Prolog

2171 Words
Paris... Setelah tragedi pembunuhan yang terjadi di London. Alex, Rose, Maxime beserta Katherine memutuskan untuk pergi bersama-sama ke Washington dc. Mereka meninggalkan Peter dan Jasmine dalam ketegangan. Hubungan mereka tidak begitu baik setelah ungkapan perasaan Anna pada Peter yang diceritakannya pada Jasmine. Juga saat di mana Jasmine melihat Peter yang berciuman dengan Anna, berbuntut Jasmine yang memilih menghindar dari Peter dan Anna yang semakin gencar mendekati Peter di mana pun mereka berada. Dan disinilah mereka berada. Peter memutuskan kembali ke Paris setelah perbincangannya dengan Alex juga Maxime tempo hari yang lalu. "Jasmine kau ikut denganku!" ucap Peter saat turun dari jet yang dibawanya dari London sambil menarik tangan Jasmine secara sengaja. Jasmine tersentak. Mencoba menarik tangannya dari genggaman Peter. Tapi nihil. Genggaman Peter sangat kuat memenjarakan tangannya. Tidak mungkin, dia bisa melepaskannya. Apa-apaan ini? Apa Peter tidak lihat tatapan Anna? Batin Jasmine. "Sebaiknya, aku kembali ke rumahku yang dulu ... " tolak Jasmine halus. Peter melirik Jasmine dengan mata elangnya. Benci. Dia sangat tidak suka saat Jasmine harus membuat jarak dengannya hanya karna Anna. "Jangan membantah Jasmine!" bentak Peter, sampai-sampai Jasmine berjangkit kaget. Please, Peter sangat lelah. Untuk kali ini saja, dia tidak ingin dibantah. "Tapi aku ... " "Ingat perjanjian kita Jasmine!” Jasmine bungkam. Peter mengeluarkan ancaman mutlaknya. Perjanjian itu. Perjanjian yang tidak bisa dia ganggu gugat. Perjanjian yang mau tak mau, membuat Jasmine kalah dan menyerah pada kehendak Peter. Karna perjanjian itu, dibuat sendiri olehnya. #Flash back on Jasmine yang merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Sontak membuka matanya dan betapa kagetnya dia saat melihat siapa yang berdiri menjulang didepannya. “Pet... Emphh” belum selesai Jasmine menyebut nama si pria yang tengah malam datang ke kamarnya. Peter lebih dulu membekap mulutnya dengan tangan. “Stsss ... Diam sayang. Atau kau ingin Anna memergoki kita, hmm?” bisiknya di dekat telinga Jasmine. Jasmine menggeleng kuat. Jangan Peter. Apa yang kau inginkan? Peter tersenyum tipis. Melihat gelagat ketakutan di mata Jasmine. “Baiklah. Sekarang ikut aku, sayang.” Jasmine mengangguk memilih mengikuti semua permintaan Peter, daripada Anna harus mengetahui semua kebohongannya. Peter membawa Jasmine dalam pelukannya. Memperlakukan Jasmine seolah sandera seorang mafia, hingga tibalah mereka di sebuah rumah kayu di belakang mansion. Brakk.. “katakan apa yang kau mau Peter!” ucap Jasmine setelah Peter menutup pintu. Peter tersenyum tipis, melangkah tegap dengan pandangan menajam. Membuat Jasmine melangkah mundur sambil menelan salivanya kasar. “katakan kau mencintaiku!” ucapnya dengan nada rendah , mengeram marah. “Peter, Aku harus kembali. Nanti Anna mencariku!” jawabnya gugup. Berkilah dari pertanyaan Peter. Kini, antara dirinya dan Peter tak ada sekat pemisah. Membuat Jasmine gelagapan takut bagai mangsa. “Katakan kau mencintaiku, Jasmine!” Peter kembali mengulang pertanyaannya. “Peter, Anna dia...” “kutanya kau mencintaiku atau tidak Jasmine! Kenapa hanya Anna, Anna, dan Anna yang ada di pikiranmu?” Jasmine meremas sudut gaun tidurnya kuat. Selama ini, belum pernah Peter membentak dirinya dengan amarah yang menggelap seperti saat ini. “Peter, kumohon mengertilah...” “Apa yang harus kumengerti, hem? Katakan!” “Untuk saat Ini, bersandiwaralah seolah tidak ada hubungan spesial di antara kita, hanya saudara. Ya, hanya saudara.” Brak... Peter menendang kuat meja kecil di dekatnya hingga hancur berserakan. “kau gila, Heh?” jawabnya sambil tertawa pelan. Terjeda. Membuat bulu kuduk Jasmine meremang. Takut. “Tidak ada sandiwara dalam sebuah hubungan Jasmine. Kau anggap aku hanya pameran dalam hidupmu huh?” lanjutnya kembali dengan nada gertakan. Jasmine menggeleng kuat. “Tidak Peter. Bukan seperti itu. Aku tidak bermaksud. Sungguh ...” jelasnya terjeda. “ ..., hanya saja, aku tidak mau menyakiti Anna. Saat aku tidak memiliki siapa pun di dunia ini kecuali ibu, Anna selalu di sampingku. Dalam suka atau pun duka,” lanjutnya, menatap memohon pada Peter yang masih berdiri dengan pandangan menajamnya. “Lalu bagaimana denganmu. Apa Anna juga akan melakukan hal yang sama jika dia diposisimu?” Jasmine menunduk. Ragu. Ya, dia ragu. Akankah jika Anna diposisinya seperti saat ini. Dia juga akan melakukan hal yang sama sepertinya? “Beri aku waktu untuk memberitahukan hubungan ini pada Anna.” “Tidak!” tolak Peter mentah-mentah. “Aku tidak mau. Sebaiknya wanita itu mengetahui semuanya sekarang!” ucapnya sambil berbalik menjauh. Membawa semua rasa sesalnya. Kenapa Jasmine harus sesempurna itu? “Sebaiknya akhiri saja hubungan ini jika kau tidak mau bersandiwara untuk beberapa waktu, dan jangan harap aku akan ikut denganmu ke Paris besok!” Deg. Langkah Peter terhenti. Tangannya terkepal. Bahkan terdengar gemeletak gigi, pertanda amarahnya semakin besar. Menyelubunginya. “Katakan sekali lagi!” Mengancam. Nada rendah terkesan memerintah itu nyatanya sedang mengancam keberaniannya. Jasmine kembali menunduk sembari menggigit bibirnya kuat. Memberi pemahaman pada Peter nyatanya tak semudah yang dia pikirkan. Dia lupa. Jika Peter akan selalu memaksakan kehendaknya. Seenak hatinya. Aku harus melawanmu untuk saat ini. Setidaknya kau mengerti, Anna juga sangatlah berarti bagiku. Aku hanya butuh waktu. Jasmine menarik napasnya kuat. Kini jarak Peter kembali dekat, tanpa dekat dengannya. Perlahan dia mendongak. Membalas tatapan Peter yang seakan ingin memakannya. “Aku hanya punya dua opsi. Bersandiwara bersamaku dan aku akan ikut ke Paris. Atau menentangnya dan hubungan kita berakhir!” Jasmine kembali mengambil napas dalam. Entah apa yang akan Peter lakukan setelah mendengar jawabannya. “Hahaha ...” Peter tertawa pelan. Sangat pelan sampai berupa hanya hembusan napas yang tak beraturan. “Kau ingin bermain-main denganku Jasmine?” “Kesepakatan. Hanya kesepakatan Peter,” jawab Jasmine sarkatis. “Baiklah. Deal!” Jasmine membulat tak percaya. Peter menyetujuinya? Benarkah? Apa tidak ada rencana dibalik senyum tipisnya yang mengandung sejuta makna itu. Jasmine mengulurkan tangannya, tapi tak juga Peter menyambut uluran tangannya. “Bersiaplah. Besok pagi kita berangkat!” Hanya itu dan Peter kembali berbaik pergi tanpa menjabat tangannya. Tanpa ucapan selamat malam atau kehangatan yag dia bagi untuknya seperti hari-hari sebelumnya. Jangan bermimpi terlalu jauh Jasmine. Kau hanya tidak tahu, seseorang akan melupakan sahabatnya demi tujuannya. Dan kupastikan. Aku akan menghancurkan sandiwaramu itu. Aku akan segera menghamilimu untuk menghancurkan keras kepalamu itu Jasmine. #flash back of Anna menatap Jasmine dan Peter bergantian. Peter yang terlihat selalu memaksa Jasmine, dan Jasmine yang selalu menolaknya. Mereka adalah saudara. Saudara tidak seharusnya saling bersimpangan pendapat seperti mereka. Ada yang aneh antara mereka berdua. Dia akan menyelidikinya. Jasmine menarik tangannya kuat. Kali ini, dia harus menyerah. Atau Peter akan membongkar semuanya di depan Anna dan hancurlah semua rahasianya. "Baik. Tapi, aku ingin kita tinggal dirumahku," ucap Jasmine sambil mengerucutkan bibirnya. Kesal dengan sifat Peter yang selalu seenaknya sendiri tampa memikirkan perasaan orang lain. Dia pun melangkah cepat meninggalkan Peter dan Anna yang terdiam di tempatnya. Peter tersenyum tipis. Ada-ada saja ulah Jasmine yang membuat kemarahannya mereda begitu saja. Peter melangkah cepat menyusul Jasmine yang sudah sampai di mobil. Chris pun sudah Stay untuk menjemput kedatangan mereka, karna dia sudah lebih dulu kembali ke Paris setelah mendapat peringatan perang dingin dari Peter sebelumnya. "Peter.... " "Hmm... " lirih Peter menyahuti panggilan Anna dengan berdehem pelan tampa mengalihkan tatapannya dari punggung Jasmine. Anna menipiskan jaraknya dengan Peter. Bagaimanapun impiannya harus terwujud. Peter harus menjadi miliknya. Dan inilah saat yang tepat untuk berani mengambil tindakan. Dia harus bisa mengambil hati Peter dengan cara apapun itu. “Ngomong-ngomong ,apa besok kau akan kembali bekerja? " tanya Anna. "Ya." "Apa disana, masih ada lowongan kerja untuk menjadi sekretaris? " tanyanya lagi, dengan harapan, Peter akan menjawabnya iya. "Ada." "Yes! Kita akan menjadi rekan. Peter, Aku akan menjadi sekretarismu ya?" lanjut Anna dengan berbinar. Akhirnya, dia memiliki kesempatan yang banyak untuk mendekati sang pujaan hati, Peter-nya. "Maksudmu?" tanya Peter sedikit mengalihkan tatapannya. Tak mengerti dengan maksud Anna. "Kita akan menjadi rekan kerja karna berada di perusahaan yang sama. Bukankah kau masih menjabat sebagai CEO di perusahaan ayahku? " celoteh Anna panjang lebar. Jarak mereka kini tinggal 3 langkah lagi menuju mobil, dan Peter harus menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Dia berbalik menghadap Anna di sampingnya. Dia perlu melakukan sesuatu untuk membuat Anna tak berharap banyak padanya. "Aku akan mengundurkan diri besok! " tegasnya. Anna tersentak kaget mendengar ucapan Peter. Apa secepat ini, harapannya harus pupus. "Ke-kenapa? " Peter memegang bahu Anna, kemudian menepuknya pelan. "Aku tidak membutuhkannya lagi,” ucapnya tampa raut menyesal. Setelah mengucapkan kata yang terdengar jahat itu. Peter kembali melangkah meninggalkan Anna yang mematung mendengar jawabannya. Anna menatap punggung Peter dengan mata berkaca-kaca. Peter akan mengundurkan diri. Itu artinya, Peter sudah tidak menghargai pemberian ayahnya, dan ingin membuang apa yang sudah diberikan oleh ayahnya. Mentang-mentang dia sudah memiliki segalanya. Sesulit inikah untuk mengambil hatimu? Cara apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan perhatianmu? Ingat janjiku Peter. Aku akan mendapatkanmu bagaimanapun caranya. Entah harus menunggu 1 bulan, 1 tahun atau entah sampai kapan pun itu. Kau hanya milikku, hanya milikku. Batin Anna sambil mengusap air mata yang jatuh dari sudut matanya. Jasmine meremas telapak tangannya kuat. Kepalanya tertunduk, bahkan Chris yang berkali-kali memanggilnya tak mendapat respons darinya. Cemburu. Kedekatan Peter dan Anna di depan sana, membuat hatinya tercubit, sakit. Bagaimana dirinya bisa cemburu? Sedangkan renggangnya hubungannya dengan Peter, adalah karna dirinya. Karna perjanjian sepihak yang mulanya dari dirinya sendiri. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku mengalah saja demi kebahagiaan Anna? Tapi, Peter hidupku. Aku sangat mencintainya. Lalu Anna. Anna selalu ada untukku saat tidak ada seorang pun yang mau peduli. Lalu, Bagaimana dengan Peter? Apa Peter akan mengerti dan menerima semua ini? Sreett! Jasmine tersentak. Peter tiba-tiba sudah duduk di sampingnya. Dingin. Peter tidak meliriknya walaupun kilas. Punggung Peter tersandar ke jok limosin mewah milik ayahnya, Alexander. Sedangkan tangannya mengotak-atik ponsel ditangannya. Entah apa yang sedang dilakukannya. Sreett... Pintu kembali terbuka dan Anna lah yang membukanya. Anna tersenyum padanya dan ikut duduk disamping Peter. Otomatis, kini posisi mereka saling mendempet Peter yang masih tetap diam dengan sikap acuhnya. Anna bergerak-gerak tak nyaman. Meskipun kursi yang di tempati mereka bertiga luas. Tapi, kehadiran Jasmine lah yang membuatnya tidak leluasa untuk mendekati Peter. "Jasmine ...." panggil Anna. "Iya Anna? " "Kursinya terasa sesak. Aku tidak nyaman. Bisakah kau ...” Jasmine mengerti maksud Anna. Anna ingin berdua dengan Peter dan menyuruhnya pindah, walaupun secara tak langsung. "Iya. Aku akan pin ... " "Tetap ditempatmu Jasmine!" suara khas dingin Peter, memotong ucapan Jasmine secara mutlak. Ketegangan pun mulai terjadi disana. Chris memilih diam. Dia tidak berhak ikut campur Atau Peter akan membunuhnya. Dari gelagat Jasmine saja, Chris tau. sesuatu yang tidak baik pasti sudah terjadi diantara mereka. Jasmine menghindari Peter dan itu jelas terlihat. Dan Anna? Chris curiga pasti semua ini ada kaitannya dengan Anna. Bukankah beberapa hari yang lalu, Anna juga yang berhasil menciptakan ketegangan antara mereka. Peter menarik nafasnya gusar. Semakin hari, Anna semakin berani menjauhkannya dari Jasmine-nya. "Kenapa tidak kau saja yang pindah. Bukankah kau yang membuat tempat ini sesak?” Hening. Suasana menjadi hening begitu mendengar suara khas penguasa dunia itu. Chris segera mengambil tindakan. Dia mulai melajukan mobilnya perlahan untuk meredakan ketegangan yang ada. "Jalanan tidak begitu padat ya?" ucapnya mencoba mencairkan suasana. Hening. Tidak satu pun ada yang menjawabnya. Dia terabaikan oleh ketegangan yang ada. “Hiks.. Hiks.. Hiks...” Sialan! Peter mengumpat dalam hati. Apa maksud Anna dengan menangis seperti itu? Mengambil simpati Jasmine lagi huh? Wanita menyebalkan! "Stop Chris! " teriakan Jasmine, membuat Chris menginjak rem mendadak sampai-sampai mobil yang berada di belakang mereka, menubruk sedikit badan belakang mobil. Tampa satu kata pun, Jasmine membuka pintu dan keluar dari mobil. Melangkah menjauh berlawanan arah dengan mobil yang di tumpanginya tadi. “Jasmine! Tunggu!” Peter pun ikut keluar dari mobil dan berusaha menyusul Jasmine yang melangkah cepat tampa menoleh sedetikpun ke arahnya. Tak juga mau berhenti untuk merespon panggilannya. "Apa yang kau lakukan? " tanyanya setelah berhasil mencegat Jasmine dengan memegang tangannya. Ini yang dia khawatirkan. Jasmine akan selalu terpengaruh dan mengalah demi Anna. Sedangkan bagi Anna, Jasmine sama sekali tak ada artinya walaupun sebagai sahabatnya. "Tidak seharusnya kau mengatakan kata-kata yang menyakiti Anna, Peter! " jawab Jasmine dengan marah. " Anna adalah satu-satunya teman yang kumiliki selama ini. Aku tidak ingin melihat dia bersedih,” lanjutnya. Mengalihkan tatapannya dari mata Peter yang mampu memorak-porandakan hatinya. Jasmine memilih menatap kendaraan yang berlalu-lalang di sampingnya. "Lalu apa artinya aku untukmu, Jasmine?" Jasmine membisu. Pertanyaan Peter membuatnya sakit. Untuk apa Peter masih bertanya? Sudah jelas Peter adalah hidupnya. Tapi Anna, Anna adalah sahabat terbaiknya. Anna selalu ada untuknya dalam suka duka hidupnya. “Kenapa kau tidak pernah memikirkan bagaimana aku? Perasaanku?” lanjut Peter dengan lirihan bernada emosi tinggi. Jasmine mendongak. Menatap Peter yang menyorot tajam ke arahnya. “Setidaknya bersikaplah seolah kau tak membencinya ..." lirih Jasmine dengan tatapan memohon. Jasmine paling tidak bisa melihat kesedihan diraut wajah Anna. Peter menatapnya tajam. Menggelengkan kepalanya pelan, pertanda ke tidak setujuannya. "Sudah cukup aku menyetujui perjanjian sialan mu itu Jasmine. Jangan meminta lebih. " "Egois!” tuduh Jasmine dengan lantang, lalu melangkah cepat memasuki taxi. Meninggalkan Peter yang berusaha mengejarnya. "Kau yang egois Jasmine!" teriak Peter tak kalah lantangnya. "Kau tidak memikirkan bagaimana perasaanku!" lanjutnya. Tapi, Jasmine tetap tidak memperdulikan nya. Jasmine sudah pergi tampa memperdulikan perasaannya. Baiklah Jasmine. Kau yang memilih jalan ini. Aku juga bisa keras kepala sepertimu. Kita lihat, siapa yang akan menyerah. Kau atau aku....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD