Perjodohan dalam kandungan

1295 Words
Di siang hari di kota Surabaya seorang wanita masuk ke dalam rumah sahabatnya, menenteng sebuah paper bag yang berisi beberapa roti buatannya. Hawa tipe wanita yang setia dan pekerja keras. Tingginya 168 cm dan berat badannya 50 kg. Kulit putih bersih seperti porselen dan lembut bagai p*ntat bayi. Wanita itu datang ke rumah Nina sahabatnya sekaligus menemui Damian pacarnya. Nina dan Damian adalah kakak beradik yang memiliki profesi pekerjaan yang berbeda. Nina seorang sekretaris di salah satu perusahaan ternama di kota itu. Dan Damian seorang dokter ahli dalam di rumah sakit miliknya. Hawa dan Nina adalah sahabat saat duduk di bangku menengah atas di salah satu sekolah swasta. Di umur mereka yang sudah memasuki waktu melepas lajang. Tak menyulitkan mereka untuk berhenti bekerja. Hawa sangat sayang dengan sahabatnya yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun. Dengan gembira Hawa menuju kamar Damian mencari pria itu. Ingin memberikan kejutan mendadak tanpa memberitahunya. Pria itu pasti senang melihat kedatangannya. Dengan langkah santai Hawa akan memeriksa semua ruangan, setelah tiba di depan kamar Damian, perasaannya was-was takut membuka pintu karena mungkin saja pria itu tertidur. "Ahhh ... Lebih cepat lagi." itu suara Damian terdengar dibalik pintu. Deg, jantung Hawa akan segera melompat, entah apa yang terjadi di dalam. Semua orang pasti bisa menebak dengan erangan suara seperti itu. Rasa bahagia yang tadi dirasakan berubah menjadi perasaan gelisah. Hawa menarik napas untuk membuang pikiran-pikiran negative yang memenuhi kepalanya. Tangannya perlahan membuka pintu dan melihat sebuah pemandangan yang sangat menghancurkan hatinya. Mereka melakukan aktivitas s*ks dengan penuh desahan-desahan panas. Perlahan air mata yang sejak tadi ditahannya jatuh berderai, Hawa menutup mulutnya dengan perasaan sedih. Mereka berdua tampak sangat menikmati surga dunia yang membawanya kedunia lain tanpa menyadari kehadiran Hawa "Apa yang telah kalian lakukan?" teriak Hawa ingin segera mencabik-cabik perempuan itu. Mereka berdua kaget menghentikan aktivitasnya, dan perempuan itu tak mengenakan pakaian sehelai benangpun menarik selimut yang berada di kakinya untuk menutupi tubuhnya yang terekspos. Damian memakai kembali pakaiannya yang tercecer lalu menghampiri Damian ingin meraih tangan tersebut. "Jangan menyentuhku Kak! Aku jijik padamu. Apa ini kelakuanmu di belakangku?" teriak Hawa frustasi menampar Damian yang tampak merasa bersalah. Dia memegangi pipinya. Perempuan itu bangkit dari ranjang berbicara sinis. "salahmu tak memberinya kepuasaan pada Damian. Apa yang harus dibanggakan dengan perempuan sepertimu?" "Diam kau! Dasar j*l*ng! Tega sekali kau merebut Kak Damian dariku." Hawa bertindak kasar mendorong wanita hingga jatuh di lantai. "Hahaha... Apa perasaanmu sakit?" wanita itu tertawa keras mengejek Hawa yang sudah kehabisan gaya. "aku suka permainanmu sayang, kau benar-benar memuaskanku," sambungnya tersenyum kemenangan kearah Damian. Mungkin Hawa sudah gila sekarang memikirkan kejadian hari ini. Air mata terus berjatuhan, hatinya sungguh sangat sakit. Ia menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya. "Dengarkan aku Hawa! Aku sangat mencintaimu bahkan melebihi diriku sendiri tapi aku seorang pecandu Hypersex sejak lama. Aku tak mungkin memaksamu memuaskanku. Aku tahu itu, aku hanya ingin menjagamu." Damian yang sejak tadi diam membuka suara. "Apapun alasanmu Kak aku tidak menerimanya. Kau mengkhianatiku dan aku tidak akan memaafkannya sampai kapanpun." tatapan matanya begitu meyakinkan. Kata itu sebagai tanda hubungannya telah berakhir. Hawa terus menangis berlari keluar dari rumah itu. "Maafkan aku Hawa." Damian berteriak mencoba mengejar Hawa tapi Nina yang sejak tadi diam melihat pertengkaran mereka meraih tangan Damian untuk menghentikannya. "Kakak tidak usah mengejar Hawa lagi. Nina benar-benar kecewa dengan Kakak. Dan kau perempuan jal*ng keluar dari rumahku sekarang juga." Nina menangis histeris melihat kelakuan kakaknya tega menyakiti Hawa. Dia begitu bodoh mempercayakan Hawa pada kakaknya yang di anggap baik padahal menyakiti hati sahabatnya sendiri. Nina menjodohkan mereka dulu. Kekecewaan Hawa yang iya rasakan sangat dalam. Bahkan ia berjalan sambil menangis. Apa salah gadis itu? Mengapa orang yang dianggap sebagai Kakak tega mengkhianatinya. Kakak? Itu adalah kesalahan Hawa menganggap Damian hanya seorang Kakak padahal dia adalah pacarnya. Seandainya saja Hawa mau menerima cinta Damian dan membuka hatinya, mungkin tak akan menjadi seperti ini. Mungkin saja ia akan melakukan apapun untuk menyenangkan pacarnya. Hawa merasa bukan pacar yang baik, dan ini adalah balasan yang harus didapatkan. Hawa tidak sadar seberapa jauh ia berjalan, kakinya benar-benar letih. Ia berhenti di trotoar sambil menangis, beberapa menit kemudian mobil hitam berhenti tepat didepannya. Ia pikir itu adalah taxi yang lewat, tanpa pikir panjang Hawa membuka pintu lalu masuk kedalam. "Jalan, pak! Bawa saja saya kemanapun." jelasnya tanpa memperhatikan sopir di depannya. Hawa terus menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya. Ia terus mengumpat menyebut nama Damian. Menangis sebanyak ini tidak membuat perasaan Hawa lega, hatinya benar-benar hancur. Luka pengkhianatan Damian sungguh dalam. Semua wanita yang melihat pacarnya tidur dengan orang lain pasti sama dengan sakit hatinya sekalipun hanya dianggap sebagai Kakak. Mobil itu tidak bergerak sedikitpun, Hawa heran lalu menghapus air matanya. "kenapa masih belum jalan, Pak." teriaknya jengkel. "Ini mobilku dan itu supirku," Suara itu berasal di samping Hawa, ia langsung menoleh melihat lelaki yang berpakaian rapi berbicara santai sambil melipat tangannya ke d**a, ia sangat terkejut memperhatikan seisi mobil yang mirip mobil pribadi. Oh, shit... Apa yang telah aku lakukan? Ini bukan taxi. Umpatnya dalam hati. "Maafkan aku, Tuan. Aku akan segera keluar." Hawa begitu malu bahkan sangat malu. Kenapa dia sangat bodoh mengira ini adalah taxi? Tangannya sudah meraih pegangan pintu mobil bersiap akan keluar. Terkunci. Hawa tak bisa membukanya. "Kau masuk kedalam mobilku seenaknya saja dan ingin keluar seenaknya juga. Kau tahu aku tidak suka dengan orang yang masuk ke mobilku tanpa seizinku." sorot mata biru pria itu begitu tajam. Ia semakin mendekat hingga jarak mereka tinggal lima centi. "Aku minta maaf," tangisnya pecah merasa gugup begitu ceroboh hari ini. Hiksss... hikss... "Hapus air matamu!? Aku tidak suka kau menangis. Aku tetap akan memberimu hukuman karena sudah lancang masuk ke mobilku dan kau juga harus menebus kesalahanmu karena mencelakaiku di waktu kecil. Sebagai hukumannya kita akan ke mansionku di New York." Hawa sangat tahu pria ini, dia adalah Adam anak sahabat mamanya. Mereka teman masa kecil yang bertahun-tahun berpisah dan baru di pertemukan kembali minggu lalu di toko roti miliknya. Apa kalian masih percaya dengan perjodohan di dalam kandungan? Ya, takdir kami seperti itu. Nama kami seperti sepasang manusia pertama di bumi ini. Karena orang tua kami sudah menentukan bahwa kelak kami dewasa akan hidup bersama. Astaga, hukuman apa ini? Kenapa harus ke mansionnya di New York. Hawa membeku, jangan-jangan Adam akan memperdayainya disana. "Lepaskan aku! Jangan memperkosaku di mansionmu! Aku mohon jangan bawa aku kesana." Hawa menunduk, meraih tangan Adam. "Rubah kecil yang bodoh! Siapa yang ingin memperkosamu, Hah." Adam tertawa memegangi perutnya yang terasa menggelitik mendengar keluhan gadis itu. "Kau tidak memperkosaku disana, Kan?" tanya Hawa sekali lagi menatap mata Adam yang tampak serius. "Jangan-jangan kau akan menjualku?" raut wajahnya berubah seolah kobaran api memenuhi disana. Pikiran Hawa sudah kemana-mana. Dia tidak bisa mempercayai siapapun. Hari ini adalah hari tersial seumur hidupnya. "Gadis bodoh!? Jika aku menjualmu disana apa yang harus aku katakan pada Mamaku? Pikiranmu terlalu pendek. Sudahlah kau diam saja ikuti perintahku. Dan kau tidak usah khawatir dengan Tante Lani, aku akan segera menelpon mamaku untuk mengabari mamamu kalau kau bersamaku dan baik-baik saja." Adam menekan tombol hijau di ponselnya untuk menelpon Bu Bianka. "Tapi---" Hawa akan membantah. Sebelum itu telunjuk Adam sudah berada di bibirnya untuk menyuruhnya diam. Masalah beres dengan bantuan mamanya, Bu Lani sudah mengenal Adam sejak kecil, ia pasti yakin Adam akan menjaga Hawa dengan baik. "Tidurlah, agar kau tampak segar ketika bangun. Aku tidak ingin melihat kusam di wajahmu lagi karena menangis." Adam membuang mukanya kedepan memperhatikan jalan. Akhirnya Hawa mengangguk. Mobil yang dipenuhi fasilitas sejak tadi melaju diiringi musik klasik membuat mata Hawa mengantuk dan akhirnya diapun tertidur. Adam tahu perasaan sedih Hawa sekarang walaupun gadis itu tak bercerita apapun. Mobil ini sangat canggih, Adam menekan remot dan mengontrol kursi Hawa agar menjadi ranjang kecil. "Maafkan teman masa kecilmu yang bersikap dingin. Aku sudah mengingat semuanya." Adam mengusap rambut Hawa yang tertidur pulas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD