BAB 1

897 Words
        Vanya saat ini sedang kesal karena ia harus menunggu klien yang akan bertemu dengannya. Maka kali ini sambil menunggu kebosanannya ia pergi ke salah satu gerai minuman favoritnya Chatime. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan minuman favoritnya apalagi kalau bukan Greentea. “Greenteanya mbak satu.” “Greenteanya mbak satu.”         Dua orang yang menyebutkan pesanan mereka dengan bersamaan saling menatap satu dengan yang lainnya, maka mereka tertawa karena tidak menyangka mereka mengalami hal yang konyol. “Oke Greenteanya dua, ice dan sugar nya?” “Normal” “Normal” Lagi dan lagi mereka kembali tertawa karena yang terjadi pada mereka pada saat ini. “Untuk dua greentea totalnya enam puluh empat ribu.” Vanya langsung memberi kartunya kepada kasir. “Maaf Mbak lagi ga bisa menerima kartu karena lagi rusak.” “Pakai ini saja Mbak.” Pria yang bersamaan dengan Vanya memberikan uang seratus ribu kepada kasir, maka kasir menerimanya dan memita mereka menunggu.         Kursi yang disediakan kebetulan kosong tinggal dua dan dalam satu meja, maka mereka mnduduki kursi tersebut. “Makasih ya udah bayarin minum saya. Nanti kalau bertemu lagi saya akan ganti.” “Santai aja.”         Setelah melakukan itu mereka kembali diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Pria tersebut dengan handphonenya sedangkan Vanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Setelah itu pesanan mereka selesai dan mereka berpisah satu dengan yang lainnya. Pria tersebut kembaali keparkiran mobil sedangkan Vanya kembali ke tempat ia berjanji untuk mnemui kliennya.   ***** “Van temanin gue dong.” “Enggak ahh Lo aneh deh mau ketemu sama gebetan kok ngajak-ngajak orang sih. Gue ga mau jadi nyamuk.” “Van temanin gue dong, gue masih canggung buat ketemu sama dia. Kalau Lo ga mau gue ga mau jadi manager sekaligus teman Lo.” “Lo ngancem gue?” “Lo tahu dengan betul kalau gue ga punya maksud kayak gitu. Please Ale temanin gue.”         Apabila sahabatnya ini sekaligus asistennya ini sudah memohon seperti ini sampai memanggil dirinya Alee maka ia memang sudah ditahap butuh pertolongan. Maka mau tidak mau Vanya akan mengikuti permintaan sahabatnya ini. “Yaudah gue temanin. Ntar jemput gue di apartement. Gue mau istirahat dulu.”         Vanya langsung meninggalkan Gracia yang merupakan sahabatnya itu dan ia segera pergi ke apartementnya. Vanya masih kesal dengan Gracia, bisa-bisanya ia ingin bertemu dengan gebetannya mengajak dirinya tidak masuk di akal.         Pukul tujuh malam Vanya dan Gracia tiba di tempat mereka bertemu, orang yang ditunggu belum datang maka mereka akhirnya menunggu. Vanya yang selalu cantik dengan penampilan sederhannya mampu membuat orang bedecak kagum.         Aletaa Vanya Pradipta siapa yang tidak kenal dengan sosok orang yang baik hati dan ramah, apalagi mempunyai attitude yang baik menjadi seorang model terkenal. Yap Aletaa Vanya Pradipta adalah seorang desainer muda yang terkenal yang menghasilkan banyak karya sampai kepada mancanegara ia juga merupakan anak ketiga dari keluarga pilot Alfredo Pradipta dan Sarah Dimitri.         Setelah menyelesaikan sekolah dibangku SMA ia mengambil jurusan untuk mengembangkan bakatnya menjadi seorang modeling, walaupun awalnya ditentang oleh kedua orangtuanya tetapi ia bisa membuktikan kepada mereka bahwa ia bisa memberikan prestasi sehingga namanya dikenal dengan sangat baik. “Maaf kalau kita lama ya.”         Akhirnya yang ditunggu datang juga. Tetapi Vanya mengernyitkan keningnya dengan kedatangan dua orang di depannya. Karena salah satu pria tersebut adalah orang yang ditemuinya tadi saat di mall, ia kembali tersenyum mengingat hal itu. “Gapapa kok. Van Daniel juga bawa temennya supaya Lo ga jadi nyamuk.” Vanya hanya tersenyum untuk menanggapi hal itu. “Kita pesan makan dulu ya.” Pria bernama Daniel yang merupakan gebetan dari Gracia yang menyuarakan.         Hanya ada perbincangan kecil diantara mereka itupun yang paling banyak pasti Garcia dan Daniel, Vanya hanya tersenyum saja apabila ada yang lucu. Bahkan pria yang ditemuinya tadi di mall juga ikut masuk dalam percakapan mereka.         Selesai makan Vanya merasa Gracia dan Daniel butuh privasi, jadi ia pamit untuk pergi sebentar, pria tersebut juga mengerti maksud itu maka pria itu juga mengikuti Vanya yang berjalan ke taman belakang yang sangat sepi. Mereka berdua duduk bersisian di bangku taman yang disediakan. “Dunia sempit ya kita bertemu lagi.” Vanya yang entah mengapa berinisiatif untuk memulai percakapan. Hal ini tidak biasa bagi Vanya tetapi kali ini berbeda. “Kamu cantik malam ini.”         Vanya kaget dengan jawaban yang berbeda yang diberikan pria tersebut. Ia menatap pria yang berada di sampingnya ini. Ia mempunyai wajah yang tampan dan sangat tegas, bahkan senyuman ramah yang diberikan pria itu mampu membuat Vanya terhipnotis. “Kenalkan namaku Madava Bagaswara, kamu bisa panggil Dava. Kalau kamu?”         Vanya terkejut pria yang bernama Dava ini tidak tahu tentang dirinya, entah mengapa Vanya senang karena akhirnya ada juga yang tidak tahu siapa dirinya. Bahkan ada yang bisa menerimanya dengan manusia biasa tanpa ada alasan lain. “Kamu bisa panggil aku dengan nama Vanya.”         Entah mengapa juga kali ini Vanya menyebutkan dirinya dengan sebutan “aku” pada orang yang baru dikenal, karena selama ini Vanya akan menyebut dirinya dengan kata  “saya”. “Bintang malam ini banyak dan cantik ya. Aku suka.” Vanya sedang menatap langit. “Lebih cantik kamu dan aku lebih suka kamu.”         Lagi dan lagi hal itu entah mengapa sangat indah menurut Vanya, Vanya sudah biasa mendengar gombalan banyak pria tapi entah mengapa pria yang disampingnya ini mengatakannya dengan jujur dan membuat hatinya berdebar.         Dari awal pertemuan mereka tadi pagi entah mengapa Vanya sudah menjadi bagian dari pikiran dan hati milik Madava Bagaswara. Pria tersebut tidak bisa melupakan wanita yang berada disampingnya ini dan sekarang ia yakin bahwa takdir juga mendukung mereka dan kini mereka dipertemukan kembali.         Entah siapa yang memulai duluan, tetapi satu hal yang pasti mereka meninggalkan sejenak ego dan sekeliling mereka. Tanpa mereka tahu bahwa hal itu akan menjadi boomerang bagi mereka sendiri. Mereka mempersatukan apa hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.         Tetapi mereka sangat menikmati pagutan yang mereka lakukan sampai akhirnya mereka merasakan kenyamanan dan kelembutan disana. Banyak harapan-harapan yang mereka inginkan tanpa mereka sadari bahwa itu tidak akan mungkin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD