BAB I. Crestel

1136 Words
    Satu sosok wanita Nampak tengah tertidur lelap diatas ranjang. Ia memiliki wajah rupawan yang akan menjadi pusat perhatian semua orang, Kulit putih bagai salju, rambutnya berwarna pirang yang bagaikan dipintal oleh benang emas, di punggung nya terdapat sayap kecil berwarna putih. Sayap ini akan terbentang lebar, bila malaikat ingin terbang.     Wanita ini tidak lain merupakan seorang putri, putri dari kerajaan crestel. Kerajaan yang menjadi tempat tinggal untuk malaikat putih. Setiap keturunan kerajaan akan memiliki tanda lahir berupa lambang sayap putih kecil di punggung tangan kiri, sebagai simbol bahwa keturunan kerajaan merupakan keturunan yang special. Keturunan yang ditunjuk langsung oleh tuhan untuk menaungi para malaikat.     Alice Barclay, itu Namanya.     Obsidian sapphire terlihat tatkala Alice membuka mata, manik yang berkilauan bagaikan batu berlian. beberapa saat kemudian, ia melangkahkan kaki menuju ruang mandi, bersiap untuk membersihkan diri dan menyambut hari baru.     Setelah selesai membersihkan diri, Alice memakai sebuah gaun berwarna kebiruan tak berlengan, dan menyematkan tiara yang terbuat dari emas putih bertahtakan berlian. ***** Alice’s Pov     Aku berjalan menelusuri lorong istana setelah menyelesaikan rutinitas yang membosankan. Melangkahkan kaki menuju ruang makan kerajaan. Ketika sampai, kedua tanganku membuka sebuah pintu besar dengan ukiran bergambar tanaman menjalar. Sosok ayah dan ibu langsung tertangkap indra penglihatanku, mereka tengah duduk di kedua sisi meja yang bersebrangan serta dikelilingi oleh beberapa pelayan yang menaruh piring – piring berisikan makanan.     “Selamat pagi, ayah. Ibu.” kataku mengucapkan salam sambil tersenyum.     “Selamat pagi juga, alice.” Balas ayah diikuti dengan balasan ibu.     Duduk di dalam ruangan makan serta menyantap makanan bersama adalah momen yang paling kusukai. Karena, hanya disaat inilah ayah dan ibu menyempatkan waktu untuk melihatku. Ayahku, Steven Barclay merupakan seorang raja di kerajaan Crestel. Ia akan selalu menyibukkan diri didalam ruang kerja, berusaha keras untuk menyelesaikan dokumen kerajaan serta mendapatkan solusi untuk setiap masalah yang dihadapi kerajaan Crestel. Ayah berusaha begitu keras sehingga rakyat yang ia tanggung tidak akan menderita.     Sedangkan ibuku, Esline Barclay. Wanita yang begitu aku hormati, dibalik wajah yang lembut. Ia adalah wanita tangguh yang mengelola para prajurit terdepan di kerajaan Crestel. Esline Barclay, Seorang prajurit wanita terkuat yang pernah tercatat dalam buku sejarah pada akhirnya terjatuh kedalam pelukan ayah.     Hanya ada suara denting alat makan yang memenuhi ruangan. Tidak ada yang bersuara, karena bersuara Ketika makan akan melanggar norma kesopanan dalam kerjaan. Makanan hari ini bisa terbilang bukanlah menu yang kusukai, sayuran berwarna hijau mendominasi di meja makan. Bukannya enggan untuk memakan sayuran, akan tetapi daging panggang akan terasa lebih baik ketika disantap. Akan tetapi, protes bukanlah sebuah pilihan. Ibuku pasti akan menatap tajam tepat kearahku dengan wajah cantiknya.     Beberapa saat kemudian sarapan selesai. Setelah mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada kedua orang tuaku. Aku segera Kembali kekamar, berdiri di atas balkon kamar seraya memandang langit berbiaskan cahaya biru yang terlihat begitu indah, sangat indah hingga membuatku tidak ingin berpaling, atau sesekali aku akan memandang kerumunan manusia yang tinggal di bawah awan. Mereka nampak begitu kecil dan dipenuhi dengan warna. Dunia manusia dapat kulihat melalui sebuah teropong ajaib yang bisa melihat sebuah objek jarak jauh. Sejauh apapun, teropong ini dapat menjangkaunya.     Melihat mereka berjalan - jalan dengan bebas di jalan menimbulkan rasa iri dihatiku, ingin rasanya terbang menembus cakrawala atau berjalan - jalan dengan bebas tanpa pengawal yang selalu mengawalku, tapi bukanlah berarti aku adalah wanita yang lemah, sebagai putri aku juga diajarkan bagaimana cara bermain pedang, bela diri, memanah dan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh setiap malaikat, tapi kekuatan ini hanya digunakan pada saat saat tertentu saja misalnya saat aku sedang terdesak. Aku melihat lambang sayap kecil berwarna putih di punggung tangan kiriku, lambang yang selalu dimiliki oleh setiap keturunan kerajaan malaikat putih. dan sepertinya di kerajaan asdante, kerajaan malaikat hitam juga akan selalu memiliki tanda seperti ini. Hanya saja mereka memiliki tanda sayap berwarna hitam aku mengetahui hal ini dari guruku yang mengajari semua pelajaran kepadaku di istana.     'Tok...Tok...Tok....'     Tiba – tiba suara ketukan terdengar dari luar kamar.     “Tuan Putri, anda ditunggu oleh paduka raja di ruang keluarga.” kata seorang wanita diluar, yang dapat kupastikan adalah seorang pelayan istana.     “Bailklah, sampaikan pada ayah. Aku akan segera kesana.” Kataku.     Aku tidak menduga ayah akan memanggilku secara tiba – tiba, kecuali bila topik pembicaraan yang ingin ia utarakan begitu penting. Entah mengapa, ada perasaan tak enak yang hinggap di hatiku, seakan memberitahu bahwa akan ada hal buruk yang menunggu. Tanpa berfikir lebih lanjut, aku membuka pintu kamarku dan segera menuju ke ruang keluarga istana.     Sesampainya di ruang keluarga istana, aku melihat ayah serta ibu duduk dengan raut wajah yang serius. Ada sebuah kertas dokumen yang di pegang oleh ayah.     “Apakah ada sesuatu yang perlu ayah sampaikan kepada saya?” Tanyaku dipenuhi dengan berbagai rasa penasaran.     “Duduklah dulu Alice. Ada hal penting yang ingin ayah bicarakan.”     Aku segera mendudukan tubuhku di sebuah sofa yang terletak bersebrangan dengan ayah dan ibu.     “Alice, kau pasti tahu bahwa umurmu sebentar lagi berusia delapan belas tahun. Kau juga pasti sudah akan menduga, kemana pembicaraan ini akan berakhir.”      Kata – kata ayahku bagaikan suara petir di siang bolong, aku hampir melupakan hal yang sangat kuhindari seumur hidupku. Tradisi kerajaan Crestel, tradisi yang dilakukan ketika Putri mahkota telah menginjak umur delapan belas tahun. Aku tidak menyukai pembicaraan ini.     “Sebagai seorang putri mahkota. Kamu, Alice Barclay harus menikah dengan pria bangsawan yang akan dipilih oleh raja.”     Aku tak pernah menginginkan ini terjadi padauk. Karena itulah aku selalu membenci umur 18 tahun, lagipula kenapa putri harus menikah dengan lelaki bangsawan pilihan raja padahal aku juga punya kesempatan untuk memilih siapakah yang pantas menjadi pendampingku.     “Ayah, tapi saya belum siap dengan pernikahan.” Ucapku menolak halus.     “Alice, kau tahu dengan benar. Ini bukanlah sebuah permintaan, namun suatu keharusan yang tak bisa kamu tolak.” Tegas ayah.     “Tapi bahkan saya belum tahu siapa yang akan menjadi suami saya, apakah saya mencintainya atau apakah dia mau menerima saya atau tidak.” Belaku.     Aku mendengar suara helaan nafas dari ibuku, “Tentu saja dia akan mau. Siapa yang berani menolak perintah raja, lagipula kamu adalah putri yang cantik dan pintar. Kamu akan menikah dengan anak bangsawan dari keluarga Diligham, yaitu Hamish diligham.”     Semua pembicaraan ini sangat tidak bisa kutahan lagi. Aku segera berdiri menghadap mereka. Menatap kedua orang tuaku dengan pandangan tajam, kesopanan atau etika kerajaan sudah tak ku perdulikan lagi.     “Saya tetap tidak mau menginginkan ini, ayah. Saya bisa mencari pasangan hidup sendiri tanpa harus ada ikut campur dari raja. Ini adalah hidup saya, dan saya berhak untuk mengatur kehidupan saya sendiri.” Bantahku berusaha untuk tetap tenang.     “Alice Barclay, kehidupanmu memang milikmu. Namun, sadar dengan statusmu sebagai seorang putri mahkota. Kau akan menjadi seorang ratu di Crestel, Kerajaan akan menolak tegas pria sembarangan untuk menjadi raja. Dan sadarlah, aku memang ayahmu, namun aku adalah raja di kerajaan ini. Perintahku adalah mutlak.” Bentak ayahku.     Kesedihan langsung hinggap didalam diriku, namun apa lagi yang bisa kulakukan. Seperti yang telah diutarakan oleh raja Steven, beliau merupakan raja yang tidak bisa dibantah, suka maupun tidak. Ayahku akan tetap melaksanakan perjodohan ini bagaimanapun caranya.     “Seperti perintahmu, Yang Mulia. Saya akan menjalaninya.” ucapku lesuh, tanpa prakata lagi aku segera keluar dari ruangan ini dan kembali ke kamarku sambil tertunduk sedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD