Prolog

346 Words
Aku hanyalah gadis biasa, dulunya. Hari-hariku dipenuhi dengan kesendirian dan kesepian. Aku selalu memaksakan diri berekspresi dingin pada siapapun yang kutemui. Alasanku sederhana, karena aku benci dianggap lemah. Setidaknya dengan memasang tampang galak bin garang orang-orang sirik, dengki, busuk hati jadi berpikir dua kali untuk mengusikku. Dari luar orang-orang berpikir hidupku sangat sempurna, setidaknya kelihatan seperti itu. Nyatanya, kehidupanku sangat tidak sempurna. Hidup dirundung kesepian bukanlah pilihan yang kuinginkan, melainkan hukum kehidupan. Kenapa aku bisa berkata demikian? Sesungguhnya aku telah melakukan kesalahan, ya meskipun nyatanya aku tak ingat apa kesalahan yang kuperbuat. Lebih jelasnya, aku melihat dua kematian yang tepat berada di depanku, kematian ayahku dan juga sahabat baikku. Keseharianku hanya melakukan hal yang sama berulang-ulang; makan, tidur, sekolah, belajar, melakukan pekerjaan rumah tangga, melamun, ke toko buku, dan kegiatan tak penting lainnya. Keseharianku terus seperti itu. Jika kalian berpikir hidup seperti itu enak, kalian salah besar. Aku merasa ada sebuah lubang di dadaku yang sampai saat ini belum tertutup, tepatnya aku belum bisa menemukan apa dan siapa yang bisa menutup lubang itu. Aku merasa hampa, teramat hampa hingga rasanya aku memilih menyerah menjalani hidup. Rasanya, aku ingin mengakhiri hidupku. Aku pernah mendengar seseorang berkata bahwa ‘hidup adalah sebuah masalah, jika kamu tak memiliki masalah dalam hidupmu, maka itulah masalahnya’. Kata-kata itu membuatku berpikir dan mengingat sebuah kenyataan, bahwasannya hidupku dan keseharianku yang monoton adalah sebuah masalah. Lubang di dadaku dan kehampaan yang kurasakan adalah sebuah masalah yang sampai saat ini belum bisa kutemukan penyelesiannya. Aku lebih suka menyelesaikan perkara ataupun persoalan kimia dan fisika dibandingkan harus merasakan kehampaan dan kesepian yang melanda. Hidupku yang seperti itu tak berlangsung lama, ya setidaknya begitu sampai sebuah kejadian aneh mengubah hidupku yang hampa menjadi luar biasa. Hampa yang kurasakan tergantikan dengan berbagai ekspresi. Kesepian yang kurasakan berubah menjadi keramaian. Dingin yang selalu kurasakan berubah seketika menjadi kehangatan. Gulita yang menyelimutiku perlahan disinari cahaya. Aku ingin mempertahankan semua perasaan dan ekspresi yang kurasakan, namun takdir selalu memiliki jalan yang berbeda. Takdir tak mengizinkanku untuk bahagia hingga malapetaka melanda hidupku. Namun demikian, aku harus menyelamatkan mereka, karena... akulah yang bisa melakukannya. “Jika ada yang mengusik kebahagiaanku, maka hidupku kupertaruhkan untuk melindunginya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD