JM-1

1537 Words
“Siapa dia? mengapa terus mengikutiku?” tanya seorang wanita yang baru saja keluar dari lift dan berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di lantai dasar sebuah apartemen. Suara tapak sepatu pantofel yang duduk manis di kakinya menghentak bumi sedikit lebih keras dari biasanya. Hal itu karena kecepatan yang dia gunakan juga lebih banyak sekarang akibat dirinya merasa diikuti oleh seseorang dari arah mobil yang parkir di sana. Wanita yang tengah menyelamatkan diri dengan terengah-engah itu, tak menghiraukan kancing jas hitam yang dipakainya lepas dan jatuh ke lantai. Sekitar 10 meter dari posisinya, ada seorang pria asing yang berjalan menuju mobil wanita itu. Langkah kakinya panjang sekali, hal itu karena postur tubuhnya yang tinggi membuat tungkai kaki jenjangnya itu mengayun lebih cepat beberapa detik dari wanita tersebut. “Nona!” panggil si pria misterius. Mendengar dirinya dipanggil wanita berambut pendek tersebut terkejut kemudian sempat tergelincir karena menoleh ke belakang dan membuat kakinya tersangkut besi di pelataran parkir sebuah apartemen itu. “Ah!” jeritnya dengan wajah ketakutan. Harusnya dia tidak perlu setakut itu. Pekerjaannya berkaitan dengan perlindungan seseorang pejabat tinggi negara, tetapi begitu dirinya merasa diteror, wanita itu pun mendadak panik. Kunci mobil yang ingin diambil dalam tas juga tiba-tiba tidak bisa ditemukan. Terselip di antara buku catatan dalam tas sandangnya. Ya Tuhan, ke mana kuncinya? Keluhnya merasa gugup ketika sudah berada di mobil. Beberapa saat sebelum langkah ringan si pria misterius, wanita itu pun berhasil masuk dan langsung mengunci pintu. Kaca jendelanya langsung digedor dengan ujung ruas jari tengah kanan si pria. “Nona, bisa kita bicara?” tanyanya. Wanita itu menoleh kemudian melihat wajah si pria tertutupi masker karet dan juga topi hitam. Pakaian mereka senada. Sama-sama berwarna gelap. Kepala wanita itu menggeleng dan tangannya langsung menyalakan mesin mobilnya. Pria misterius itu ditinggal begitu saja tanpa didengar sedikit pun. Dalam perjalanan, wanita yang bekerja sebagai ajudan menteri itu pun masih berusaha menembus derasnya hujan malam menuju pagi ini. Dia mencoba menghubungi kakaknya yang berada di luar negeri, tetapi tidak diangkat. Wajar saja tidak ada satu pun yang menjawab karena hari sudah sangat larut malam. Termasuk kekasihnya sendiri. Wanita itu kembali mengingat pria yang mengikutinya tadi, berusaha menjabarkan ciri-cirinya. Tinggi sekitar 180cm, ada tanda tato di lehernya bergambar pedang melengkung. Kemudian kulitnya sedikit gelap. Pria bertopeng yang menggunakan jaket hitam tadi langsung terdiam membisu karena ditinggal pergi. Wanita yang bekerja sebagai ajudan menteri ini namanya adalah Chelsea. Dia sudah terbiasa pulang sekitar pukul 2 pagi seperti sekarang, tapi tidak pernah mengalami hal aneh seperti tadi. Memang sudah merupakan konsekuensi dalam pekerjaannya jika berkaitan dengan penjahat. Hanya saja tidak siap batinnya tadi ketika menghadapi momen krusial tersebut. Mungkin juga akibat pengaruh hujan yang turun dengan lebat dan kasus beberapa hari yang lalu membuat mental wanita cantik tersebut hancur lebur. 30 menit berlalu, Chelsea tiba di rumahnya. Wanita itu harus turun dari mobil demi membuka pintu pagar yang digembok. Chelsea tetap waspada pada sekitar. Tangannya gemetar dan membuat kunci itu jatuh ke tanah. Chelsea mengambilnya lagi kemudian berhasil membuka pintu setelah berusaha mengalahkan ketakutannya. Segera wanita itu masuk lagi ke dalam mobil dan memarkirkan kendaraannya di halaman berukuran 4x 6 meter yang ada di pekarangan rumahnya. Sambil terus mengawasi sekitar, Chelsea mengunci lagi pagarnya cepat-cepat kemudian masuk ke dalam rumah. Chelsea bersandar di balik pintu dengan nafas terengah-engah. Wanita itu sudah kacau secara fisik dan mental. Rambutnya acak-acakan, tubuhnya pun basah karena kelamaan membuka gembok pagar tadi. Chelsea melepaskan jas yang sudah menjadi media penyerap air hujan di malam menuju pagi ini. Chelsea memasukkan pakaiannya begitu saja ke dalam tempat penampung pakaian kotor bersama celana panjang dan kemeja putihnya. “Sepertinya mandi akan membuatku lebih segar,” bisiknya sendiri. Hanya tersisa tubuh polosnya yang menggunakan dalaman, sedang berjinjit ke arah kanan, menuju kamar mandi. Langkah jinjitnya bertujuan untuk membuat lantai tidak basah, tetapi sifat air itu tetap lah mengalir dari daerah tinggi menuju daerah yang lebih rendah sehingga usahanya itu terkesan sia-sia. Chelsea langsung masuk ke kamar mandi kemudian membasuh tubuhnya dengan air hangat, berharap bisa melunturkan segala penat dan juga rasa takutnya. Namun, tiba-tiba dia melihat seseorang berada dalam rumahnya dan lebih tepatnya di dalam kamar mandi itu juga. “Huh?!” ucapnya kaget dengan mata terbelalak. Keesokan harinya, setelah kejadian misterius itu, di sebuah kedai kopi yang terletak di arteri kota kecil dekat dengan daerah pegunungan. Pagi berjalan normal untuk masyarakat sekitar. Orang-orang datang ke berbagai tempat, lalu duduk dan menikmati pesanannya. Sama seperti yang sedang dialami oleh seorang pria yang memiliki perawakan santai, menggunakan celana kain krem, kemeja lengan pendek biru muda yang tidak dimasukkan kemudian memakai topi ala petani berwarna coklat muda itu pun dibukanya begitu pesanannya datang, lalu ditaruh ke atas meja. “Terima kasih!” ucapnya pada seorang pelayan pria. “Ya, selama menikmati!” sahut pekerja kedai itu. Pria itu menyesap kopi hitam panasnya kemudian mencelupkan potongan roti gandum ke dalam cangkir sebelum dimakan. Meski ada selai kacang yang disediakan kedai ini, tetapi dia lebih suka roti tanpa apa pun bertemankan kopi hitam. Tiba-tiba, pria itu mendengar ada berita terbaru yang disiarkan televisi. Sontak semua perhatian orang yang ada di kedai itu beralih ke televisi yang ada dekat dengan meja kasir. "Ajudan Menteri Perhubungan ditemukan tewas di rumahnya, beberapa jam setelah selesai bertugas. Polisi menemukan jejak sepeda motor di belakang rumahnya dan juga jejak kaki. Belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak kepolisian karena area TKP sedang diperiksa dan diberi garis pembatas," ujar pembawa berita. Pria berkemeja biru muda tadi pun mendengar serius berita dari televisi itu. "Chelsea adalah pengawal terbaik yang bekerja dengan sangat profesional. Dia juga wanita yang sopan. Semoga dia diterima di sisi-Nya dan semua dosanya diampuni. Saya minta segera usut kasus ini!" kata pria berumur 58 tahun dengan mata berkaca-kaca. Spontan pria berkemeja biru tadi langsung menerima panggilan dari bosnya. Hela napas terdengar sebelum menjawab tugas yang pasti datang padanya terkait berita yang baru saja didengarnya ini. "Selamat pagi, Michael!" sapanya lebih dulu. "Kau sudah dapat kabar terbaru?" tanya si bos. "Ya, sudah. Aku akan segera ke sana mengambil berita tambahan. Suruh Jenny mengirimkan informasi yang diperolehnya sampai detik ini." "Baiklah!" Pria tersebut segera meninggalkan uang untuk sarapan dan minumnya pagi ini di bawah cangkir kemudian segera pergi. Sementara itu di lokasi kejadian. Satuan reserse tindak kriminal yang akan menangani kasus ini telah turun ke tempat terjadinya pembunuhan. Menggunakan perlengkapan di tubuh, mereka berusaha melakukan pemeriksaan tanpa harus merusak bukti yang ada di sana. "Siapa yang pertama kali menemukan dia dalam keadaan seperti ini?" tanya komandan mereka. "Siap, Lapor!" Inspektur menghadap padanya. "Silakan!" "Kami mendapat telepon dari seorang nenek yang tinggal di samping rumah korban sekitar pukul 5 pagi. Menurut kesaksian, dia melihat seseorang keluar dari rumah korban dengan membawa benda menyerupai senjata tajam kemudian melompat pagar belakang dan pergi. Si nenek tidak bisa masuk ke dalam karena pagar rumahnya terkunci, jadi dia memutuskan untuk menghubungi polisi." "Terima kasih atas laporan yang kau berikan, saya mau masuk! Jangan lupa kau samakan laporan itu dengan keterangan nenek tersebut," peringat komandan kemudian memakai alas kaki tambahan agar tidak merusak bukti yang akan diselidiki bersama detektif pemerintahan. Pria itu mencoba menganalisis kejadian sementara yang mungkin terjadi tadi malam. Langkah hati-hatinya menapak hingga sampai ke bagian ruangan dekat dengan dapur. Korban masih tergeletak dengan posisi tubuh telentang. Kepalanya menoleh ke kanan, mulutnya mengeluarkan cairan merah kental, kening, kepala dan perutnya terluka. Kaki kanannya lurus, sementara kaki kirinya bertekuk ke luar. Kondisi wanita berambut pendek itu sangat mengenaskan, ada beberapa luka lebam di kakinya. Ada cairan bening juga di lantai. Sang detektif mencoba mengambil sedikit cairan bening itu dengan alat yang dibawanya sendiri dan mencium aromanya. Aromanya menyengat, amonia tinggi bercampur senyawa lain. “Astaga, aku kira air apa? ternyata air pipisnya.” Pria itu mengerucutkan wajahnya dan segera mengelap dengan tisu, lalu mengambil air seni yang diduga adalah milik korban itu kemudian memasukkannya ke dalam wadah dan dikunci dalam wadah plastik. Beberapa foto bukti kondisi kejadian juga harus diabadikan sebagai bukti. Barang-barang di dapur terlihat berantakan, vas bunga dan barang lain di atas meja pendek berukuran persegi panjang di dekat ruang tamu juga berserakan dan pecah. “Chelsea mungkin melakukan perlawanan keras,” katanya pada seorang rekan kerja. “Kemungkinan luka lebamnya terjadi karena benturan kaki ke beberapa benda di rumahnya,” sambar temannya itu. Proses penyelidikan dan pengambilan bukti selesai dalam waktu kurang lebih dua jam. Termasuk melihat langsung jejak sepeda motor dan tapak kaki yang tertinggal di lokasi. "Haha! Sepatu berbentuk persegi?" sahut pria dari tim forensik yang merasa bingung. "Tugasmu dengan tim forensik serta tim lain di markas untuk menemukan pelakunya,” pinta komisaris. Pria itu mengulum bibirnya, kasus pembunuhan dengan bukti abstrak ini akan membuatnya kesulitan. Seorang wanita dari pihak media daring terpercaya yang sudah bekerja sama dengan kepolisian ikut memotret situasi. "Coba saja dia pakai sepatu normal, aku akan lebih mudah mengetahui tipe sepatu yang dikenakannya beserta pemilik kendaraan yang jejaknya tertinggal di sini," bisik pria yang diutus sebagai detektif dalam kasus ini. Ternyata omongannya itu didengar oleh atasan. Komisaris itu pun berdecak kesal. Dasar detektif tidak berkompeten. Masa hanya bisa menangani kasus sepele saja. Awas saja, ya, kalau sampai tidak mau menangani kasus ini, gerutunya dalam hati. Proses pemeriksaan dilakukan sedetail mungkin. Kasus ini merupakan kasus terheboh dalam bulan berjalan. Apalagi terkait dengan pejabat negara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD