1.

1341 Words
Hari sudah mulai senja, memperlihatkan langit yang sudah berubah warna menjadi kemerahan yang biasanya, pada waktu seperti ini orang-orang sudah berada di rumah berkumpul bersama keluarganya. Namun lain halnya dengan pria yang masih sibuk berkutat dengan banyak kertas-kertas di tangannya. "Zar, lo gak pulang? " tanya seseorang setelah memasuki ruangan pria yang masih sibuk dengan berbagai berkas ditangannya.  "Ntar Thaf, belum selesai nih. " jawab pria itu. "Ya Allah Zar, kan masih bisa besok lagi sih. Udahlah pulang dulu. " "Iya-iya bentar lagi, lo duluan aja deh. " jawab orang itu. "Lo tuh ya kalo udah kerja suka lupa waktu Zar, yaudah deh gue balik duluan ya." "Hhmm" jawab orang itu. Detik kemudian Althaf meninggalkan sahabatnya itu seorang diri. Ya, lelaki yang baru masuk itu adalah Althaf dan yang di sapanya adalah sahabat sekaligus wakilnya di perusahaannya, Nizar. Nizar, nama yang memiliki arti sedikit berbicara atau bisa dibilang pendiam. Dan itulah Nizar, dia adalah sosok pendiam sedikit sekali berbicara sama seperti arti namanya. Nizar adalah seorang pria yang tampan dengan tubuh yang bisa dibilang tinggi. Nizar adalah sosok pekerja keras yang masih menyandang status sebagai jofisa alias jomblo fisabilillah berbeda dengan Althaf, sahabatnya yang sudah menikah tujuh bulan yang lalu. Ketika ditanya kenapa tak kunjung menikah, jawabannya sederhana "belum ketemu jodohnya" atau bahkan hanya dengan senyuman manis saja. Ya bagaimana mau ketemu jodoh, jika kepada perempuan saja sikapnya sangat dingin. Itulah Nizar, entah terlalu sibuk bekerja atau memang tidak mau menikah yang menyebabkan dirinya sampai sekarang belum memiliki atau sekadar mencoba mencari jodoh. "Alhamdulillah, selesai juga akhirnya. " ucap Nizar setelah semua pekerjaannya selesai dan membereskan mejanya yang sedikit berantakan. Nizar memang seorang yang menjaga kerapian dan kebersihan, entah di rumah,di kantor atau dimanapun ia berada. Setelah semua bersih dan rapi, Nizar mengambil jas dan juga tas kerjanya lalu segera berjalan keluar ruangan. Kantor sudah terlihat sepi karena memang ini sudah malam. "Udah mau pulang pak? " sapa seorang satpam. "Iya nih pak, alhamdulillah udah selesai kerjaannya. " jawab Nizar ramah dari dalam mobil. "Yaudah pak, hati-hati di jalan ya. " ucap satpam itu lagi lalu dijawab anggukan saja disertai dengan salam oleh Nizar. Sesampainya di rumah, Nizar segera menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah merasa sedikit segar Nizar keluar dari kamarnya lalu menuju ke dapur untuk memasak makanan sederhana. Ya, Nizar tinggal sendiri di rumah yang bisa di bilang sederhana ini. Rumah berlantai satu yang hanya memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur sederhana. Jika ditanya apakah ia bisa membeli rumah yang lebih besar atau tidak, sudah pasti jawabannya bisa. Mengingat ia menjabat sebagai wakil pimpinan di perusahaan besar yang sukses. Namun untuk pindah dari rumah ini, ia enggan dengan alasan rumah ini banyak menyimpan kenangannya bersama neneknya yang sudah meninggal sejak usianya menginjak lima belas tahun. Sejak neneknya meninggal Nizar tinggal sendiri di Jakarta. Sebenarnya ia masih memiliki orangtua tapi orangtuanya itu tinggal di Bandung dan Nizar enggan untuk di ajak tinggal di Bandung karena suatu alasan. Jujur saja ibunya tidak tega untuk meninggalkan putranya sendiri di Jakarta di usia dini. Namun Nizar berhasil meyakinkan ibunya bahwa ia bisa hidup sendiri di Jakarta. Dan pada kenyataannya memang benar, ia bisa hidup sendiri dan bahkan bisa menjadi seorang yang sukses di usia yang muda seperti sekarang ini. Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan makan malamnya yang hanya berlaukkan telur dadar. Bunyi telepon terdengar ketika Nizar selesai mencuci piring bekas makannya. Nizar pun segera mengelap tangannya dan segera menuju  handpone nya untuk melihat siapa yang menelpon dan ternyata ibu nya lah yang menelpon. Ibunya itu memang tidak pernah absen untuk menelponnya. Tanpa menunggu waktu lama, Nizar segera mengangkat telepon dari ibunya itu. "Hallo Assalamualaikum bu. " ucap Nizar. "Wa'alaikumsalam, Zar udah pulang? " jawab Ibu Ratih di seberang sana. "Udah bu. " "Pasti baru pulang ya? Kamu tuh kalo kerja jangan capek-capek Zar. Ntar sakit loh. Pasti belum makan juga kan? Jangan telat-telat kalo makan Zar. " ucap Ibu Ratih yang mampu membuat Nizar tersenyum. Setiap hari ibunya akan menelpon dan kata-kata itulah yang akan terucap dari bibir perempuan yang sudah melahirkannya itu. "Zar... Kok malah diem aja? " ucap Ibu Ratih lagi menyadarkan Nizar dari kegiatan senyum-senyum nya. "Udah kok Bu, aku udah makan. Baru selesai. " "Beneran? Gak bohong kan kamu sama ibu?" "Bener bu. " "Yaudah deh. Eh Zar, kamu kapan sih mau kasih ibu menantu Zar? Temen-temen ibu tuh udah pamer menantu semua tau Zar. Ibu kan juga pengen. " Degh..... Nizar merasa jantungnya berhenti seketika setiap ibunya membahas tentang menantu. Ah, itu akan selalu terjadi ketika dia berbicara dengan ibunya. "iya, ntar ya bu. Belum ketemu jodohnya. " jawab Nizar pada akhirnya. Itu adalah jawaban andalannya. "haduuhh Zar, gimana mau ketemu jodoh kalo kamunya gak nyari. " "ya nanti ya bu,." "nanti kapan Zar? Kamu tuh umurnya udah cukup Zar buat nikah, udah mapan, udah punya rumah, udah punya kendaraan, udah punya kerjaan tetap. Apalagi yang kamu tunggu sih Zar? " "iya Bu, secepatnya. " "ah kamu tuh, pasti gitu deh. Yaudah deh, istirahat gih. Kamu pasti capek kan? Besok harus kerja lagi. Inget, jangan capek-capek kerjanya, dijaga makannya jangan telat-telat. " "iya bu. " "yaudah, assalamualaikum. " Sambungan telepon terputus ketika Nizar menjawab salam dari ibunya. Percakapan panjang nan sederhana itulah yang terjadi setiap harinya menghiasi pendengaran Nizar. Sebenarnya ia juga ingin segera memberi apa yang di inginkan oleh ibunya, tapi apalah daya jika ia belum mampu.                                                                                                  ***** "Zar,.. " panggil Althaf setelah mendaratkan tubuhnya pada kursi di hadapan Nizar. "hm? " jawab Nizar dengan pandangan masih tertuju sepenuhnya pada berkas di tangannya. "Zar, dengerin gue dulu kek!" ucap Althaf kesal sambil merebut berkas yang ada di tangan Nizar karena setiap diajak berbicara ketika bekerja begitulah respon sahabatnya itu. "ya Allah Thaf ini juga di dengerin sih. " ucap Nizar mencoba merebut kembali berkasnya namun gagal karena Althaf dengan cepat menjauhkan tangannya. "ya gimana mau fokus dengerin kalo mata lo fokusnya di kerjaan Zar? " "ck.. Yaudah-yaudah mau ngomong apa sih lo? " ucap Nizar akhirnya mengalah. "lo masih inget adek gue gak? " jawab Althaf sumringah. "adek lo? Alya? Ya inget lah. " "ck bukan Zar, adek sepupu gue. " "oohh, kenapa emang? Kan gue gak pernah ketemu sama sepupu lo itu. " "nah makanya Zar, hari ini dia mau ke rumah gue. Lo ikut gue ke rumah ya? Biar lo bisa kenalan sama dia. " "nggak ah, kerjaan gue banyak Thaf. Ntar aja deh kapan-kapan. " ucap Nizar berhasil merebut berkas yang berada pada genggaman Althaf lalu kembali fokus pada berkasnya itu. "ayolah Zar, kali ini aja sih. Please... " "Zar.. " "....." "Zar.. " "ck, iya-iya ntar gue ikut. Bawel banget sih lo jadi orang! " "nah gitu dong, gue tunggu jam delapan malem ya? " "hmm" Begitulah interaksi antara kedua sahabat ini ketika tidak ada satupun karyawan di sekeliling mereka. Berbeda lagi kalau ada banyak karyawan, mereka akan saling berbicara formal seperti orang yang saling tidak mengenal. Yang dimaksud sepupu oleh Althaf itu adalah Nasya. Sudah sejak lama Althaf ingin mempertemukan dua orang terdekatnya itu. Namun usahanya selalu saja gagal entah disebabkan oleh Nizar atau Nasya. Tapi Althaf tidak pantang menyerah, ia selalu berusaha mempertemukan kedua orang ini. Entah mengapa, keinginannya untuk mempertemukan kedua orang ini begitu kuat. Nizar pun merasa agak bingung karena keinginan sahabatnya itu yang selalu saja berusaha mempertemukannya dengan orang yang disebut Althaf adalah sepupunya. Tapi apalah daya, ia tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu karena sahabatnya itu terlalu cerewet apabila keinginannya tidak dituruti. Jadilah Nizar mengikuti kemauan sahabatnya itu. Nizar berusaha mengerjakan pekerjaannya agar cepat selesai dan bisa segera ke rumah Althaf. Karena sudah beberapa kali, Nizar lah penyebab gagalnya rencana Althaf itu. Dan untuk kali ini ia tidak ingin menjadi penyebab kegagalan itu lagi.                                                                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD