Part 1

1527 Words
Valerie menatap wajah pria setengah baya di depannya dengan alis terangkat bingung. Pria itu mengulurkan tangannya dengan senyum merekah yang membuat wajah tampannya terlihat jauh lebih muda dari usianya yang sudah menginjak lebih setengah abad. "Kau tidak ingin mengucapkan salam perpisahan denganku, Ms.Grayson?" Valerie mengerjap. Sungguh ia tidak mengerti dengan ucapan pria yang merupakan atasannya ini. Tadinya Valerie hanya diminta ke ruangan ini setelah menyelesaikan meeting penting yang mengharuskannya mewakili CEO. Tapi bagaimanapun juga, sebagai bawahan yang baik, tangan Valerie segera menyambut uluran tangan itu dengan benak yang masih dipenuhi tanda tanya. "Terimakasih untuk kerja kerasmu selama dua tahun ini. Aku sangat beruntung pernah memiliki sekretaris berkompeten sepertimu." Otak Valerie segera bekerja cepat mencerna ucapan Jerremy Hudson, atasannya. Dan ketika makna ucapan itu berhasil ditangkapnya, raut wajah Valerie seketika berubah panik. Kakinya bergerak tak tentu menunjukkan kegusarannya. "Apakah anda akan memecat saya, Sir?" Suara Valerie tidak bisa menutupi rasa paniknya. Ia bahkan langsung berdiri dari kursinya dengan ekspresi memelas yang kini membingkai wajah cantiknya. "Saya mohon, jangan pecat saya! Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini." Jerremy tersenyum melihat ekspresi Valerie yang menurutnya menggelikan. Valerie memang terkenal dengan sifatnya yang ekspresif. Kebahagiaan atau kesedihan wanita itu terlalu mudah untuk dibaca oleh orang lain. Jerremy sangat menyukai kinerja sekretarisnya itu. Cerdas, disiplin, jujur dan selalu memiliki semangat tinggi dalam melakukan apapun. Semua pekerjaan Valerie nyaris sempurna di mata Jerremy. "Aku tidak mengatakan akan memecatmu, Ms.Grayson." Valerie mengerjab. Bibirnya yang tadi sudah akan berkomentar kembali terkatup rapat. Binar kelegaan langsung terpancar dari netra hijaunya. "Bisa anda jelaskan maksud salam perpisahan ini, Sir?" Valerie kembali pada posisi duduknya ketika ketenangannya mulai pulih. "Mulai besok aku akan berhenti bekerja. Putraku akan menggantikanku disini." jelas Jerremy dengan senyum hangatnya seperti biasa. "Kenapa tiba-tiba seperti ini, Sir? Apa terjadi sesuatu pada anda?" tanya Valerie tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya yang mendadak menguak ke permukaan. Pasalnya kabar ini terlalu mendadak hingga membuat Valerie memikirkan sesuatu yang tidak baik. Valerie sangat mengagumi sosok hangat Jerremy. Baginya, pria paruh baya itu bukan hanya sekadar atasan, namun juga seorang ayah yang selalu bisa mengertinya. Tentu saja mendengar kabar seperti ini, membuat perasaan kehilangan Valerie muncul. Jerremy tertawa kecil. "Aku baik-baik saja. Sudah waktunya bagiku untuk menikmati hari tuaku tanpa pekerjaan-pekerjaan menyebalkan ini. Memangnya, kau pikir apa gunanya aku memiliki putra?" Valerie mengangguk paham. Walau Jerremy belum bisa dimasukkan kategori golongan tua yang harus berhenti bekerja, tapi Valerie sangat mendukung keputusan atasannya itu. Jika memang Jerremy memiliki putra yang bisa diandalkan, kenapa tidak? "Mungkin putraku akan sedikit menyulitkanmu. Tapi aku yakin kau bisa mengatasinya dengan baik." Valerie tidak terlalu mengerti maksud ucapan Jerremy, namun kepalanya tetap mengangguk untuk memberikan jawaban yang sopan. Tapi tunggu! Menyadari sesuatu yang menarik, mata Valerie membola antusias. Bukankah Jerremy hanya memiliki satu orang putra? Alexander Hudson, yang selama ini ditempatkan di perusahaan cabang yang berada di Kanada. Valerie tidak tahu banyak tentang Alexander. Kehidupan pengusaha muda itu sangat jauh dari konsumsi publik. Yang Valerie tahu jika pria itu menjadi salah satu pengusaha tampan yang digilai banyak wanita. Tentu saja Valerie masuk dalam salah satu wanita penggila itu. Hei, Valerie hanya wanita normal yang akan bereaksi kuat ketika melihat pesona pria tampan. Ditambah pria itu adalah pria mapan yang pasti akan bisa memenuhi apa saja keinginan Valerie. Bukankah ini kabar baik? Menjadi sekretaris seorang pengusaha muda yang dipuja-puja wanita tentu akan menjadi keberuntungan besar bagi Valerie. Mungkin saja kehidupannya bisa berubah seperti film-film romantis yang biasa ditontonnya. Dimana sang atasan yang tampan akan jatuh cinta pada sekretarisnya yang cantik, lalu mereka hidup bahagia selamanya. Oh, Lord! Semua wanita pasti akan iri padanya. Valerie semakin melebarkan senyumnya sampai suara Jerremy menariknya kembali ke dunia nyata. "Aku tidak keberatan jika kau yang akan menjadi menantuku." Blush! Wajah Valerie seketika merona. Ia tersenyum canggung menyadari jika Jerremy bisa membaca imajinasi absurdnya. "Maaf, Sir. Saya tidak bermaksud seperti itu." "Bukankah kau belum memiliki kekasih?" Valerie mengangguk. Sepertinya kabar kesendirian seorang Valerie Grayson sudah bukan menjadi rahasia umum lagi di perusahaan ini. Astaga, semua ini pasti karena rekan-rekan kerja Valerie yang selalu berlomba-lomba mengatur kencan buta untuknya. "Putraku juga masih sendiri. Itu artinya kalian memiliki kesempatan untuk bisa bersama." "Benarkah?" Valerie tidak menyadari jika suaranya barusan terdengar begitu antusias. Matanya bahkan berkali-kali mengerjab takjub seakan tidak mempercayai apa yang Jerremy ucapkan. Alexander Hudson belum memiliki kekasih? Wow, sepertinya imajinasi Valerie mulai semakin mendekati kenyataan yang akan terwujud. "Aku yakin hanya wanita sepertimu yang tepat untuk putraku." Senyum malu-malu Valerie terbit. Warna merah di pipinya kini menjalar sampai ke telinganya setelah mendengar penuturan Jerremy yang menurut Valerie memujinya. "Ah, anda terlalu memuji saya, Sir." Ya Lord, rasanya Valerie ingin melompat-lompat histeris sekarang juga. Jerremy mendukungnya. Membayangkan pria paruh baya ini yang akan menjadi ayah mertuanya membuat jiwa pemburu Valerie muncul. Apapun yang terjadi, Valerie harus bisa menikah dengan Alexander. Valerie semakin melebarkan senyumnya. Kali ini senyum penuh kepercayaan diri. Ia sangat yakin tidak memerlukan waktu lama untuk membuat Alexander menyukainya. Ayolah, pria mana yang tidak menyukai wanita seperti Valerie? Cantik, cerdas, suka menolong, rajin menabung, pintar memasak, murah senyum, penyabar dan pemaaf. Oh, sungguh Valerie merasa kesempurnaan wanita ada pada dirinya. Reaksi Valerie itu rupanya tak luput dari tatapan Jerremy yang tidak tahan untuk tidak tersenyum melihatnya. "Aku hanya ingin memintamu untuk melatih sedikit kesabaranmu. Aku berharap nantinya kalian bisa bekerja sama dengan baik." Valerie mengangguk cepat. Suasana hatinya terlalu gembira hingga tidak ingin direpotkan untuk mencerna ucapan Jerremy. "Pasti, Sir. Saya tidak akan mengecewakan anda." *** Valerie keluar dari ruangan Jerremy dengan senyum lebar yang tak lepas membingkai wajah cantiknya. Membayangkan dirinya berdiri di atas altar berdampingan dengan Alexander membuat Valerie tidak bisa menutupi kegembiraannya. Kaki Valerie melangkah anggun melewati beberapa meja yang sudah penuh dengan para karyawan yang sedang menikmati santapan siang di cefetaria kantor. Telinganya yang tajam bisa mendengar jelas suara grasak grusuk para karyawan yang sedang membicarakan pergantian CEO mereka. Ah, ternyata kabar itu sudah menyebar. "Ms.Grayson, kapan Mr.Alexander Hudson mulai bekerja?" Valerie berhenti melangkah. Senyumnya semakin mengembang mendapati pertanyaan dari salah satu karyawati yang duduk di arah jam sepuluh dari tempatnya berdiri. Lihat, sekarang Valerie bahkan sudah berhasil menjadi pusat perhatian mereka. "Mulai besok." jawabnya singkat. "Wahh. Kau sangat beruntung bisa berhubungan langsung dengannya." Suara karyawati lain di samping Valerie terdengar disusul suara-suara lain yang menunjukkan rasa iri mereka pada Valerie. "Sepertinya mulai besok aku akan lebih semangat bekerja dengan melihat wajah tampannya." "Aku berharap bisa menggantikan posisi Ms.Grayson sebagai sekretarisnya." "Aku lebih berharap menjadi kekasihnya." Valerie merasa popularitasnya mendadak melambung tinggi. Oh, lihatlah sekarang! Valerie masih menjadi sekretaris saja, semua wanita sudah sangat iri padanya. Bagaimana jika ia menjadi kekasih Alexander? Valerie yakin mereka akan memandangnya penuh kekaguman. "Kebaikan apa yang kau lakukan di masa lalu, Val? Kenapa kau sangat beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Alexander Hudson?" Pertanyaan itu muncul setelah Valerie bergabung bersama tiga temannya yang sudah lebih dulu menyantap makan siangnya. Valerie melemparkan senyum manisnya pada sang pemberi pertanyaan. Marry, salah satu temannya yang rela melewatkan jam makan siang hanya demi mendengarkan gosip yang sedang panas di kantor ini. "Wajah tampannya pasti akan membuatmu semakin semangat bekerja. Oh Tuhan, aku benar-benar iri padamu." Denada, teman Valerie yang lain menimpali dengan wajah antusiasnya. Tentu saja Denada terlihat begitu antusias, pasalnya ia salah satu saingan terberat Valerie dalam memburu pria tampan. Tapi itu dulu, sebelum Denada memiliki seorang kekasih yang begitu mencintainya. "Jika kau bisa mendapatkan hatinya, maka kurasa aku bisa pensiun menjadi peri pencari jodohmu." ucap Elleanor, teman Valerie yang paling berjasa dalam mengenalkannya pada banyak pria yang sayangnya sampai saat ini masih belum bisa menarik hati Valerie. Valerie memang suka kencan dengan banyak pria, namun untuk menjalin hubungan, Valerie belum bisa menemukan pria yang tepat. Entah itu kerena teman kencannya b******k atau memang karena kriteria tinggi Valerie yang ingin mencari pria yang sangat-sangat tampan dan kaya raya. "Pria seperti Alexander pasti sudah memiliki kekasih. Lagi pula, Valerie pasti sama sekali tidak masuk dalam kriteria wanitanya." "Apa maksudmu wanita sepertiku tidak pantas menjadi kekasihnya? Begitu?" ucap Valerie jengkel. "Bukan tidak pantas. Hanya saja pria seperti dia yang menjadi incaran banyak wanita tidak mungkin tidak memiliki satu wanitapun." Denada sebagai tersangka yang mengeluarkan statement itu terkekeh geli. "Dia belum memiliki kekasih. Itu yang dikatakan ayahnya padaku." Valerie sengaja memelankan suaranya agar tak didengar oleh orang-orang yang duduk di dekat meja mereka. "Benarkah?" Ketiga teman Valerie bertanya kompak. Lebih tepatnya mereka seakan tidak mempercayai apa yang baru saja Valerie katakan. "Mr.Hudson bahkan mengatakan jika ia sangat berharap akulah yang akan menjadi menantunya kelak." ucap Valerie dengan nada bangga yang memang tidak perlu disembunyikannya. "Wahh. Belum apa-apa kau sudah memiliki pendukung paling berpengaruh ternyata." Marry bertepuk tangan takjub. Lalu matanya berbina penuh kemenangan. "Seorang Alexander Hudson belum memiliki kekasih dan ayahnya Jerremy Hudson berharap jika sekretarisnya berubah profesi menjadi menantunya. For God Sake, ini akan menjadi berita fenomenal di kantor ini." Mata Valerie melotot tajam memberi peringatan pada Marry. Temannya ini memang memiliki bibir paling lentur yang sangat sulit dikatupkan. "Aku akan membunuhmu jika kau sampai menyebarkannya." "Kenapa?" tanya Marry dengan tampang polosnya. "Aku tidak ingin sainganku bertambah. Cukup aku saja yang berusaha menaklukkannya." ucap Valerie tegas. Ketiga teman Valerie saling melempar pandang sebelum mereka memberi senyum penuh arti secara bersaaan. "Kau pasti bisa. Kami percaya padamu." *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD