Chapter | 1.1 [FIRST FIRE]

2324 Words
   Gerald Henry Ford. Dia lelaki kaya raya, keturunan Indonesia. Bisa dikatakan sangat mudah baginya untuk mendapatkan wanita manapun termasuk kedua istri yang telah Gerald nikahi beberapa tahun lalu dan melepaskan begitu saja. Monique Isabelle dan Ariana Rosell. Namun tidak kali ini, Gerald benar-benar menginginkan hadiah di usianya yang hampir menginjak kepala empat. s**t! Usia yang sepantasnya untuk ia mendapat keturunan. Ya, generasi penerus keluarga Ford yang tak kunjung hadir.      Hingga Gerald memutuskan untuk mendatangi Indonesia, hanya untuk meminang gadis cantik yang masih kecil baginya. Tapi itu tidak masalah bukan? Yang ia tahu, pernikahan tanpa mencintai sungguh hal yang lumrah. Lumrah terjadi, itu pendapat dalam hidup pria bermata biru pekat. Warna yang mampu menenggelamkan siapapun ketika menatapnya.      Entah berapa tetes air mata itu terurai di wajah Vanessa Nathania, menyentuh pipi merona wanita berusia delapan belas tahun. Jemari itu seakan letih menyeka buliran bening di pipinya, sembari menatap hiasan langit-langit gedung pernikahan, gadis kerap disapa Nessa kini menendang kursi berbungkus kain putih. Memporak-porandakan bentuk cantik meja makan area VIP. Andai tinggi badan itu sanggup meraih lampu indah di atasnya, ia ingin menginjak hingga menjadikan serpihan.      Ketika wajah ayu nan anggun berbalut gaun pengantin itu menoleh, sungguh raut mengenakan tuxedo dongker oleh pria berstatus suaminya begitu menggelapkan mata Nessa. Sedikit menjumput kain menjuntai menghalangi langkah, Nessa berlalu ketika pria Eropa itu menghampirinya.      Siapapun yang telah terikat dengannya, tak mampu terbebas kembali. Gerald meraih pangkal tangan Nessa, melirik mata coklat kehitaman dan bibir mungil istrinya, "bersikap manis itu lebih baik, Honey!" Berengsek! Gerald tak mengerti mengapa wanita di depannya menghempaskan cengkeraman. Tentu! Itu karena Nessa tidak mengenalnya.      "Jangan disini Honey, kau sudah tidak sabar aku menuangkan ide malam pertama kita bukan?" Gerald menyeringai, menarik tubuh Nessa mendekatinya.      Sentakan keras pada d**a serta wajah sedekat ini membuat Nessa ingin meludahi. Bukan! Menampar wajah pria memiliki bulu lentik pada mata indahnya sangat pantas, "lepaskan!" Nessa meronta kecil sesekali melirik para tamu undangan.      "Ternyata kau sangat lincah! Aku semakin tidak sabar, little wife." Kedipan pelan namun raut garang Nessa tak menghalau semua pengintaian Gerald mencium bibir istrinya tiba-tiba.      Keras! Dorongan dari jemari kecil itu membuat Gerald geram, namun ia menahan amarah dan melepaskan pelukan. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Nessa, "Lima menit! Jika masih sama, itu artinya kau akan melihat hasil dari ulah kau membangkang, Honey." Gerald pun berlalu dengan senyum menawannya.      Nessa menggeleng lemah, melihat semua sudut arah pandangan dan melangkah cepat menuju pintu belakang gedung. Merasa tergesa yang tak nyaman, Nessa melepas sepatu hak tingginya dan membuang napas lega karena pria terkutuk baginya tak melihat tingkah yang ia lakukan.      Pintu tak terhalang oleh apapun dan siapapun termasuk pengawasan bodyguard Gerald melenggangkan jejak Nessa segera. Ia berlari menuju pintu kayu besar itu dengan cepat, meski terhalang kain putih sutra yang sempat membuatnya tak percaya namun ini pula takkan menyurutkan niat.      Sembari terus menoleh keberadaan Gerald, ia meraih handle pintu lalu menekan tombol menciptakan celah pada kayu itu terbuka pelan.      Benar-benar suatu usaha yang sia-sia, kini tangannya terjerat dan membuat tubuh seksinya terjeda tak dapat keluar, "sebenarnya masih ada waktu tiga menit lagi, tapi kau tidak sabar menunggu Honey! Let's play the game my little wife!" Gerald membawa tubuh istrinya pada rebah pemaksaan di pundaknya, meski hantaman tangan itu mengenai wajah dan punggungnya namun itu seakan kode etika bagi Gerald.      Tubuh kecil Nessa meronta, berteriak sekuat mungkin namun suasana bangunan megah hotel di Jakarta itu begitu sunyi. Ya, sungguh sepi hingga tak ada makhluk hidup berlalu lalang atau sekedar menampakkan diri,      "Lepaskan aku pria monster! Lepaskan aku!" Nessa terus mengepalkan tangan untuk menghantam punggung lebar Gerald, bahkan jemari itu menjambak rambut coklat terang sekuat tenaga. Seperti semula! Sia-sia.      Langkah pelan dengan jejak yang lebar itu Nessa menggeleng cepat ketika Gerald telah membuka pintu kamar hotel. Celah pintu itu tercipta dan Nessa terus berupaya membebaskan diri.      Gerald membanting pintu dengan debum yang teredam oleh suasana kamar kedap suara, melempar tubuh Nessa di atas ranjang hingga memantul indah. Gerald kembali pada badan pintu kamar dan mengunci panel, menengok kearah Nessa yang berlari menuju keberadaannya, "biarkan aku pergi! Buka pintunya!" Gerald mengeratkan gigi, menarik pinggang ramping istrinya menuju tempat tidur.      Air mata itu bergerak menjamah pipinya, Nessa tak sudi ketika pria bermata biru di depannya mulai melepaskan jas, melerai satu persatu buah baju kemeja putih. Nessa pun bangkit dan meluruhkan harga dirinya, berlutut di hadapan Gerald,      "Saya mohon bebaskan saya tuan! Berikan kesempatan untuk saya membayar semuanya." Nessa menyatukan kedua jemarinya, saling merapat kemudian meletakkan didepan d**a dan mengiba.      "Milik siapa yang ingin kau bayar hm?"Gerald melepaskan kancing terakhir kemejanya, "kedua kakakmu? Hmm, mereka saja menjual mu. Tapi kau ingin membayar ku? Dengan apa kau akan membayar, Honey?" Gerald menekuk kedua lutut dan bertumpu pada tapak kakinya, membiarkan bentuk kekar itu masih mengenakan kemeja.      "Lima juta empat ratus lima puluh satu ribu empat ratus lima puluh pound Britania, atau seratus milyar rupiah. Bagaimana? Kau akan membayarnya sekarang, Minggu depan, bulan, tahun? Atau kau tidur manis denganku gadis kecil?" Gerald meraih dagu Nessa, mengangkat satu bibirnya. Puas.      "A...ku bisa bekerja denganmu tuan! Seumur hidup tidak menerima bayaran pun aku bersedia, saya mohon tuan." Nessa menyentuh kedua kaki Gerald, mengerjap menitikkan air mata.      Tandak tanduk memelas di depannya sungguh luar biasa, namun Gerald enggan melepaskan apa yang telah menjadi miliknya,      "Memangnya kau bisa apa, Honey!" Gerald mendekati raut elok dan semerbak aroma leher Nessa.      "Apapun! Aku akan melakukan semua tugas anda tuan! Asal..." Tangisnya tertahan oleh jangkauan udara dalam hidung mancung Nessa, "asal bebaskan aku dari pernikahan ini!" Harapan besar Nessa tercatat kala bibir Gerald diam, menatapnya sayu.      Lelaki dengan bulu di rahangnya antusias melihat kearah Nessa, menaik turunkan manik mata se biru samudera pada kemolekan Nessa,      "Apapun?" Gerald memastikan ucapan gadis belia di depannya.      Nessa mengangguk cepat, mengusap wajah yang basah oleh air mata ketika Gerald bangkit dari tatapan dan tempat menyamani nya. Uluran tangan besar di depan wajah itu tak langsung ia raih dengan mudah, namun Nessa berfikir keras mempersiapkan perlawanan ketika terdapat aksi inti malam ini.      Usia yang baru menamatkan sekolah menengah akhir itu bangun dengan ciri seksama melihat Gerald tak bergeming,      "Ya, apapun tuan Ford!" Lembut, namun meneliti tiap gerakan tangan Gerald mengusap wajah tampannya.      Terlihat beberapa kedipan pelupuk mata yang tak pernah Nessa lihat di jajaran anak Indonesia itu penuh intimidasi. Namun ia bersikap tenang, menutup bagian tubuh atas yang terbuka oleh desain gaun seksi dengan kedua tangan,      "Baiklah! Aku terima tawaran mu Honey. Kau harus menyelesaikan tugas pertama yang seksi hari ini juga." Senyum manis Nessa pudar, terperdaya oleh kalimat harapan besar dari Gerald.      Terangkatnya satu kaki Nessa yang hampir menendang tubuh Gerald gagal seketika. Tangan besar itu menahan kaki Nessa dan mengangkatnya hingga tiba tubuh itu tergeletak di atas ranjang. Dengan cepat Gerald melepaskan kain kemejanya, membuang ke sembarang tempat dan mendatangi kondisi yang hampir bangkit,      "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Gerald membelenggu kebebasan Nessa dengan menjerat kedua tangan.      "Aku tidak mau melakukannya! Lepaskan aku pria berengsek!" Nessa meludah tepat di wajah Gerald, berteriak sekeras mungkin.      Tak mengusap bahkan menghilangkan hasil karya istrinya, Gerald menerjang leher jenjang Nessa mengecup hingga menenggelamkan kepalanya. Meski tubuh dibawahnya terus meronta tak mengenal arti menyerah, Gerald mengeksplor kehalusan kulit Nessa, menjilat rasa yang seketika mengurai degup keras pada jantungnya,      "Aku anggap lunas jika kau mampu memberikan kenikmatan yang luar biasa, Honey!" Gerald menekan kuat kedua tangan yang memutar hendak mencari kebebasan.      Dengan gigi Gerald membuka kain penghalang bentuk d**a indah istrinya, memperhatikan wajah gelisah karena ia terus meneliti tiap tetes keringat dingin. Senyum sensasi Gerald tersemat, lidahnya terjulur menyentuh dasar kulit yang mulus dengan pori halus Nessa.      Jeritannya semakin mengeras ketika beban berat diatasnya menciptakan rasa serta suasana aneh di setiap aliran darah, Nessa menggigit bibir menahan isakan serta tertahannya suara yang hampir keluar.      Menjijikkan! Ketika kedua kali lidah panjang pria di atasnya mendarat tepat di areola mungil yang tiba-tiba tak mengelak sentuhan, "turuti saja reaksi tubuhmu, Honey!" Nessa menggeleng tak tentu arah, berusaha melawan dengan tenaga yang sia-sia. Ya, seluruh anggota tubuhnya terkuasai oleh tangan dan tubuh Gerald.      Merasa kagum dengan penolakan yang meningkatkan kualitas gairah Gerald, ia memainkan p****g itu dengan lincah. Menggigit hingga menyantapnya dengan hisapan lembut. Semakin tinggi pula perlawanan Nessa yang tak terasa apapun di cengkeraman tangan dan Gerald mengerang nikmat.      Bunyian kecap lidah merasai puncak d**a Nessa seakan berdengung dalam rongga telinga, namun semua perlakuan itu membuat Nessa menggeliat kuat seperti mempersilahkan kedua dadanya, "aahh..." Sial! Mulutnya mengeluarkan suara hina pertama kalinya.      Gerald tersenyum kecil melihat tatanan rambut bahkan wajah cantik Nessa ketika meronta, tak merelakan dirinya menyentuh tapi kodrat syaraf dalam menerima kehadiran sentuhan nampak nyata.      "Aahh..." Benar-benar gila! Suara gadis belia di bawahnya mampu menyingkirkan tingkat kewarasan Gerald.      Isakan bahkan teriakan itu parau dan hampir kehilangan nada nya, gerakan perlawanan Nessa semakin melemah. Ia tersengal memerangi harga diri yang tengah dipermainkan, menyesap bahkan meneliti tiap bentuk tubuh yang semakin terlihat hingga bagian bawah.      Masih dengan menjerat kedua tangan istrinya, Gerald melucuti gaun pengantin Nessa. Meremas bentuk perut rata yang telah basah, membelai satu paha mulus Nessa ketika kain putih itu hampir terlepas.      Mengerti akan tenaga yang masih dapat tercipta, Gerald menguatkan niat pada belenggu tangannya. Dengan jemari, Gerald mengapit kedua pipi Nessa membuat mulut istrinya sedikit terbuka, ia mengorek isi celah terdapat gigi dan lidah Nessa, menyesap kuat bibir bawah itu dengan hikmah. Membiarkan ujung lidah Gerald menemui rasa nikmat di mulut Nessa.      Semburan kecil karena tersedak oleh juluran yang tak terhingga, membuat Nessa berteriak penuh kengerian dan berusaha bangkit. Menggeleng cepat menghindari tatapan mata Gerald,      "Aku hanya tidak ingin kau menyakiti dirimu sendiri karena melawan tenagaku, Honey." Gerald tak melepaskan jerat tangannya, merobek gaun Nessa dengan jemari yang tak berperan apapun.      Kini bentuk tubuh yang padat serta molek Nessa memanjakan penglihatan Gerald, ia mengusap lembut betis mulus istrinya. Terus merambat di area kulit menyimpan keinginan Gerald, menarik pelan celana dalam Nessa ketika tenaga itu telah habis dan hanya terdapat nada menahan tangis serta meraup nafas panjang.      Gerald membuka kedua paha Nessa dan menempatkan raut wajahnya tepat di hadapan pemicu utama malam pertama pada pernikahan ketiganya. Aroma khas dari celah surga di depannya mulai menusuk gairah seksualnya semakin meninggi, meneliti kilatan hasil cairan rangsang milik Nessa,      "Rupanya surga milikku ini sudah menikmati setiap sentuhan. Aku akan memanjakan tubuh seksi mu ini, Honey." Nessa menggeleng lemah, menahan kepala yang hendak mencapai klitorisnya.      "J... Jangan! Aku... Mohon, tuan!" Gerald menyingkirkan jemari lentik Nessa, menekan bentuk cuatan kecil dengan jari telunjuk.      "Jangan memohon kepadaku, Honey! Itu tidak akan berhasil dan tugasmu hanya bernyanyi di malam pertama kita ini." Gerald mendasari desah nafas Nessa ketika telah menjilat v****a istrinya.      "Berhenti! Aku mohon tuan! Aahh..." Lagi, rasa khas itu membuat Gerald menagih akan kenikmatannya.       Tak memperdulikan suara lemah tangisan, Gerald menjelajah bentuk lembab dengan dasar yang begitu indah di hadapannya. Mengerang keras bahkan jarinya lincah memainkan peran dalam mengusap-usap milik Nessa.      Kedua pahanya tak dapat menyingkir bahkan menghindari dari semua pihak yang begitu senang dengan bagian bawah nafsu Nessa. Ia terus mengambil stok udara dalam hidungnya serta meremasi kain penutup tempat tidur.      Beberapa detik dalam menuju menit yang teramat menyiksa batin dan tubuh penuh hawa sukar dipahami, Nessa menggeliat hebat. Menoleh bahkan menahan suara seksinya, ia tersedu melihat keasyikan yang mengerikan dengan tatapan luasnya lautan di bawah sana. Menggoda bahkan menjilati seluruh bagian vital Nessa.      Dalam perasaan hancur Nessa berusaha bangkit dengan tenaga yang terkuras, meraih selimut dan memundurkan tubuhnya dari wajah Gerald benar-benar tak semudah bayangannya. Ia menyerupai wadah pemuas yang tak bisa melantangkan penolakan, dan kini tubuh Nessa meregang untuk meraih rambut tebal Gerald,      "AAAKKHHH... c... Cukup! Hen...tikan tuan Gerald aaagghh..." Nessa menggeleng, merasakan kabut tebal di penglihatan serta gemuruh pada puncak yang tak ia pahami.      Rasa itu, sensasi dan hawa panasnya berubah pada desiran darah yang terasa begitu nyata. Nikmat namun ia merasa rendah, berusaha membebaskan diri dari lidah Gerald namun kedua kaki dan seluruh tubuhnya mencakup arti o*****e yang belum pernah ia alami. Apa ini? Kenikmatan dalam melakukan hal dewasa di usianya yang masih mengerti arti perjuangan meraih cita-cita.      Munafik atau naif kah? Nessa menggelinjang kegelian dengan teriakan binal yang tak ia inginkan,      "Hentikan semua ini, aku mo...hon." Nessa melihat wajah tampan mengerikan dengan beberapa tetes cairan miliknya, ia membuang nafas serta menjambak rambut Gerald.      "Kau menikmatinya, my little wife." Gerald bangkit dengan cepat, melepaskan kaitan celana panjangnya.      "Jangan! Aku mohon jangan!" Nessa meronta dengan sisa tenaga, tak berani menatap benda panjang besar nampak kuat yang sempat terlihat.      Gerald mengeratkan genggaman pada tangan Nessa, memburu leher itu dengan brutal. Menjilat hingga menyapu bersih keringat dingin istrinya, "aku mohon jangan lakukan ini! Biarkan aku pergi tuan!" Nessa menyentakkan tubuhnya sendiri, membanting hingga menolak semua belaian lembut namun terasa perih di bagian miliknya.      Entah ilmu sains apa yang dikuasai gadis belia miliknya, ia mampu meluruhkan batin Gerald, meski ia belum menjerumuskan pemuas kebutuhan di dalam inti perkawinannya, namun jeritan itu seakan sensasi indah di telinga dan mata Gerald.      Gerald mengeratkan genggaman satu tangannya, menguasai bentuk jati diri prianya menekan-nekan v****a Nessa. Gagal! Ia tak berhasil meraih kenikmatan dan berusaha menyentak kuat dengan satu tenaga yang menghunus celah istrinya.      Mata birunya terbelalak! Seketika melihat wajah Nessa yang menahan rasa sakit, "aaahh... Hen...tikannhh... S... Sakiiitt..." Gerald menghentikan hujaman nya, meneliti tiap kelopak mata Nessa terpejam sangat erat. Lebih erat dari yang sulit Gerald pahami,      Wanita ini! Dia... Masih gadis? Tidak mungkin! Malas dengan berbagai tanya di hatinya, Gerald menyentuh bagian yang telah tertanam separuh. Ia menarik gairah yang berkuasa dibawah sana.      Jeritan itu melemah, namun keniatan dalam teriakan masih terurai di wajah istrinya. Gerald tak percaya! Lebih tepatnya, sulit mempercayai tiap cairan merah di batangnya. Melihat kembali tetesan darah mengenai kain putih sprei.      Gerald membelai pelipis terpenuhi cairan keringat, mengusap lembut wajah penuh dengan air mata,      "Kau adalah milikku selamanya, Nessa!" Wajah tampannya sejajar dengan raut yang terpejam, mengecup kening Nessa.      Gerald Henry Ford mematahkan pendirian, dan ia menegaskan perasaan pada gadis belia yang kini ia renggut harta yang begitu berharga, meneruskan kisah malam ini dan ia bercinta untuk pertama kalinya dengan merasai sebuah kepuasan yang begitu indah dan nikmat dengan istri ketiga dari dua kegagalan membentuk bahtera cinta rumah tangganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD