Prolog

763 Words
Dia berlari, menembus hutan yang mengelilingi tempat itu. Peluh membasahi pelipis dan sekujur tubuhnya. Rambut gadis itu sudah mencuat ke mana-mana. Dengan napas berantakan akhirnya, dia sampai di depan gerbang. Menggunakan sedikit keahliannya, dia membulatkan tekad memanjat gerbang pemisah antara dunia rumahnya dengan dunia luar. Dia harus berhasil atau segala usahanya akan berujung sia-sia. Lalu, dia akan kembali pada keterpurukannya. Pada hidupnya yang gila. Gadis itu tidak sedikit pun memandang ke belakang, tidak mau kembali terjebak dengan perasaan gundahnya. Tekadnya sangat bulat. Dirinya sudah berdiri di depan gerbangㅡmengatur napas yang putus-putusㅡsejauh ini pelariannya bisa dibilang mudah, mungkin terlalu mudah. Setidaknya tidak ada ribuan peluru yang hadir dan mengejarnya. Hanya orang-orang tidak berguna yang mampu dia bodohi dengan mudah. "Well, that's so easy to escape from hell." Baru saja dirinya merasa senang sekaligus miris dengan keamanan rumahnya sendiri. Sebuah peluru berdesing, melesat sedikit meleset dari kepalanya. Menggores pelipisnya, membuat darah mengalir dengan cepat. Peluru itu tertambat sesaat pada gerbang baja di hadapannya, sebelum jatuh berkelontang. "Oh, they start! Harusnya mereka memberiku sedikit waktu untuk mengambil napas. Sudah lama aku tidak turun kelapangan." Gadis itu segera memanjat. Membuka pintu gerbang jelas bukan ide yang baik karena selain kepalanya yang pusing, gerbang itu hanya bisa di buka dengan tombol dan itu artinya dirinya harus pergi menuju pos penjagaㅡcari mati. Tepat saat dirinya berhasil keluar dan berjarak sedikit jauh, pintu gerbang perlahan bergeser membuka. Hujan peluru segera memberi sambutan. Gadis itu terus berlari dan berlari. Satu dua peluru hampir mendarat pada tubuhnya. Tepat saat dia melayangkan tanganㅡmenghentikan sebuah mobil secara acakㅡsebutir timah panas mengenai pundaknya. "Shit." Gadis itu memaki sekencang mungkin. Merasakan panas dan sakit yang mulai menjalar. Darah tersamarkan pada kemejanya yang hitam. Gadis itu segera melompat pada salah satu mobil yang berhentiㅡmelupakan rasa sakitnya. Sebuah mobil pengantar paket, mobil yang tepat untuk pelarian karena, mobil ini bisa keluar masuk hampir segala kawasan dengan bebas. Di tambah, sepertinya sang sopir tidak akan menendang perempuan itu dengan cepat. Dia bisa melihat ada gurat sendu pada wajah tua sang sopir. Terlalu baik. "Bawa pergi diriku sejauh mungkin." Gadis itu cepat memberi perintah. Tak ada reaksi, mobil dan si sopir masih diam. Seolah kedatangannya seperti iblis yang tidak diharapkan. Gadis itu mengerang tatkala sebuah sedan hitam mulus mulai terlihat pada ujung jalan di belakang mereka. Pada akhirnya dia harus mengacungkan sebuah senjata. Meskipunㅡsungguhㅡgadis itu tak ingin. "Move. Move!" Perjalanannya pun dimulai. Bisa dikatakan pelarian ini sukses. Abaikan dulu luka pada bahu dan pelipisnya, setidaknya gadis itu masih bisa bernapas meski sedikit berat. Setelah dua jam perjalanan, keduanya keluar dari perbatasan, terus menuju timur. Mungkin ada banyak paket yang harus diantar ke timur sana. Setidaknya kemungkinan untuk selamat semakin bertambah, meski lukanya masih basah. Peluru sialan itu masih berada pada bahunya, membuat darah terus-menerus keluar. Tapi keselamatannya benar-benar terjamin, wilayah timur bukan kekuasaan ayahnya. Dia bisa kabur dengan tenang. "Terima kasih dan maaf. Selamat tinggal." Hanya itu yang dia ucapkan saat mobil pengantar paket berhenti tepat pada sebuah bangunan berwarna biru. Kantor pos. Si sopir berteriak memanggil, menyuruhnya untuk menginap saja di sana. Itu jelas tawaran yang menarik daripada berjalan tak tentu arah dengan luka yang masih belum mengering tapi, gadis itu terlampau keras kepala. Dia memilih pergi, terus berjalan hingga kesadarannya semakin lama semakin menipis. Menyisakan pandangan buram yang berkunang. Matanya perlahan terpejam, tubuhnya ambruk pada pinggir jalan ㅡentah di mana. Entah karena, dia kehabisan darah atau karena tubuhnya sudah mencapai ambang batasㅡkelelahan. Bayangan terakhir pada matanya mampu membuat gadis itu sedikit gelisah. Ketidak sadaran ini merumitkan segalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD