1. Dipecat

1525 Words
Hujan gerimis disertai angin kencang membuat udara terasa sangat dingin menyertai langkah panjang Ilona yang baru saja turun dari sebuah angkot yang ditumpanginya. Ia langsung melindungi kepalanya dengan penutup kepala yang melekat di hoodie-nya. Gadis berusia dua puluh tahun itu berjalan tergesa menuju sebuah cafe tempat dimana ia bekerja paruh waktu sebagai pelayan. Saat melirik jam tangannya waktu sudah menunjukkan pukul enam petang, ia harap dirinya tak terlambat. Statusnya adalah karyawan paruh waktu karena status dirinya yang masih mahasiswi. Ia biasa bekerja dari pukul enam hingga sebelas malam, tepat di jam tutup cafe tersebut. Sudah satu tahun lebih ia bekerja di tempat itu. Saat berada di dalam cafe, ia langsung mendapatkan teguran dari atasannya yang rajin mengecek kinerja semua karyawannya. "Kamu terlambat lagi! Lihat ini sudah jam berapa?" Alda, sang manager yang baru seminggu menggantikan manager sebelumnya menatap Ilona dengan pandangan tak suka. Hampir setiap hari Ilona datang terlambat, padahal keterlambatannya hanya lima belas menit saja. Hal itu membuat wanita berkacamata itu selalu memperingati Ilona. Ilona tertunduk penuh sesal, ia mengakui kelalaiannya. "Maaf, Bu. Kakek saya sedang sakit jadi saya harus mengurus dulu beliau." Dengan penuh kegugupan Ilona memberikan alasannya. Biasanya sepulang kuliah ia langsung menuju tempat kerjanya, namun berhubung sang kakek tengah sakit, Ilona harus menyempatkan diri pulang ke rumah. "Maaf, itu bukan urusan saya dan saya tak terima alasan apapun. Jika terus seperti itu bisa-bisa karyawan lain mencontoh kamu. Kamu benar-benar tidak disiplin." Alda menampakkan kemarahannya. "Maaf, Bu! Saya janji tak akan mengulanginya lagi." Ilona memohon-mohon. Alda belum terlalu mengenal dirinya sehingga ia kurang bisa memahami gadis berambut ikal yang hidupnya penuh dengan masalah keluarga. Beberapa hari belakangan, Ilona sangat sibuk, bukan hanya urusan tugas kuliah yang menumpuk, melainkan kakeknya sakit keras. "Saya harap ini yang terakhir kalinya kamu datang terlambat. Sekarang ayo kamu cepat kerja!" Alda meninggalkan Ilona yang masih berdiri mematung. Gadis cantik itu berusaha menstabilkan emosinya agar air matanya tak tumpah. Ia harus bertahan menghadapi manager galaknya yang sering berbuat semena-mena. Bukan hanya Ilona yang merasakan, karyawan lain pun banyak yang menjadi korbannya. . Sosok manager baru itu sangat kejam, tak seperti Pak Hilmi, pendahulunya yang baik hati dan murah senyum. Pria itu pindah ke Bali untuk mengurus cabang baru. Sementara Alda ia selalu mencari-cari kesalahan karyawannya. Dengan langkah gontai, Ilona menuju pantry untuk segera mengganti pakaian yang dikenakannya dengan seragam putih hitam, bersiap untuk bekerja. Tugas utamanya adalah mencatat dan mengantar pesanan pelanggan. "Maaf Mbak, Semua tunggakan biaya perawatan Ibu Anda harus dilunasi, kalau tidak maka kami harus menghentikan perawatan ibu Anda." Ucapan perawat rumah sakit terngiang terus di kepalanya. Ia ingin ibunya kembali sehat seperti sedia kala. Bukan masalah kakeknya saja yang mengacaukan pikirannya saat ini namun masalah ibunya yang tengah dirawat di rumah sakit jiwa yang membuat Ilona tak fokus dalam bekerja. Prank Tiba-tiba piring porselen yang dipegangnya terjatuh ke lantai, pecah hingga menjadi beberapa bagian. ilona kaget dan berusaha memungut pecahannya. Ini untuk ke sekian kalinya ia melakukan kesalahan dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Setelah ini gajinya bisa habis dipotong. "Ilona! Kamu bisa kerja engga sih?!" Alda si manager galak yang kebetulan melihatnya segera menegur dan mendekat ke arahnya. Ia memasang wajah sangarnya dan mulai memberikan amukannya. "Maaf Bu, saya tidak sengaja!" Ilona menahan tangisnya. Terlalu banyak pikiran membuat fokusnya hilang hingga memecahkan piring porselin mahal itu. "Ini sudah tiga kali kamu berbuat ceroboh, belum lagi sering terlambat. Karyawan macam apa kamu? Kerja part time saja ga becus." Wanita bertubuh tinggi itu menatapnya dengan sorot tajam penuh emosi. Wajah sang manajer yang cantik sangat tidak cocok dengan perangainya. Satu hal yang membuat Ilona heran, sang manager hanya sinis dan memperlakukan buruk kepada karyawan yang memiliki paras cantik. Ada setitik pikiran buruk jika Alda, tak ingin tersaingi kecantikannya. "Maafkan saya, Bu! Saya tidak sengaja, saya janji akan menggantinya." Ilona tampak gugup. Ia benar-benar merasa bersalah. "Sekarang juga kamu saya pecat!" ucapnya tak berprikemanusiaan. Alda menganggap Ilona sosok yang ceroboh tak layak lagi berada di cafe itu setelah beberapa kesalahan yang diperbuat olehnya. Manager itu terlalu perfeksionis dan sulit untuk dapat memberikan maklum. Wanita berusia awal tiga puluhan itu merupakan manager baru, adik dari pemilik kafe makanya tindakannya selalu sok berkuasa. "Bu, saya mohon beri saya kesempatan sekali lagi, saya janji akan bekerja dengan baik dan tak akan mengulangi keslahan lagi. Kasihanilah saya, bagaimana nasib saya kalau tidak kerja di sini lagi?" Ilona memohon-mohon. Beberapa rekannya sempat melihat adegan itu namun tak berani membelanya. Kemarin seorang satpam baru saja dipecatnya hanya karena sebuah kesalahan kecil. Ilona tak ingin kehilangan pekerjaan. Jika dipecat ia tak tahu harus bekerja dimana. Ia hanya bisa kerja paruh waktu seperti ini karena pagi dan siang hari ia harus kuliah, kecuali jika ia cuti kuliah sementara waktu atau berhenti. Namun, Ilona ingin terus mengenyam pendidikan tinggi agar ia bisa memiliki skill dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. "Dengan berat hati saya tetap memberhentikan kamu. Silahkan kamu keluar dari sini! " Alda mengusir Ilona tanpa hormat. "Oh, iya gaji kamu tidak akan saya berikan karena itu untuk ganti rugi barang yang sudah kamu buat rusak." Ucapan Alda benar-benar membuat Ilona kecewa. Ini sangat tidak adil, hanya karena kesalahan kecilnya. Ia harus diusir tanpa bisa mengajukan keringanan. "Tunggu apalagi? Ayo cepat tinggalkan tempat ini!" Alda benae-benar mengusirnya. Ilona pun lalu bergegas menuju pantry tempat dimana ia menyimpan baju gantinya di loker pribadi. Sungguh malam ini adalah malam yang naas bagi gadis cantik bertubuh tinggi dengan kulit putih itu, Ia tak menyangka jika malam ini adalah akhir dari profesinya sebagai pelayan kafe, ia pun dengan perasaan hati yang sedih dan hancur, melangkah keluar dari tempat itu tanpa sempat pamitan kepada teman-temannya. *** Ilona tak langsung pulang ke rumah kontrakannya, melainkan duduk di pinggir kolam taman yang ada di depan cafe sambil menangis terisak. Nasibnya benar-benar buruk karena telah kehilangan pekerjaannya. Bagaimana nasib keluarganya? Ada empat orang yang menjadi tanggungannya. Meskipun adiknya turut membantu perekonomian dengan membuat es yoghurt dan kue yang dititipkan di warung namun itu tak cukup karena pengeluaran mereka tiap bulannya sangat banyak terutama untuk biaya pengobatan ibunya. Setelah ini Ilona tidak tahu harus melamar pekerjaan ke mana. Mencari pekerjaan di zaman sekarang sangatlah susah apalagi part time. Di saat tengah asyik dalam lamunannya, seorang gadis cantik mendekat ke arahnya dan menyapa. "Ilona!" Ia menyebut namanya Gadis berwajah oval itu terkejut mendengar ada yang mengenalinya. Ia pun menoleh ke arah sumber suara. "Carissa." Ilona menatap gadis cantik yang kini berdiri di hadapannya menampilkan senyuman manis penuh kehangatan. Ia masih bisa mengingat dengan jelas sosok Carissa dengan baik, teman semasa SMAnya dulu. Dua tahun tak bertemu, gadis itu tetap seperti dulu. "Apa kabar Na? Lama ga ketemu!" Carissa mengajaknya berjabat tangan dan bercipika cipiki menunjukkan keakraban. "Alhamdulillah sehat." Ilona menghapus air matanya. Pandangan matanya kembali fokus ke arah lawan bicaranya. Satu hal yang disukai Ilona dari sosok Carissa adalah ia sosok yang supel. Mantan ketua OSIS itu selalu ramah kepada siapa pun. "Kamu ngapain ada di sini?" Carissa menatapnya dengan pandangan heran. Apalagi melihat penampilan Ilona yang berantakan. "Aku baru dipecat," ucap Ilona lirih, ia melirik ke arah cafe sekilas. "Kamu kerja di sini?" Carissa mencoba menerka. Ia pikir Ilona baru putus cinta, ternyata putus hubungan kerja. "Iya. Tapi sekarang sudah enggak lagi." Gadis cantik berambut panjang itu mengangguk pelan. Nada suaranya terdengar sangat menyedihkan. Teman SMAnya tak akan ada yang menyangka jika Ilona Saraswati anak pengusaha kaya yang dulu popular kini sudah jatuh miskin. Sejak ayahnya meninggal setahun yang lalu hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia yang biasa hidup nyaman terpaksa harus menjadi pelayan cafe demi menyambung hidupnya. Semua harta kekayaan orang tuanya disita untuk melunasi utang perusahaan. Sisa tabungan dan perhiasannya habis untuk biaya pengobatan ibunya dan biaya sekolah ia dan adiknya. "Maaf, kamu yang sabar ya, Na! Carissa berusaha menghiburnya. "Kamu ga nyangka kan aku seperti ini." Ilona menatap Carissa. Dulu waktu SMA ia adalah salah satu dari deretan siswa paling popular dan banyak diperebutkan siswa lain. "Udah deh Na, kamu ga usah sedih. Sekarang kamu sabar ya." Carissa tak berniat untuk mengorek masalah pribadi Ilona lebih lanjut. "Oh iya apa kamu mau kerja lagi?" Carissa sangat yakin Ilona butuh pekerjaan. "Iya." Tentu saja Ilona membutuhkannya sebagai penggnti pekerjaannya yang sekarang. Andai harus cuti kuliah untuk sementara waktu ia bersedia melakukannya. Setelah dipikir-pikir setahun ke depan ia harus fokus mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan ibunya. "Kebetulan sekali tempatku butuh orang." Carissa memberikan kabar gembira yang membuat mata Ilona bebinar. "Kamu mau kan jadi caddy." Ia menyebutkan profesi pekerjaan yang ditawarkan. "Caddy." Ilona bergumam. Ia tak yakin. Ia tak pandai bermain golf. Selain itu profesi caddy itu banyak sekali kontroversinya. Di berita gosip, banyak diantara mereka yang dikisahkan affair dengan para pejabat dan pengusaha yang biasa ditemaninya. "Ini kartu namaku. Kalau kamu minat bisa datang ke kantor." Carissa menyodorkan sebuah kartu nama yang langsung diterima oleh Ilona. "Maaf ya aku buru-buru nanti obrolannya kita sambung lagi. " Carissa pamit. Ia harus segera pergi karena memang memiliki janji temu dengan seseorang di cafe itu. "Iya, makasih ya Ris." Ilona menatap kepergian temannya, setelah hilang dari pandangannya, ia pun mengalihkan perhatiannya pada kartu nama yang dipegangnya. **** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD