Prolog

452 Words
Satya kecil menatap gadis kecil di hadapannya tanpa berkedip. Gadis itu dibawa pulang oleh kedua orang tuanya hari itu. Gadis yang sangat manis, rambutnya panjang sebahu, dia memiliki ciri khas t**i lalat di bawah bibir kecil dan tipisnya, kedua matanya yang sayu menatap lantai dengan gugup. Dia lebih pendek dari Satya dan mungkin juga lebih muda. Beberapa bekas luka terlihat pada lengannya, tubuhnya gemetar entah karena dingin atau karena memang ketakutan. Tapi apa yang perlu dia takutkan? "Namanya Maya, mulai hari ini dia adikmu," kata Bu Rika, Ibu Satya yang berdiri di belakang gadis itu bersama ayahnya. Satya kecil menoleh pada kedua orang tuanya dengan raut muka bingung. "Adik?" "Ya, dia adikmu, Kamu harus selalu menjaganya mulai hari ini," tambah Pak Danu, ayah Satya yang mengenakan seragam polisi. Satya mengamati gadis kecil di depannya itu lagi kemudian tersenyum dengan senyuman khas anak-anak sambil mengangkat tangan kanannya ke udara. "Hai, Dik!" Gadis kecil itu terkejut, secara refleks di meletakkan kedua tangannya di atas kepala untuk melindungi kepalanya. Tubuhnya yang sedari tadi gemetaran pun makin menjadi-jadi. Satya kecil kebingunan dengan reaksi aneh gadis itu dan memandanginya dengan penasaran. "Jangan mengangkat tanganmu tiba-tiba di atas kepalanya," desah Bu Rika. Satya kecil memandang ibunya dengan bingung. "Dia mengalami trauma, dia mungkin mengira Kamu mau memukulnya." Satya menurunkan kembali tangannya dan memerhatikan gadis itu. Tubuh gadis itu terus gemerar tanpa henti. Kejadian macam apakah yang dialami anak ini sehingga dia refleks melindungi kepala ketika orang lain mengangkat tangan? Secara perlahan, Satya mendekati gadis itu kemudian memeluk dan mengusap-usap punggungnya. "Tenanglah, jangan takut. Ada Kakak di sini, nggak akan ada yang berani menyakitimu lagi," kata Satya kecil dengan penuh kasih. Gadis itu tertegun. Tubuhnya berhenti bergetar, dia merasakan sesuatu yang hangat di dalam hatinya. Namun dia masih belum berani beraksi dan hanya membiarkan Satya terus mengusap rambutnya.     "Satya!" terdengar seruan lantang dari luar rumah. Satya tersadar dan melepaskan pelukannya dari adiknnya. "Itu teman-temanku datang, boleh aku main sama mereka?" tanya Satya pada ibunya. "Ya, boleh," jawab Ibu Rika. Satya kecil menatap adik kecilnya. Gadis itu sudah tidak gemetaran tapi matanya menatap lantai dengan sedih. "Maya mau ikut?" tawar Satya. Maya tertegun sejenak, tak ada suara yang bisa keluar dari mulutnya. Dia hanya mengangguk. Satya menyeringai, lalu bertanya lagi pada orang tuanya. "Boleh, kan, Maya kuajak?"  "Ya, boleh." Kini Pak Danu yang memberikan jawaban itu.  Satya kecil menyeringai lalu menarik tangan Maya dan mengajak adik kecilnya berlari keluar rumah. Di halaman rumahnya berdiri tiga orang anak. Anak pertama badannya gendut, yang kedua kurus dan tinggi, yang terakhir memakai rok. Satya tersenyum pada tiga sahabatnya itu.  "Teman-teman, kenalkan ini adikku, namanya Maya." Teman-teman Satya tampak bengong sebentar, tetapi kemudian  mereka dengan kompak tersenyum dan menyapa adik Satya. "Hallo, Maya." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD