Ghost 1

1012 Words
Kebanyakan orang melihat seseorang hanya dari tampilan luar. Tak terkecuali bagi Dayu. Terkadang orang melihatnya sebagai sosok yang aneh. Ya, Dayu pun menyadari hal itu. Tapi dia tidak pernah peduli selama Andreas ada di sampingnya. Namun ketika mimpi buruk itu menimpanya, merenggut segenap kepercayaan dirinya dan menghempaskannya dalam keterpurukan, semua perspektifnya perlahan berubah. Andreas, pacar idaman yang sudah seperti superman baginya, mengkhianati dirinya. Dan yang lebih menyakitkan dari hal itu, Andreas selingkuh dengan sepupunya! Tapi semua pun tahu, hidup tidak bisa dihentikan hanya karena seseorang patah hati. Karena justru waktulah yang akan menyembuhkan setiap luka. Namun pertanyaannya, apakah teori itu akan berlaku untuk dirinya? Ketika kamu kehilangan sebuah hubungan yang membuatmu bisa melupakan dunia dan kerumitannya, tidak hanya mental saja yang akan terpengaruh. Bahkan keseimbangan hidup yang selama ini kamu jalani menjadi hancur berantakan. "Yu, udah mau sebulan kamu cuti kuliah, kira-kira kapan kamu mau kembali ke kampus?" Mama bertanya dengan hati-hati. Sebenarnya dia tidak tega untuk menanyakan hal itu, namun lebih tidak tega lagi memikirkan nasib masa depan Dayu, jika putrinya itu dibiarkan terus terpuruk. Apalagi sebulanan ini belum ada tanda-tanda Dayu move on dari masalahnya. Sebulan yang lalu, setelah putus dari Andreas, Dayu memutuskan untuk cuti kuliah dan pergi ke rumah neneknya yang berada di luar kota. Orang tuanya tak bisa melarang, karena mereka tahu persis bagaimana pengaruh Andreas bagi seorang Dayu. Detik demi detik berlalu tanpa ada balasan dari Dayu. "Besok." Ucap Dayu pelan, setelah terdiam selama lima menit. Mama terperangah, meski pelan tapi dia masih bisa mendengarkan apa yang diucapkan oleh Dayu. "Syukurlah, akhirnya putri Mama bakal keluar dari hibernasinya ... " saking senangnya Mama kembali ke mode bawelnya. "Ma, Dayu bukan beruang!" Bukannya dia tidak suka disamakan dengan beruang tapi memang dia tidak suka jika dianalogikan sebagai hewan apapun. Apalagi kucing, grrhh ... "Buat Mama kamu adalah beruang Mama yang paling cantik." "Memangnya anak Mama ada berapa?!" "Yah, dibanding sepupu-sepupu kamu yang lain, kamu itu udah yang paling cantik, baik, rajin, dan pintar." Ucap Mama penuh ketulusan. "Thanks anyway." Dayu menarik garis samar di kedua sisi bibirnya, merasa bersyukur memiliki orang tua yang sangat pengertian. Meski mendadak, dengan senang hati Mama membantu Dayu berkemas. Tidak banyak barang yang dibawa oleh anaknya itu, memudahkan mereka untuk membereskannya dalam waktu singkat. Sekembalinya ke rumah, Dayu sudah menguatkan hati untuk memulai kehidupan baru. Kehidupan baru tanpa Andreas dan semua jejak keberadaannya. Semua benda yang berhubungan dengan Andreas disingkirkan, dan dicampakkannya di tempat sampah. "Lagi apa Ma?" Papa baru saja pulang dari kantor saat melihat Mama sedang berdiri memandangi tumpukan barang yang sebenarnya masih terlihat bagus. "Loh, kok ini ada di sini? Sengaja dibuang?" tanya Papa, mengikuti pandangan Mama. "Iya, sengaja dibuang Dayu." Jawab Mama singkat. Tanpa perlu dijelaskan pun keduanya sudah tahu kenapa putri mereka membuang semua barang-barang itu. "Ya sudah, kita masuk saja. Mudah-mudahan ada orang yang lebih membutuhkannya dibanding dibanding Dayu." Ucap Papa, menarik bahu Mama untuk masuk ke dalam rumah. "Pokoknya kita jangan nyinggung-nyinggung masalah ini, terserah apa yang mau diLakukan Dayu jangan dilarang." Lanjut Mama, sambil berjalan beriringan dengan Papa. "Hah .... Iya." Jawab Papa dengan helaan nafas panjang. Pikirannya menerawang, teringat saat Dayu masih kecil. Masa Indah saat masalah terberat hanya sebatas tangisan putri semata wayangnya itu meratapi mainan kesukaannya rusak, atau saat temannya merebut mainannya. Semakin besar, semakin sulit permasalahan yang dialami. Itu sudah menjadi hukum alam. Saat keduanya masuk ke dalam rumah, Dayu yang baru menuruni tangga berpapasan dengan keduanya. Sebuah senyuman yang terlihat dipaksakan terlihat di wajahnya. "Papa udah pulang?" pertanyaan basa-basi yang tidak boleh diabaikan. Papa mengatur ekspresi dan suaranya agar terdengar riang. "Iya, kamu sudah makan?" Satu-satunya pertanyaan netral yang terpikirkan oleh Papa, berharap Dayu tak menganggapnya hanya sekedar basa-basi. "Ummhh, kalau makan malam sih belum, kayaknya chefnya belum masak deh ... " timpal Dayu, setengah bercanda. Mama dan Papa tentu saja tertawa mendengar gurauan Dayu. Tawa pertama mereka setelah berminggu-minggu masalah Dayu dan Andreas menyita kehatangan keluarga mereka. "Duh, Mama nih ngga peka. Kenapa belum masak? Apa Mama sengaja pengen Papa ajak makan di luar?" Candaan Papa semakin mengundang tawa. Ada perasaan bersyukur dalam hati Mama melihat suasana yang sudah dirindukannya sekian lama. Dayu memiliki sifat yang terbuka pada siapa saja, namun dia pandai menyembunyikan masalah besar yang dihadapinya. Dia tidak pernah mau berbagi masalah yang berat karena tidak mau membuat khawatir siapapun. Terkadang Mama harus mendesaknya agar Dayu mau membagi masalah yang membelinya agar putrinya itu tidak menderita. "Papa ke kamar dulu ya, kamu jangan kemana-mana Yu, temenin Papa ngobrol." Pesan Papa, sebelum berlalu menuju kamar untuk membersihkan diri. "Siap." Tukas Dayu cepat. Sepeninggal Papa, Mama mengajak Dayu duduk di ruang tengah. Mama menyalahkan televisi agar suasana tidak terlalu sepi. "Jadi, besok kamu mau masuk kuliah?" tanya Mama, berpaling dari layar Tav yang sedang menayangkan acara berita sore. "Iya. Dayu sudah ngasih tahu Athaya. Dia bilang, besok mau jemput, biar bisa pergi bareng." Tutur Dayu, dengan pandangan lurus pada layar kaca di depannya. "Bagus, Mama senang dengarnya. Beruntung sekali kamu bisa berteman dengannya." Balas Mama, tak mengalihkan pandangannya dari Dayu. Dayu tersenyum, tak ada yang bersuara untuk beberapa saat. Padahal baik Mama atupun Dayu, tak ada seorang pun yang melihat dengan benar tontonan di depan mereka. "Ma ... " panggil Dayu, setelah beberapa saat. "Ya?" jawab Mama sigap. Dayu memalingkan wajahnya melihat wajah Mama. "Maafun Dayu udah bikin Mama Dan Papa kesusahan." Ucap Dayu pelan. Mama menggenggam tangan Dayu dan mengusapnya lembut. "Mama ataupun Papa, ngga pernah merasa kesusahan. Kamu itu terlalu baik hingga selalu membuat kami berharap sekali saja kamu bikin kami susah." "Kalian aneh, masa ada orang tua kayak gitu!" ucap Dayu, kembali berkata santai pada Mama. "Kamu lebih aneh lagi karena kayak gitu!" balas Mama yang membuat Dayu tertawa. Tawa bahagia setelah sebulan lebih dia tak pernah membiarkannya keluar dari sarangnya.. "Pokoknya Dayu sayang kalian. Sehat terus dan panjang Umur juga ya Ma, biar bisa lihat Dayu tumbuh dewasa, bekerja, nikah, punya suami, punya anak, dan bisa bikin Mama Dan Papa bnagga." Ucap Dayu dengan mata berkaca-kaca. Mama memeluknya, dibiarkannya Dayu bersandar di bahunya. Memberinya kekuatan dari kehangatan seorang ibu, yang selalu tulus mencintai anaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD