Chapter 1

2237 Words
Tengah malam waktu yang tepat untuk merilekskan pikiran dengan tertidur lelap. Tapi tidak dengan gadis ini, dia justru berkringat dan nafasnya memburu menahan amarah. Kedua tangannya sibuk memasukkan pakaiannya kedalam koper. Gadis bersurai hitam itu mengambil ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Setelah panggilannya terhubung, tak ingin membuang waktu yang berharga, ia langsung mengutarakan tujuannya. "Ma, Tata akan pergi dari rumah Daddy malam ini juga." ucapnya tergesa. "Kamu yakin? Lalu dimana kamu akan pergi?" "Sementara waktu Tata gak akan tinggal di Indonesia, tapi mama gak perlu khawatir, Tata bakal bisa jaga diri Tata sendiri. I love you mom.." balasnya mengakhiri panggilannya. Brighita Velovy Jodie. Gadis berumur 19 tahun itu sebenarnya juga tidak yakin dengan keputusannya. Namun, egonya begitu kuat untuk meninggalkan rumah mewah Daddy-nya. Orang tuanya sudah berpisah lima tahun lalu. Dan saat perpisahan itu, Brighita tinggal bersama sang ibu. Namun dua tahun yang lalu, Daddy Brighita, mengajak Brighita untuk tinggal bersamanya di rumah mewahnya bersama ibu dan saudara tirinya. Dan selama dua tahun itupula, Brighita merasa terasingkan. Daddy-nya hanya sibuk memberi perhatian pada istri barunya dan anak tirinya. Sedangkan Brighita yang darah dagingnya sendiri, sama sekali tak pernah mendapatkan kasih sayang dari sang Daddy. Bukan hanya itu alasan Brighita pergi dari rumah. Di antara kekesalannya terhadap Deddy-nya masih ada alasan yang paling kuat untuknya meninggalkan rumah yang menurutnya sangat laknat.  Dimana Brighita harus menerima sebuah perjodohan konyol untuk menyelamatkan perusahaan milik Daddy-nya. Namun bejatnya, orang yang akan di jodohkan padanya itu, bermain api di belakang Brighita. Dan pria itu berselingkuh dengan saudara tirinya sendiri. Sial memang. Tapi Brighita sama sekali tak bersedih akan hal itu. Ia justru malah senang, karena tak harus menerima perjodohan konyol itu. Sekarang Brighita ingin hidup bebas tanpa ada satupun orang yang bisa mengaturnya. Berkat bantuan pak Tamrin. Orang kepercayaan ayahnya. Akhirnya Brighita mampu menyusun rencana pelariannya. Pak Tamrin pria paruh baya itu yang sudah bekerja sejak dirinya masih kecil, mampu memahami penderitaannya selama tinggal di rumah Daddy-nya. Mungkin karena itulah pak Tamrin mau menolong Brighita. Akhirnya setelah transit ke Singapura dan di lanjutkan penerbangan menuju Aucland dengan waktu penerbangan kira-kira 13jam lamanya. Brghita sampai di bandara Aucland, New Zealand. Gadis itu sangat senang begitu sampai di negara yang memilik angka korupsi terendah. Sebenarnya pak Tamrin menyarankan Brighita untuk pergi ke New Yourk. Namun gadis itu menolak. Karena besar kemungkinan Daddy-nya mengira Tata berada di tempat itu. Maka dari itu, gadis ini memilih New Zealand sebagai tempat pelariannya. Brighita keluar dari bandara internasional Aucland dengan pakian yang serba hitam. Topi dari bahan lepis, serta sweter rajut warna hitam. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai. Brighita berjalan sembari menyeret koper miliknya. Sekarang yang gadis ini harus pikirkan adalah mencari tempat tinggal untuknya. Mungkin ia akan tinggal di hotel selama sepekan dan akan kembali lagi ke Indonesia seperti arahan pak Tamrin. Langkah Brighita terhenti di pinggir jalan. Matanya melirik ke sekitar. Di tangkapnya sosok pria dengan balutan jas hitam yang bersembunyi diam-diam. Brighita tau pria itu. Dia Andreas. Pemuda kepercayaan Darin mantan tunangannya. Shit! Brighita menggeram dalam hati. Rencana pelariannya gagal. Sekarang bagaimana cara agar ia lepas dari pantauan si laknat Andreas. Brighita mengeratkan topi yang ia kenakan. Menarik nafasnya, mengambil ancang-ancang berlari sekuat yang ia bisa. Sebelum berlari, Brighita menyempatkan diri untuk menoleh tempat dimana Andreas berada. Setelah mengetahui jarak antara dirinya dan Andreas yang lumayan jauh. Brighita berlari dengan kecepatan yang ia miliki. Andreas yang melihat mangsanya berlari. Langsung mengejar Brighita. Sial! Brighita sudah meninggalkan koper miliknya agar tak memperlambat lajunya. Namun larinya masih saja di taraf sedang. Brighita ingin mencoba merubah haluan dengan menyebrangi jalan raya. Tanpa melihat ada kendaraan yang melaju dengan cepat. Brighita tak pikir panjang langsung menyebrangi jalan. Bibbb!! Ckittt! Sebuah mobil sport keluaran terbaru berhenti mendadak akibat ulah Brighita yang menyebrang sembangaran. Sang pengemudi nampak kesal dan mengumpati Brighita. Brighita yang masih syok akan tindakan nekatnya. Berusaha menormalkan detak jantungnya yang berpacu dengan cepat. Syukurlah dirinya masih selamat. Brighita melihat sang pengemudi mobil yang mulai menampakkan dirinya.  Brighita memandang takjub pada pria itu. Matanya yang berwarna biru jernih. Rahang yang kokoh. Dan tatapan tajamnya yang menikam justru menambah pesona orang tersebut. Dan yaahhh.. Jangan lupakan tubuhnya yang tinggi itu. Segala pujian yang ia ucapkan buyar akibat makian pria itu. "Hey girl! Apa yang sedang kau lakukan!" sentak pria itu. Tentunya dengan bahasa inggris. Brighita yang sadar, melihat ke sekitarnya. Mencari keberadaan Andreas. Pria itu kini berdiri di sisi jalan sedang memperhatikannya. "I'm sorry sir." ucapnya membungkukkan badannya sedikit rendah. Belum sempat dirinya beranjak, lengan Brighita sudah di tarik masuk kedalam mobil. Dengan Brighita yang duduk di samping kemudi. Sedikit helaan lega keluar dari bibir ranumnya karena sudah terbebas dari Andreas. Brighita melihat pria asing yang duduk di belakang kemudi. Tatapannya fokus kedepan dan terkadang melirik kaca spion untuk melihat keadaan di belakang. Brighita sedikit heran saat melihatnya. Ke heranannya semakin bertambah di ikuti bertambahnya kecepatan mobil yang ia tumpangi. Brighita menoleh ke belakang. Di dapatinya, segerombolan mobil yang seperti mengejar mereka. Brighita mulai panik memikirkan segala kemungkinan di otaknya. Pria ini tak mungkin seorang kriminalkan? "Sir, siapa kamu sebenarnya? Mengapa mobil-mobil itu terus mengejar kita?" tanya Brighita panik. "Hey girl, you from Indonesia?" Brighita tersadar saat ia malah menggunakan bahasa indonesia, dan bukannya bahasa inggris. Oh God! Brighita sampai melupakan bahwa ia tidak pandai bahasa inggris. Double s**t! Untuk kesialannya hari ini. "Yes sir, i'm from Indonesia. And sorry, i can't speak ingglish." ucapnya menyesal. Pria itu menatap sekilas Brighita. "It's oke. Karena aku juga orang Indonesia." balasnya. Membuat Brighita menoleh kearahnya dengan tatapan tercengannya. Detik berikutnya, tatapan tercengang Brighita berganti menjadi tatapan penuh kelegaan. Syukurlah Brighita bertemu dengan orang Indonesia. Ia bisa meminta bantuan padanya. Mobil yang ia tumpangi berhenti di lampu merah. Mungkin ini waktu yang tepat untuk meminta bantuan pria itu. Belum sempat Brighita berucap, ia sudah di kejutkan dengan ulah pria asing itu yang melepaskan sabuk pengaman miliknya. Pria itu menatap Brighita dan mengucapkan kata perintahnya untuk Brighita. "Cepat turun, jika kau ingin selamat bersamaku." Belum sempat Brighita memahami situasi. Gadis itu langsung turun dari mobil mengikuti pria asing itu. Sebenarnya bisa saja Brighita menolak. Tapi alibinya justru berkata untuk mengikuti pria itu saja. "Ada apa.." ucapan Brighita terpotong akibat tangannya di tarik oleh pria itu. Pria asing itu menarik tangan Brighita dan berlari di depannya. Brighita yang masih belum paham dengan apapun. Hanya mengikuti saja pria itu berlari. Tenaga Brighita mulai habis. Setelah tadi ia berlari dan hanya mendapatkan sedikit istirahat, sekarang Brighita harus berlari lagi. Entah untuk apa ia berlari. "Tuan.. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Brighita tersengal-sengal akibat kelelahan. "Lihatlah kebelakang." Brighita menuruti pria itu. Menolehkan pandangannya ke belakang. Matanya membulat sempurna dimana ia melihat sejumlah orang berpakaian hitam tengah mengejar mereka berdua. "Mereka siapa tuan?" tanyanya khawatir. "Pembunuh." balas pria itu dengan santainya. Seketika itu pula, Brighita merasa terperangkap dalam kandang harimau. Triple s**t! Untuk harinya yang penuh dengan kesialan. Pria asing itu mengajak Brighita memasuki salah satu pusat perbelanjaan. Di tempat itu, pria itu menarik Brighita masuk di dasalah satu toko khusus pakaian. Di tariknya tangan Brighita ke dalam ruangan untuk berganti baju. Tubuh Brighita di himpit di pojok ruangan yang tak terlalu besar itu. Keduanya saling menormalkan nafas mereka masing-masing. Pria itu melepaskan topi yang sedari tadi di kenakan Brighita dan di buangnya ke sembarang lantai. Tak lupa juga pria itu melepaskan jaket kulit miliknya. Pria itu mengenakan kemeja putih berlengan pendek di balik jaket kulitnya tadi, kemeja yang ia kenakan mampu memperlihatkan bentuk tubuh atletisnya. Brighita tercengang melihat apa yang dilakukan pria itu. Ke tercengangannya semakin bertambah dengan ucapan yang keluar dari bibir pria itu. "Sekarang mendesahlah.." ucapnya sembari merendahkan kepalanya. Mengikis jarak antara wajahnya dengan wajah Brighita. "No! Aku tidak akan mendesah!" tolak Brighita mentah-mentah. "Hey girl, mendesahlah bila kau ingin selamat." titah pria itu. "Tidak akan! Ahhhhhh..." protesan Brighita terganti dengan desahan sexy-nya. Mata Brighita terpejam. Saat pria asing itu sudah lebih dulu menyesap lehernya. s**t! Brighita ingin sekali mendorong tubuh pria itu. Namun kungkungannya begitu kokoh memenjarakan tubuh mungil Brighita. "Aaaaahhhhh... Shhhh..." kembali Brighita mendengar suara laknatnya. Ia merasakan adanya gigitan-gigitan kecil di area lehernya. Ia yakin setelah ini akan ada tanda merah di lehernya itu. Pria asing itu terus menyesapi leher mulus Brighita. Desahan yang keluar dari bibir ranum Brighita semakin membuatnya b*******h. Pria itu melirik melalui cermin di depannya. Pengawal yang sedari tadi mengejarnya, Mengumpat saat melihat kedalam bilik kamar. Dan pengawal bodoh itu tak menyadari keberadaannya. Setelah dirasanya pengawal itu menghilang. Pria itu kembali memejamkan matanya. Dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Sebelum tendangan keras mendarat di selangkangannya. "s**t!" umpatnya. Di tatapnya gadis remaja di hadapannya yang memerah entah menahan malu atau tersipu setelah ia cumbu. Tapi, bukan itu yang di tunjukkan oleh gadis yang bahkan belum ia ketahui namanya itu. "Kau gila tuan! Aku bahkan tak mengenal siapa dirimu  tapi kau sudah memberi tanda di leherku! s**t! Dasar kau BASTARD SIALAN!" murkanya. Tangan kanan Brighita memegang kiss mark di lehernya, dan tangan yang satunya memukuli kepala pria asing itu dengan brutal. "Aw.. Aw.. Heyy hentikan!" pria itu mengambil pergelangan tangan Brighita untuk menghentikan aksinya. "Kalau begitu mari kita berkenalan, dan melanjutkan aktivitas kita yang tertunda tadi." pria itu menyeringai. Bughh! Brighita menggunakan tangan kananya untuk memukul pria itu. "In your dream Tuan." Brighita menepis lengannya kasar. Dan keluar dari ruangan itu dengan amarah yang membumbung tinggi. Oh God! Jika di ingat-ingat lagi, itu adalah desahan pertamanya. Dan sialnya, dia mendesah di karenakan cumbuan pria asing. Melihat Brighita yang keluar dengan angkuhnya. Menimbulkan seringaian di bibir Dylan. Pria yang mencumbu leher Brighita itu adalah Dylan Jordan Bouttier. Dylan terus menatap kepergian Brighita dengan senyum misterius, sebelum akhirnya ia juga keluar dari ruangan istemewa itu dengan langkah santainya. Mungkin ia harus membeli pusat perbelanjaan itu untuk mengenang tempat dimana ia pertama kali mendengar desahan terseksi dari wanita tanpa nama itu. Oh ayolah, Dylan bukanlah pria baik-baik. Dia sering melakukan ONS dengan beberapa wanita di club. Dan hanya  desahan dari gadis itu saja yang menurutnya paling sexy. Brighita berhenti tepat di depan pusat perbelanjaan. Ia mencari ponsel miliknya di saku belakang celananya. Brighita ingin menghubungi Pak Tamrin dan meminta agar kepulangannya di percepat. Tapi apa yang di carinya itu tidak dapat ia temukan. Brighita panik. Ia mencoba memikirkan kemungkinan di mana ia meletakkan ponsel miliknya. Oh s**t! Ponselnya berada dalam tas slempang miliknya. Dan sekarang tas itu... Tertinggal di dalam mobil pria sialan itu... "Aarrghhttt..." geramnya. Mengacak rambutnya frustasi. "Ada apa denganmu pretty girl?" suara di belakangnya membuat Brighita terlonjak kaget. Brighita menoleh ke belakang. Melihat si pemilik suara. "Heeiii Tuan, dimana mobilmu? Aku harus mengambil barang milikku yang tertinggal di mobilmu." pintanya tanpa basa basi. Dylan nampak menimang ucapan Brighita.  "Mobil? Aku tak punya mobil. Bisa kau jelaskan mobil yang mana?" Brighita berdecih mendengarnya. "Jangan berpura-pura bodoh Tuan. Mobil yang kita tumpangi tadi. Sekarang cepat beri tahu aku dimana mobil itu?" "Hmm... Yaaa.. Aku tidak bisa berpura-pura bodoh, karena aku bukan orang bodoh. Aku ini orang yang sangat pintar." balasnya memuji diri sendiri. "Ck! Sudahlah tuan, aku harus cepat menemukan ponsel dan tas milikku. Aku harus memesan hotel untukku bermalam malam ini." jelas Brighita tak sabaran. Dylan mengangguk dengan polosnya. "Kalau begitu tinggallah bersamaku." "Heh? Tidak akan! Aku yang baru mengenalmu saja, kau sudah berani membuat tanda di leherku. Aku tidak bisa membayangkan jika aku tinggal bersama pria bastard sepertimu, bisa-bisa kau membuat tanda di seluruh tubuhku!" "Well, itu memang akan aku lakukan, dan oh yaa.. Desahanmu tadi sangat merdu.." Kedua telinga Brighita memanas mendengar ucapan pria itu. "KYAAAAA! Aku tidak mau mendengar ucapanmu itu! Sekarang cepat kembalikan barang-barangku!" teriak Brighita tepat di wajah pria itu. Oh yaa.. Omong-omong, ia belum tau siapa nama pria asing itu. "Jangan berteriak seperti itu. Dylan, namaku Dylan. Siapa namamu?" Brighita menatap pria yang mengaku bernama Dylan itu. Melihat tatapan teduh pria itu, Brighita membalas ucapannya dengan sopan. Tidak seperti tadi dengan nada yang membara. "Brighita." "Kau sudah tau namaku dan aku juga sudah mengetahui siapa namamu, bagaimana kalau kita lanjutkan aktivitas kita yang tertunda beberapa jam yang lalu?" tawar Dylan dengan senyum menggodanya. "TIDAAAKKKK!" pekik Brighita. Dylan menutup kedua telinganya yang seakan ingin pecah mendengar teriakan Brighita. "Baiklah.. Baiklah... Sekarang boleh aku tau berapa umurmu? Dan kau juga tidak perlu memanggilku dengan sebutan tuan, kau boleh memanggil namaku." Brighita membalas dengan pandangan malasnya.  "Sembilan belas tahun. Dan aku tidak akan manggilmu tuan, apalagi memanggil namamu. Aku lebih suka memanggilmu BASTARD!" balas Brighita menekankan kata umpatan untuk Dylan. Dylan menetralkan rasa terkejutnya saat mengetahui umur Ghita. Kenyataan itu cukup menjatuhkan harga dirinya. Bagaimana bisa ia tertarik secara sexsual pada gadis di bawah umur. "Kata-kata kasar itu tidak pantas untuk gadis kecil sepertimu. Aku ini lebih tua darimu. Soal barang milikmu, mungkin sudah hilang. Maka dari itu ikutlah saja denganku, aku yakin kau tidak mengenal seorangpun di negara ini. Akan sangat berbahaya bagi anak kecil sepertimu jika berkeliaran seorang diri." "Aku bukan anak kecil, aku sudah cukup dewasa untuk tau semuanya." sungut Brighita tak terima. Brighita mulai merasakan pusing yang mendadak menyerang kepalanya. Pandangannya mulai mengabur. Tubuhnya terasa lemas. "Kurasa.. Aku akan.. Pinh.." belum sempat mengucapkan kalimatnya, tubuh Brighita sudah limbung terlebih dahulu kedalam dekapan Dylan yang sigap menangkap tubuh lemah Brighita. "Pingsan." ucap Dylan melanjutkan kata yang tadinya akan di ucapkan Brighita. Dylan mengambil ponsel miliknya. Dan menghubungi orang kepercayaannya.  "Irham. Tolong kau simpan baik-baik barang milik gadis yang tadi bersamaku." setelah menyelesaikan panggilannya. Dylan mengeratkan tubuh Brighita yang ia gendong ala bridal style. "Baiklah pretty girl, kita akan segera pulang kerumah" monolognya dengan smirk di bibirnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD