PROLOG

634 Words
Author pov     Bella melangkah dengan wajah menunduk menatap ubin kantor yang dilaluinya.  Kinclong.   Bahkan ia bisa melihat bayangannya di ubin yang mengkilap itu.  Sudah lama ia tak melihat ubin semewah ini, sejak....     Bella menghela napas berat.  Lupakan saja!  Ia disini bukan untuk meratapi nasibnya.  Tapi untuk mencari pekerjaan, demi sesuai nasi.      “Dan jangan banyak bertanya selama interview nanti.  Ingat satu hal ini, Pangeran Leonardo tak suka ditanya balik!” ketus wanita berpakaian perlente itu.  Dia memandang Bella dengan pandangan meremehkan.  Mungkin dia heran mengapa perempuan dengan penampilan sederhana seperti Bella bisa nyasar ke kantor elit seperti ini.     "Baik, Nyonya,” sahut Bella sesopan mungkin.      "Panggil saja Mia,” wanita itu berkata dengan angkuh, dagunya mendongak keatas.     Dulu Bella juga seperti itu.  Bahkan mungkin lebih parah.  Dia adalah putri tunggal keluarga mafia terkemuka, sebelum menjadi gembel seperti sekarang ini!  Ah, tak usah mengingatnya lagi.  Bella harus mensyukuri kehidupannya yang sekarang ini, bersama buah hatinya.  Ardilla.      Lalu... bla.. bla.. bla.. bla...  Wanita elit itu menerangkan begitu banyak prosedur dan protokol ketat yang harus ditaati oleh Bella.  Ck, seperti mau bertemu dengan presiden saja!  Pikir Bella sebal.  Eh, bukannya Pangeran itu juga pimpinan kekuasaan?  Di negaranya, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh presiden.  Tapi disini, di negara INDONESANA, kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja.  Khusus Pangeran Leonardo, dia adalah putra mahkota kerajaan INDONESANA.  Ayahandanya, Raja Gerardo telah meninggal.  Jadi pimpinan sementara kerajaan INDONESANA dipegang oleh Pangeran Leonardo, meski dia belum ditahbiskan menjadi Raja INDONESANA.  Bella rasa hal itu tinggal menunggu waktu saja.     Sebelum ini, mana pernah Bella berpikir muluk bekerja dibawah Pangeran Leonardo secara langsung.  Dia tak pernah mengenal Pangeran ini secara langsung, sosok misterius itu hanya diketahuinya dari pemberitaan tentang kiprah dan langkah politiknya.  Bella iseng memasukkan surat lamaran kerja saat ada iklan lowongan kerja yang dikirim ke kos kontrakannya.  Dia tak menyangka kalau lowongan itu diperuntukkan untuk jabatan sekretaris di tempat seistimewa ini.      Bella menatap blazer murahan yang ia kenakan, betapa kontrasnya dengan aura mewah yang tersebar disini.   Tak cocok,  Bella ragu ia bisa diterima disini.   Dirinya tak sesuai dengan tempat ini.   Tapi btw, mengapa harus Pangeran Leonardo sendiri yang mewawancara calon pegawai rendahan seperti dirinya?  Tak mungkin ia tak memiliki staf yang kompeten.  Atau jangan-jangan Pangeran Leonardo tak bisa mempercayai penilaian semua bawahannya!       “Silahkan masuk.”     Bella tertegun ketika wanita elit bernama ‘Mia’ itu mempersilakan dia masuk ke suatu ruangan yang sangat mewah.  Menilik betapa spesialnya desain interior dan perabotan yang ada disini, Bella yakin ini adalah kantor pribadi sang Pangeran.  Ia merasa heran ketika tak menemui kandidat lain yang akan diwawancarai Pangeran kecuali dirinya.     “Maaf, “ Bella menelan ludahnya kelu, “apa tak ada orang lain yang diwanwacarai selain saya?”     “Tak ada,” tegas Mia dengan bibir mencibir seakan itu kenyataan yang membuatnya miris.  “Dan yang mewawancarai Anda adalah Pangeran Leonardo sendiri.  Hanya Pangeran...”     Bella ternganga lebar.  Ia merasa aneh.  Bukannya tersanjung, Bella justru diliputi kekhawatiran.  Apa istimewanya dirinya?  Jangan-jangan di kehidupan kelamnya sebelum ini dia pernah menyinggung ego Pangeran.  Tapi tak mungkin, Bella tak pernah bertemu dengan Pangeran Leonardo!     “Apa Anda hanya akan mematung seperti orang bodoh disana?” sarkas Mia, Bella tersadar karenanya.     “Maaf,” gumam Bella lirih.   Dengan kikuk ia masuk ke ruangan mewah itu.  Pintu tertutup begitu ia telah berada didalam kantor pribadi sang pangeran.  Kini dia hanya berdua, bersama dengan sesosok pria yang berdiri membelakanginya.  Pasti dia Pangeran Leonardo, Bella memperhatikan pria itu dengan seksama.      Dari belakang, Sang Pangeran nampak gagah dan berwibawa.  Aura kebangsawanannya amat dominan.  Sayang Bella tak bisa melihat wajahnya, karena Pangeran Leonardo asik mengamati sesuatu dibalik dinding kacanya.   Andaikata, dia dilengkapi dengan wajah nan tampan... semakin sempurna lah penampilan sang Pangeran, pikir Bella iseng.  Mulut Bella ternganga lebar begitu Pangeran Leonardo membalikkan tubuhnya dan berhadapan muka dengannya.      Wajah itu,  Bella tak mungkin bisa melupakannya!     Bibir Bella spontan mendesis, “Cinderella man...”               ==== >(*~*)< ====    Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD