prolog

551 Words
Prolog -o0o- Meskipun masih kesal, sosok gadis yang masih memakai seragam sekolah dengan gaya khas anak zaman sekarang itu tetap mengikuti langkah cowok yang ada di depannya. Kesal? Tentu saja. Sedari tadi ia mengajaknya bicara, tetapi cowok itu tetap tidak menghiraukannya juga. Ini bukan sepenuhnya kesalahan cowok itu, tetapi ada kesalahannya juga. Ia masih butuh perjuangan yang kuat untuk memenuhi keinginannya. Ingin rasanya ia berhenti dan memilih pergi, tetapi hatinya bersikeras mengatakan kalau ia harus tetap tinggal. Ia selalu berpikir kalau ini bukan kesalahan, tetapi kegagalan yang memang harus terus ia perjuangkan. Bukan kegagalan cinta seperti yang ada pada lagu Roma Irama, bukan juga kegagalan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hanya saja, tentang kegagalan dirinya yang masih kurang berjuang untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Tapi, mau sampai kapan? Dulu, tepatnya tiga bulan yang lalu, ia memutuskan untuk menerima tawaran yang membahagiakan dari Arka. Tawaran yang biasanya selalu ia lontarkan, tetapi saat itu di lontarkan oleh Arka. Senang? Tentu saja. Karena itulah yang ditunggu-tunggunya, memiliki hubungan dengan cowok yang ada di hadapannya itu, dan berbahagia dengannya seperti pasangan yang selalu ia lihat di luaran sana. Namun, sayangnya pemikirannya berbanding terbalik dengan kenyataanya. Tidak ada Arka yang baik dan perhatian, tidak ada Arka yang romantis bagaikan pangeran. Bahkan, rasa peduli pun sepertinya Arka tidak punya. Jika di luaran sana banyak pasangan yang merayakan hari spesialnya--walau baru mengulang bulan--dengan acara yang sedikit berkesan, tetapi mereka berbeda. Tidak ada perayaan-perayaan yang mereka lakukan. Tidak, lebih tepatnya yang Arka lakukan, karena mau bagaimanapun Risa selalu menunggu momen itu. Hari ini, tepatnya hari spesial tiga bulannya hari jadi Arka dan Risa. Tidak ada acara berkencan atau sekedar nge-date biasa, tidak ada waktu yang mereka habiskan berdua. Bahkan, untuk sekedar mengobrol berdua saja mereka tidak ada. Risa selalu berusaha, tetapi Arka selalu menolaknya. Benar-benar cowok yang tingkat cueknya sudah tidak bisa diragukan lagi. "Aduh, Ar, lo, kok, gitu banget, sih?! Lo nggak inget hari ini hari apa? Tanggal berapa? Bulan ke berapa?" tanya Risa sembari berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Arka. Arka tidak menggubrisnya, cowok itu tetap berjalan santai tanpa beban. "Inget, hari selasa, tanggal dua delapan, bulan ke satu," jawabnya tanpa menatap Risa. Risa berdecak kesal, kenapa Arka tidak kunjung peka juga? "Ih, hari ini, tuh, hari jadi kita yang ke tiga bulan, masa lo nggak inget, sih?! Emang lo nggak ada kejutan spesial gitu buat gue? Atau paling nggak kata-kata romantis gitu?" Mendengar itu, Arka terkekeh pelan, ia berbalik untuk menghadap Risa yang ada di belakangnya. "Mending lo tidur dulu, gih, nanti gue nyusul." Risa tahu arti dari perkataan Arka barusan. Arka menyuruhnya untuk tidur. Secara tidak langsung, cowok itu mengatakan kalau hal yang ia sebutkan tadi hanya bisa didapatkan di alam mimpi. Lihat? Benar-benar menyebalkan, bukan? Risa memberengut kesal. "Kalo lo gitu terus, gue mau cari cowok lain aja yang lebih perhatian dan romantis sama gue." "Bagus. Silakan aja, gue nggak larang." Jawaban Arka tentu saja jauh dari dugaannya. Tidak ada marah, apalagi kata-kata menahan supaya dirinya tidak benar-benar mencari cowok lain. "Lho, kenapa? Lo nggak bener-bener sayang, ya, sama gue?" "Lo harusnya udah tau, saat gue minta sama lo untuk nerima gue, itu udah pasti karena sayang, bahkan cinta. Tapi tuhan lebih sayang sama gue kalo lo bener-bener ninggalin gue dan cari yang lain. Itu tandanya, lo bukan jodoh gue." Setelahnya, Arka kembali berjalan dan meninggalkan Risa begitu saja. Jangankan untuk mencari yang lain, menghentikan perasaannya untuk mencintai Arka saja, Risa tidak yakin bisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD