankah mempertahankan hak milik adalah hak setiap pasangan yang sah?