Part 1

1009 Words
Senja itu Jihan tengah membenahi beberapa barang di rumah neneknya, yang sudah lama tidak terawat semenjak kepergiannya. Namun tiba-tiba ponsel gadis itu berdering. Gadis itu berlari menuju ke arah meja tempat dia menaruh ponselnya. Jihan segera meraih ponselnya dan menerima panggilan telepon. "Hallo, bisa bicara dengan nona Jihan?" Sapa suara seseorang dari seberang. "Iya, dengan saya sendiri." Jawabnya tanpa peduli. Seolah-olah bukan yang pertama kalinya dia mendapatkan telepon dari orang tak dikenal. Jihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menunggu jawaban dari seberang. "Saya dari kantor kepolisian, ingin memberitahukan bahwa surat pengajuan lamaran kerja anda kami terima, besok diharapkan untuk datang ke kantor, menerima misi pertama anda. Silahkan datang ke kantor untuk detailnya." Jelas orang tersebut tanpa memberitahukan namanya. Dan langsung memberikan misi padanya. Jihan sedikit terkejut, tapi juga merasa sangat senang karena diterima bekerja walaupun masih dalam tahap seleksi. "Siap saya akan segera ke kantor besok. Terimakasih atas informasinya." Jawabnya sambil tersenyum berjingkrak riang. Gadis itu bergegas mengemasi beberapa barang yang akan di bawanya ke tempatnya bekerja besok. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam koper. Dia segera mengemasi beberapa barang yang ada di rumah karena mungkin dia kembali dalam waktu yang lumayan lama. Jihan seorang gadis riang, mandiri, dia tidak memiliki orang tua, sedari kecil dia hanya dirawat oleh neneknya yang tinggal di desa terpencil. Dia tidak sekalipun pernah bertemu dengan kedua orang tuanya. Bahkan sebuah foto juga tidak ada. Gadis berkulit putih langsat dengan tinggi 160 cm, bertubuh sekal padat berisi, dan ramping itu menempuh pendidikannya dengan bantuan dari pemerintah karena nilainya yang selalu gemilang dan mendapatkan prestasi tingkat pertama. *** Pagi itu cuaca cukup berkabut, karena gerimis semalam, setelah menerima misi pertamanya pagi itu Jihan langsung menuju lokasi untuk menyelidikinya. Dadanya sedikit berdebar agak kencang karena mengawali pekerjaan yang harus dilakukan dengan benar dan hati-hati. Dia memantapkan hatinya agar bisa menghadapi apapun yang ada di sana. Tanpa keraguan sedikitpun Jihan memulai misinya hari itu. Jihan membuka perlengkapan yang di berikan oleh teman serekan yang ada di kantornya tadi. Di dalam koper kecil itu ada topi hitam, masker, alat dengar, jam tangan khusus, sepasang sepatu kets, alat pelacak canggih, dan peralatan lainnya. Gadis itu mengenakan jaket hitam, dan celana hitam, rambut hitam sepanjang punggung ia gelung ke atas lalu ditutup topi hitam, dan masker untuk menyembunyikan identitasnya. Sepatu ketsnya menghentak jalan setapak tanpa suara. Misi pertamanya mengawasi gerak-gerik keluarga politisi bernama Katamso. Yang merupakan anggota penting dalam pemerintahan. Lokasi rumah orang tersebut lumayan jauh dari kantornya. Sekitar dua jam perjalanan Jihan baru sampai di tempat tujuan. Setelah sampai di dekat rumah tersebut, Jihan turun dari sepeda motornya, gadis itu memarkir motornya sekitar tiga puluh meter dari rumah politisi tersebut. Jihan berjalan mengendap-endap menuju rumah target, dia sengaja mendekati mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Kemudian Jihan memasang alat pelacak di bawah mobil yang terparkir di halaman rumah tersebut. Dia mengawasi sekitar untuk memastikan tidak ada siapapun yang mengetahui keberadaan dirinya saat memasang alat tersebut. Lalu meninggalkan rumah itu, dan melangkah ke tempat agak jauh dari lokasi. Pandangan matanya selalu siap siaga jika ada hal yang mengejutkan tiba-tiba. Kemudian gadis itu memasang alat pendengar untuk menerima perintah dari atasan, seraya mengeluarkan teropong dari dalam ranselnya sembari duduk di bawah semak-semak menunggu seseorang keluar dari dalam rumah. Tak beberapa lama kemudian dari teropongnya nampak seorang pria muda mengenakan lengan panjang warna abu tua, rambutnya lurus tertata rapi, hidungnya mancung, dengan tinggi 180 cm, keluar dari rumah tersebut, berkulit cokelat. Dari berkas yang dia terima pemuda itu bernama Herman, putra pertama dari Katamso. Pria itu melangkah santai, tubuhnya tegap dan tatapan matanya jernih. Pemuda itu memasukkan sesuatu ke dalam saku, mengawasi sekitar sejenak seperti takut jika keberadaan dirinya di awasi orang lain, kemudian dia masuk ke dalam mobilnya, pria itu lalu pergi mengendarai mobilnya menuju suatu tempat. Perlahan dia menuju tempat pembuangan sampah yang terletak di tepi hutan. Jihan mengikuti arahan GPS alat pelacak dari sepeda motornya, lalu diparkirnya di bawah pohon bambu tak jauh dari lokasi tempat pria itu berhenti. Jihan berjalan mengendap-endap melihat pria itu dari kejauhan. Jihan terus mengawasinya melalui teropong dari tangannya tanpa mengalihkan perhatian ke arah lain. Jihan terus menunggu di sana, dan memperhatikan dari kejauhan. Di tepi rumpun bambu mengalir anak sungai kecil. Sungai sedalam pinggang, dan air jernih mengalir gemericik menuju hulu. Udara sangat segar karena terletak di tepi hutan. Dilihatnya pemuda tersebut turun dari mobilnya, berjalan melalui jembatan kecil sungai, lalu duduk di sebuah batu di samping tempat pembuangan sambil memainkan sebuah benda kecil seperti chip memori. Jihan masih mengawasi disekitar semak, terus mengawasinya tanpa henti, akan tetapi sesuatu yang tidak terduga olehnya terjadi. Gadis itu tanpa sengaja menginjak ranting kering hingga menimbulkan suara berisik. Dan menyebabkan keberadaan dirinya hampir diketahui. Jihan tiba-tiba sangat gugup karena takut sekali bakal ketahuan oleh target. "Kratak! Krak!" "Sial! misi pertama bisa gagal kalau aku seceroboh ini! padahal baru training!" Bisiknya pelan ngedumel sendiri sembari membenamkan kepala masuk kedalam semak. Mencoba bersembunyi karena Herman mengawasi sekitar dengan curiga. Pemuda tersebut nampak mengawasi sekeliling dengan curiga. Dia merasa seseorang sedang membuntutinya, dan dia melakukan sesuatu dengan sengaja untuk memancingnya keluar, hingga dia tahu di mana keberadaan orang tersebut. Tak lama kemudian chip tersebut sengaja dilemparnya ke tempat sampah yang tepat berada di sampingnya, pria itu lalu pura-pura berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Seolah-olah tidak akan kembali lagi. Jihan yang sedari tadi menunggu melihat pria tersebut sudah pergi, dia tanpa curiga sama sekali segera keluar dari tempat persembunyiannya menuju ke tempat pria itu tadi duduk. Gadis itu ingat dengan chip yang di lemparkan Herman, tak beberapa lama setelah mencari, dia menemukannya. Wajahnya kembali cerah karena sudah menemukan sesuatu yang sangat penting baginya. Gadis itu kemudian duduk di tempat Herman tadi, sambil menurunkan masker yang menutupi hidungnya dengan sangat santai. Dia tidak curiga sama sekali jika ada yang mengawasinya dari kejauhan. Setelah memasukkan ke dalam saku, Jihan segera berdiri, gadis itu berjalan sambil melaporkan misinya melalui jam tangannya kepada bos yang begitu misterius. Bos Jihan tidak pernah menunjukkan wajahnya pada siapapun, dia hanya selalu memberikan misi dan menunggu hasilnya, saat dia menghubungi bosnya gadis itu lupa belum menutup wajahnya kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD