1. Sekolah baru

1098 Words
Mobil hitam mengkilap dengan plat Bandung, memasuki pekarangan sekolah swasta. Keadaan sekolah saat ini tengah dipenuhi murid-murid yang sedang beristirahat. Mata mereka mengikuti mobil itu yang memarkir di parkiran tamu. Menunggu si pengemudi keluar dengan rasa penasaran. Bisik-bisik mulai terdengar dari para murid. Tak lama dua pintu depan terbuka bersamaan. Satu laki-laki dengan pakaian formal serta sepatu hitam mahal. Keluar dari mobil kemudian merapikan jas nya. Sementara satu nya lagi, kaki putih dibalut kaos kaki serta sepatu putih, turun kemudian diikuti si pemilik. Seorang gadis dengan rambut coklat gelombang. Senyum manis mewarnai pipi nya yang chubby. Kedua tangan nya memegang tas ransel berwarna ungu. Mata nya menjelajah menatap luas nya sekolah nya yang baru. Beberapa cowok yang duduk di pinggir lapangan, mulai ricuh dan saling menyenggol, memberi kode pada temannya bahwa ada siswi baru disekolah mereka. Sementara para siswi mulai merasa sedikit iri, kepo, dan biasa saja. Mereka tetap melihat dua orang itu berjalan menuju tangga dimana tangga menaiki lantai dua. "Saha eta awewe eta?." "b***k anyar." "Jigana eta murangkalih enggal, kuring kantos ningali" "geulis pisan, euy." "Aduh dedek gemes." Mata gadis itu menatap para murid-murid yang akan menjadi teman baru nya. Lantas tersenyum tanpa menyapa pada mereka yang menatap nya. Kemudian melambaikan tangan pada beberapa siswi yang berdiri didepan kelas mereka. Senyum itu seolah menghipnotis mereka, lantas membalas lambaian tangan dan senyuman. Dua orang itu mulai menaiki tangga. "Ini sekolah baru kamu. Semoga kamu bisa beradaptasi lagi, ya." ucap papa Gadis itu mengangguk, "Iya pa, lagian kayaknya pada ramah-ramah." Laki-laki paruh baya itu tersenyum lalu mengeluh puncak kepala sang anak. Mereka berhenti tepat didepan pintu kayu berwarna coklat. Gadis itu mendongak menatap papan nama diatas pintu. RUANG KEPALA SEKOLAH Bibir gadis itu menipis, lalu sang papa mengangkat tangan untuk mengetuk pintu tersebut. Terdengar suara yang menyuruh mereka masuk. Papa membuka nya kemudian berjalan masuk lebih dulu. Papa menoleh, "Ayo masuk." Gadis itu mengangguk kemudian melangkahkan kakinya memasuki ruangan. Kemudian pintu tertutup. ????? Cowok itu berjalan menyusuri koridor. Dirinya memandang lurus kedepan dengan mata tajam nya. Beberapa kali dirinya beralasan dengan murid yang lain. Tapi, bukannya bertegur sapa atau sekedar tersenyum, mereka malah memberi jarak pada cowok itu sembari menunduk. Seperti enggan beratap mata. Cowok itu tidak perduli, ia tetap melanjutkan langkahnya menuju kelas. Karna sepuluh menit lagi, bel masuk akan berbunyi dan siap bertempur dengan pelajaran-pelajaran yang membosankan. ????? "Ah pak Hardian, silahkan duduk." Laki-laki itu tersenyum kemudian duduk, diikuti sang anak. "Maaf menggangu waktunya pak." "Tidak masalah pak. Saya kebetulan tidak sedang sibuk." Hardian mengangguk, kemudian menoleh menatap sang anak yang sama juga tengah menatap nya, kemudian tersenyum. "Maaf pak. Seperti kata saya kemarin. Saya ingin memasukkan anak saya kesekolahan ini." Kepala sekolah mengangguk sejenak. "Iya pak. Saya tidak keberatan jika ada murid yang akan masuk kesekolahan ini. Tapi..." "Saya tau pak. Memang tidak bisa, tapi mau bagaimana lagi. Saya bertugas berpindah-pindah tempat. Mau tidak mau anak dan istri saya juga ikut." Kepala sekolah tersenyum maklum, "Tapi berhubung sebentar lagi memasuki semester dua. Mau tidak mau anak bapak harus... Mengulang." "Saya tau, tapi apapun itu akan saya lakukan asal anak saya bisa mengikuti pelajaran sama seperti yang lain. Maksud saya..." Kepala sekolah mengangguk, kemudian menatap gadis yang juga menatap nya. "Asal ada kerja sama saja..." Hardian mengangguk, "Kalau soal itu, saya bisa. Bapak tidak perlu khawatir." Kepala sekolah mengangguk, kemudian berdiri menuju rak dibelakang nya. Mengambil satu berkas kemudian kembali duduk. "Saya dan sekolah, sayang menerima anak bapak untuk masuk." kepala sekolah mengulurkan tangan, "Selamat bergabung Gladis." Gadis itu menerima jabatan tangan sembari tesenyum, "Terimakasih pak." Kemudian kepala sekolah menjabat tangan Hardian. "Terima kasih sekali lagi pak." "Sama-sama pak Hardian." "Tapi.. Boleh lah saya minta satu hal lagi?" "Apa itu?" Hardian menatap Gladis, "Saya mau anak saya didudukkan dengan orang yang tidak macem-macem pak. Bapak paham maksud saya." Kepala sekolah terkekeh, "Sangat paham. Saya akan mencarikan nya." "Baiklah. Kalau begitu kami permisi dulu pak." Mereka sekali lagi berjabat tangan dan berjalan meninggalkan ruangan. "Kita ke TU dulu, ambil seragam kamu sekalian bayar administrasi." Gladis mengangguk kemudian mengikuti langkah sang papa untuk turun ke bawah. Keadaan sekolah sudah sepi, beberapa menit yang lalu bel sekolah sudah berbunyi. Artinya tengah melangsungkan pembelajaran. "Pa, Gladis haus." "Haus? Mau papa belikan minum?" Gladis menggeleng, "Gak usah, papa disini aja. Biar Gladis cari kantin." Haridan mengangguk kemudian mengeluarkan dompet nya. "Ini, beli minum sama snack." "Yey, makasih pa." Dengan girang, Gladis berjalan meninggalkan Hardian yang terkekeh, kemudian memasuki TU. ????? Mata bulat itu bergerak kesana kemari dengan raut bingung. Gladis kebingungan dimana letak kantin, padahal tadi, ia melihat banyak murid yang keluar dari arah sini. Tapi dirinya tak kunjung menemukan dimana letak kantin. Mau bertanya pun, bingung, disini cukup sepi. Tangan nya bergerak menyentuh kepala kemudian menggaruknya. "Ish, dimana sih." gerutunya. Karna takut nyasar, akhirnya Gladis berniat kembali ke TU dan membeli diluar sekolah saja. Begitu membalikkan tubuh, gadis itu tersentak saat seseorang berdiri lima langkah dari nya. Dengan milik gadis itu tersenyum, "Em.. Maaf, kaget." Cowok itu terkekeh, mengeluarkan sebelah tangan nya dari saku celana kemudian mendekati Gladis. "Anak baru ya?" Gladis mengangguk kaku, harum tubuh dari cowok ini membuat Gladis mabuk. "Iya, aku anak baru." "Nyasar?" tanya cowok itu lagi. Gladis menggeleng cepat, "Enggak kok, enggak." "Terus, kenapa ada disini?" "Itu.. anu... Aku cari kantin. Dimana ya?" "Oh, kebetulan, aku juga mau kekantin. Mau bareng?" Gladis tersenyum lebar, "Ayo ayo, aku haus dari tadi tapi gak tau dimana kantin." "Ayo." Dia orang itu mulai berjalan meninggalkan tempat memasuki bagian belakang sekolah dan ternyata disanalah letak kantin. "Mama kamu siapa?" "Aku Gladis, kamu siapa?" "Aku Bara. Salam kenal." Gladis tersenyum, "Salam kenal juga, Bara." "Silahkan, kamu mau beli apa." Gladis mulai mendekati tempat menjual minum dan jajanan. Dirinya mengambil beberapa jajanan dan satu botol minum. "Ini pak." Gladis memberikan uang. "Makasih neng." ujar bapak penjual. Gladis tersenyum kemudian berbalik. "Kamu gak beli apa-apa?" "Udah kok. Aku beli pena." "Oh..." "Ayo, kayaknya papa kamu nunggu." "Eh,iya. Astaga, papa nunggu aku." Bara terkekeh, kemudian berjalan beriringan bersama Gladis. Mengantarkan gadis itu untuk bertemu papa nya. "Bara, sekali lagi makasih ya." "Sama-sama. Kalo gitu aku tinggal." "Okey." Bara berjalan menjauh meninggalkan Gladis yang berdiri gak jauh dari ruang TU. Setelah melihat Bara yang menghilang diriku han, dirinya berjalan memasuki TU dimana papa nya tengah duduk sembari memainkan ponsel. "Papa." Hardian mendongak, "Astaga Gladis, kamu kemana aja. Papa nungguin dari tadi." Gladis menyengir. "Maaf pa, Gladis tadi kebingungan." "Kamu gak apa kan?" Gladis menggeleng lucu. "Yaudah, ayo papa antar pulang. Sebentar lagi papa ada meeting." "Ayo pa." Ps: maaf ya guys, kalo bahasa sundanya salah. Ini pakai transelit, gk punya temen orang sunda jadi ya gitu? mohon di maklumi ya. Kalo salah tinggal komen aja, yg benernya apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD