Prolog

2123 Words
-Silent and Blind- Happy reading yeoreobun... . . GS, Fiction, Romance No Bash please ^^, DON'T LIKE, DON'T READ NO PLAGIARISM PLEASE ^^, Sorry for typo . . . I hope you'll like my story . . . Silent and Blind Cast : Kim Jongin & Do Kyungsoo (GS)                                                                               Prolog   Sinar matahari menyinari wajah Jongin dari celah-celah gorden di kamarnya. Tubuhnya yang berada di dalam selimut tebal terlihat menggeliat berusaha meregangkan otot-ototnya. Tangannya sibuk bergerak mencari benda dengan dua buah bulatan dengan bingkai berwarna hitam. Setelah dapat, Jongin meraih handphonenya yang berada tepat di sampingnya dan memakai kacamatanya.   Ada belasan panggilan tidak terjawab. Selain itu puluhan pesan masuk sudah menunggu respon sang pemilik. Beberapa pesan berisi laporan penggunaan kartu kredit. Mata Jongin masih enggan untuk terbuka seutuhnya. Pekerjannya membuat Jongin harus rela tidur larut malam. Suara teriakan anak kecil terdengar samar-samar. Dengan cepat Jongin bangun dari tidurnya. Mengintip dari balik gorden di kamarnya. Hati-hati. Sangat hati-hati, agar tak ada yang sadar kalau Jongin sedang mengintip. Sudut bibir Jongin tertarik. Ya, bukan tanpa sebab Jongin melakukan ini.   Seorang wanita cantik, berambut hitam bergelombang hingga setengah lengannya, bando kecil berwarna merah mempercantik dirinya. Jaket rajutan berwarna coklat, rok selutut dengan motif garis kotak-kotak, stocking hitam, juga sweater berwarna pink yang ia gunakan sebagai baju, menempel begitu pas ditubuh gadis itu. Jongin masih memandang tanpa henti ke arah gadis itu. Senyum Jongin pun tak lepas selama matanya masih bisa melihat jelas wanita cantik itu.   Jongin mengambil kertas dan pencil yang ada di meja dekat jendela. Dengan lihai tangannya bergerak membentuk goresan-goresan tipis di atas kertas. Semakin lama semakin terlihat jelas apa yang Jongin gambar. Wanita yang sudah menjadi objek Jongin selama beberapa tahun ini. Ya beberapa tahun. Tepatnya sudah 4 tahun. Apa menurut kalian ini waktu yang lama? Bagi Jongin tidak. Tidak ada waktu yang terasa lama bagi Jongin, jika hal tersebut tentang wanita ini.   Dia adalah Kyungsoo. Do Kyungsoo itu nama wanita yang sedang menjadi objek gambar Jongin. Wanita yang selalu membuat Jongin tersenyum setiap pagi. Saat suara-suara gaduh anak kecil terdengar, disitu bisa dipastikan ada Kyungsoo. Kyungsoo seorang guru taman kanak-kanak. Ya, tempat tinggal Jongin berada tepat di depan sebuah taman kanak-kanak. Setiap pukul 9 pagi, Jongin selalu siap untuk mengintip dari balik jendela kamarnya. Melihat sang pemilik wajah cantik tertawa lepas bersama anak-anak yang memakai seragam. Darimana Jongin tahu nama Kyungsoo? Padahal dia hanya mengintip setiap harinya dari jendela kamarnya. Jongin tahu berkat usahanya sendiri. Bertanya pada salah satu orang tua murid taman kanak-kanak tempat Kyungsoo mengajar.   TET.... TET... TET...   Suara bel tanda masuk terdengar. Satu persatu anak-anak berseragam mulai berbaris dan masuk ke dalam kelas meraka. Itu juga tanda bagi Jongin untuk berhenti menatap Kyungsoo dari kamarnya yang berada di lantai dua. Jongin selesai menggambar Kyungsoo. Jongin berjalan menuju sudut di kamarnya. Menempelkan gambar yang baru saja dia buat di sebuah papan berukuran besar. Hampir menutupi tembok kamarnya. Di papan itu sudah hampir penuh dengan kertas-kertas hasil goresan Jongin. Tak ada objek lain. Semua gambar yang ada adalah gambar Kyungsoo. Kyungsoo sedang tersenyum lebar bersama murid-muridnya. Kyungsoo sedang berusaha menghalangi sinar matahari di matanya. Semua adalah gambar Kyungsoo di pagi hari saat Jongin melihatnya. . . . . Mata Jongin sibuk menatap layar komputer di kamarnya. Tangan kanannya sibuk memencet mouse. Sebelah tangannya yang lain sesekali membenarkan posisi kacamatanya yang turun dari posisi seharusnya. Sepiring kentang goreng yang sudah habis setengahnya juga segelas jus apel menjadi teman Jongin. Seseorang dari luar kamarnya mengetuk pintu kamar Jongin dengan tidak halus.   "Jongin-ah! Keluarlah dari kamarmu! Ini sudah siang!".   Jongin menghentikan kegiatannya. Ia beranjak dari kursi yang sudah sejak 5 jam yang lalu ia duduki. Dengan pelan dia buka pintu kamarnya. Menyapa seseorang yang mengetuk pintunya sambil berteriak tadi dengan senyumannya.   "Aku sedang bekerja, eomeoni". "Berhentilah sebentar. Keluarlah dan biarkan tubuhmu terkena udara luar juga sinar matahari". "Kulitku sudah gelap, bahaya jika masih harus terkena sinar matahari, dan aku tidak suka menghirup udara di luar yang sudah mulai tercemar". "Menurutmu udara di dalam kamarmu itu tidak lebih tercemar?". "Eomeoni...", panggil Jongin lirih. "Baiklah... baiklah... aku sudah buatkan makan siang dan juga untuk makan malam. Aku akan pulang". "Hmmm... baiklah. Terima kasih, eomeoni". "Mandilah, kau lihat rambutmu sudah seperti bulu Saebom. Bahkan mungkin Saebom lebih bersih darimu". "Eomeoni...". "Baiklah... aku pulang". "Hmmm... hati-hati, eomeoni".   Wanita paruh baya yang Jongin panggil eomeoni ini bukanlah ibu Jongin. Dia hanya seseorang yang sudah 4 tahun ini menjadi pengganti seorang ibu bagi Jongin. Mereka berdua pun bertemu karena ketidaksengajaan, keberuntungan, dan rasa kasihan eomeoni. Saat pertama Jongin tinggal di tempatnya ini Jongin selalu makan di kedai sup milik eomeoni yang berada di ujung jalan tempat tinggal Jongin. Wanita paruh baya ini bernama Song Jaehui. Dia kesal melihat Jongin yang selalu makan di tempatnya. Pagi, siang, malam. Bahkan membeli air minum kemasan saja, Jongin membeli di tempat eomeoni. Tak hanya itu, Jongin bahkan bisa menghabiskan waktu seharian di kedai eomeoni, tanpa beranjak dari tempatnya duduk. Ny. Song biasa orang-orang memanggilnya, kesal. Bukan kesal karena Jongin yang selalu datang tak kenal waktu. Tapi kesal karena Jongin, pemuda tampan yang hanya menghabiskan waktu di kedai sup Ny. Song tanpa terlihat melakukan pekerjaan lain. Selalu datang dengan wajah lusuh, rambut yang tak jarang tidak rapi. Sampai akhirnya Ny. Song dengan senang hati menawarkan diri untuk menjadi orang yang mengurus keperluan makan Jongin. Jongin menolak? Tentu tidak, ini kesempatan besar. Sehingga Jongin tidak perlu memakan sup di kedai Ny. Song terlalu sering. Sejak saat itu, tanpa canggung dan ragu Jongin memanggil bahkan menganggap Ny. Song adalah ibunya. . . . . Jongin kembali berhadapan dengan layar komputernya. Jongin harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Jongin adalah seorang penulis webtoon. Tapi ini hanyalah pekerjaannya saat waktu luang juga hobinya. Pekerjaannya yang sebenarnya, pekerjaan yang Jongin lakukan selama 3 tahun terakhir ini adalah menulis buku. Bukan buku biasa yang umum dibaca oleh orang-orang. Jongin seorang penulis novel khusus. Novel yang mungkin hanya dia dan kaum minoritas yang mengerti. . . . . TET... TET... TET...   Suara bel terdengar pelan meski sebenarnya itu terdengar nyaring jika didengar dari luar. Jongin yang masih berkutat dengan webtoonnya dengan cepat bangkit dan kembali berdiri dekat jendela kamarnya. Kali ini tanpa mengintip melalui balik gorden. Jongin berjongkok merapat pada tembok,  berusaha sosoknya tidak terlihat. Kembali, selembar kertas dan juga sebuah pencil Jongin ambil untuk kembali membuat goresan-goresan indah membentuk wajah cantik Kyungsoo. Jongin sedikit mengangkat tubuhnya agar bisa melihat keluar. Tangan Jongin sudah siap untuk membuat garis demi garis. Tapi sebentar, ada yang aneh. Sosok yang dia cari tidak ada. Kyungsoo tidak ada. Wanita cantiknya tidak berada di depan sekolah mengantar murid-muridnya yang bertubuh mungil kembali pada orang tuanya.   "Kemana dia? Kenapa dia tidak ada?", resah Jongin.   Karena memang tidak biasanya Kyungsoo tidak terlihat saat waktu pulang sekolah. Jongin  menyimpan kertas dan pencil di tangannya. Dengan cepat berlari menuju halaman depan rumahnya untuk melihat lebih jelas dan mencaritahu penyebab Kyungsoo tidak ada. Jongin tegapkan tubuhnya, membenarkan kacamatanya, sedikit marapikan rambutnya. Pintu pagar dari kayu ia buka perlahan. Ia atur ekspresi wajahnya sedemikian rupa agar tak terlihat aneh.   KREK...   Sedikit suara timbul dari pintu pagar kayu yang Jongin buka. Saat tiba-tiba ada yang melihat kearahnya yang berdiri di depan pintu pagar yang terbuka. Memberikan senyuman paling manis bagi Jongin. Itu Kyungsoo, dan dia tersenyum pada Jongin. Gerakan refleks langsung Jongin lakukan. Mundur satu langkah dari posisinya berdiri dan kembali menutup pintu pagarnya.  Mengelus dadanya yang sekarang sedang berdebar begitu kencang. Sambil berusaha mengatur kembali debaran di dadanya kembali normal, Jongin berjalan masuk ke dalam rumah.   Begitu dekat. Tadi Jongin sangat dekat dengat Kyungsoo. Tapi sialnya, dia tidak bisa melakukan apapun. Hanya mematung beberapa detik dan kembali masuk tanpa ada ekspresi wajah yang berkesan. Sekarang Jongin merutuki dirinya sendiri. Kenapa tadi dia tidak memanfaatkan kesempatan untuk setidaknya mendengar suara Kyungsoo secara langsung. Suara nyaring dering handphone Jongin membuyarkan khayalannya tentang Kyungsoo. Ekspresi gugup yang sebelumnya langsung berubah begitu melihat nama orang yang memanggil Jongin. Jongin geser tanda berwarna hijau untuk menjawab panggilan telepon.   "YA! KIM JONGIN APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?! INI SUDAH KETIGA KALINYA AKU MENGHUBUNGIMU. PEKERJAANMU SUDAH KAU KIRIM PADAKU ATAU BELUM?!".   "Ah, iya. Aku akan segera mengirimkannya".   Tidak ada waktu lagi untuk berkhayal. Jongin kembali berkutat dengan komputernya. Tangannya mulai kembali sibuk mengklik mouse. Jongin kembali pusatkan pikirannya pada pekerjaannya. Debaran kencang di dadanya hilang dengan sendirinya saat atasannya menghubungi Jongin tadi. . . . . Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah mulai kembali ke tempat peraduannya. Jongin sudah berpakaian rapi. Dia seperti ini bukan untuk pergi berkencan atau apapun. Jongin ingin makan di luar. Bukan restoran mewah atau restoran makanan cepat saji. Hanya kedai paling nyaman bagi Jongin. Ya, tidak ada yang lain selain kedai sup eomeoni.   "Kenapa kau kesini? Aku sudah buatkan kau makan malam", ucap eomeoni begitu melihat Jongin datang. "Aku bosan jika harus makan sendiri di rumah eomeoni". "Kau juga akan makan sendiri disini". "Setidaknya aku melihat wajah manusia disini, bukan tembok, kursi kosong, layar komputer, dan lemari-lemari yang hanya diam saja". "Kau ini selalu saja bisa menjawab perkataanku. Kau mau makan apa?". "Aku ingin sup iga, eomeoni". "Baiklah. Sebentar aku buatkan".   Jongin duduk di kursi yang berada di sudut kedai. Meja kayu berbentuk persegi berada di depannya. Seseorang membawa segelas teh hangat untuk Jongin. Tak lama eomeoni datang membawa mangkuk berwarna hitam terbuat dari tanak liat. Dengan isi sup iga pedas yang masih mengepul asapnya. Juga mangkuk stainles steel berisi nasi putih.   "Terima kasih, eomeoni". "Makanlah yang banyak".   Jongin mulai mengaduk sup iga pedas dan siap untuk ia lahap. Satu sendok nasi siap masuk ke dalam mulut lapar Jongin. Seorang wanita masuk menarik kursi yang berada di meja dekat dengan pintu masuk. Jongin mematung. Sendok yang penuh dengan nasi batal masuk dengan mulus ke dalam mulutnya. Itu Kyungsoo. Kyungsoo makan di tempat eomeoni dan yang lebih penting dia sendiri. Jongin bisa saja sekarang ini pindah ke meja tempat Kyungsoo makan sekarang. Tapi itu terlalu berani. Perlu berbungkus-bungkus keberanian agar dia mau melakukan itu. Jongin menahan eomeoni yang baru saja kembali dari meja Kyungsoo.   "Eomeoni, apa dia sering makan disini?". "Siapa? Maksudmu Kyungsoo?". "Iya, dia". "Iya, sudah beberapa hari ini". "Ada apa?". "Tidak, aku hanya tanya. Lanjutkan pekerjaanmu". . . . . Jongin selesai dengan sup iganya. Perut berisiknya sudah diam sekarang tidak lagi protes pada pemiliknya meminta untuk segera diisi. Kyungsoo masih duduk disitu.   "Eomeoni, aku pulang", pamit Jongin. "Hmmm... baiklah. Hati-hati".   Eomeoni mengantar Jongin sampai depan kedai. Saat Jongin akan pergi, Kyungsoo pun keluar dari kedai untuk kembali ke tempatnya.   "Kyungsoo-ssi", panggil eomeoni.   Pemilik nama yang merasa namanya dipanggil menghentikan langkahnya.   "Iya, ajumma". "Pulanglah bersama, Jongin. Ini sudah malam".   Jongin terdiam. Dibenaknya saat ini sedang begitu memuji eomeoni karena menyuruhnya pulang bersama Kyungsoo.   "Tidak perlu ajumma, aku bisa pulang sendiri". "Tidak apa-apa. Lagi pula dia lewat jalan yang sama denganmu, tidak baik seorang gadis berjalan sendirian di jalan yang mulai sepi". "Begitukah? Apa tidak merepotkan?", tanya Kyungsoo sedikit malu. "Tidak. Tentu tidak merepotkan. Kalau begitu silakan jalan lebih dulu. Eomeoni, aku pulang", seru Jongin. "Hmmm... hati-hati".   Jongin dan Kyungsoo berjalan berdampingan saling diam. Ini pertama kalinya bagi mereka berdua. Sang gadis sedang menikmati jalanan yang mulai sepi. Lalu sang pria sedang sibuk mengatur detak jantungnya yang begitu cepat. Akhirnya saat seperti ini tiba. Jongin bersama Kyungsoo. Hanya berdua.   "Kau anak ajumma?", tanya Kyungsoo memulai pembicaraan. "Maksudmu eomeoni? Dia sudah menjadi ibuku sejak 4 tahun ini", jawab Jongin. Kyungsoo tertawa kecil. Itu pemandangan indah bagi Jongin. Bahkan dia bisa mendengar suara tawa Kyungsoo.   "Bagaimana bisa? Apa ajumma menjadi ibumu sejak kau pindah kesini? Kau itu tinggal di rumah yang berada di depan taman kanak-kanak kan?", ucap Kyungsoo.   Jongin terpaku. Kyungsoo tahu kalau dia tinggal di depan taman kanak-kanak. Itu tadanya Kyungsoo tahu Jongin.   "Bagaimana kau tahu aku tinggal disitu?".   Tentu Jongin bertanya. Karena sejak Jongin pindah dan tahu Kyungsoo, dia tidak pernah secara resmi bertemu dan menunjukkan wajahnya pada Kyungsoo.   "Aku tahu dari wangimu", jawab Kyungsoo. "Wangiku?", Jongin balik bertanya. Lalu menciumi tubuhnya sendiri memeriksa apa ada bau aneh di tubuhnya. "Wangimu itu khas. Seperti wangi coklat? Atau vanila? Entahlah, yang jelas wangimu itu khas".   Jongin tersipu mendengar kata-kata Kyungsoo. Itu tanda bagi Jongin bahwa Kyungsoo selama ini tahu bahwa ada dia, yang selalu memerhatikan Kyungsoo dari balik jendela kamarnya. Kyungsoo menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah sederhana.   "Aku sudah sampai. Terima kasih sudah menemaniku". "Kembali...", balas Jongin malu.   Kyungsoo berjalan masuk ke dalam rumahnya. Jongin belum pergi, masih berdiri di depan rumah Kyungsoo memastikan dia benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Jongin melanjutkan perjalanan pulangnya. Jongin benar-benar berterima kasih pada eomeoni hari ini. Membiarkannya pulang bersama Kyungsoo. Jongin yakin, sangat yakin malam ini akan mimpi indah. Jongin sampai di depan rumahnya. Dia merasa ada yang kurang malam ini. Saat ia ingat, Jongin menepuk keningnya sendiri dengan tangan kanannya.   "Nama, aku belum memberitahu dia siapa namaku".                                                                             .                                                                             .                                                                         TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD