Pertemuan

1669 Words
"Aku tak akan membiarkan diriku jatuh cinta pada seseorang yang tak bisa kumiliki." Itu lah prinsip yang aku tulis dalam benakku, tapi hati tidak ingin betindak sendirian, seolah mengajak untuk bekerja sama. Aku tahu akan menyesali semuanya, tapi tak ada yang bisa kulakukan. Aku terlanjur menerjunkan diri ke dalam api cintamu. Terbakar bersama cinta yang kelak juga akan membumihanguskan kebahagiaanku. Aku nekat, mengambil resiko terluka... dan ini karenamu. --- "Hahaha!" Tawa miris seorang gadis yang bernama Annastasya ini memegang gelas bir di sebuah kelab malam ternama di Jakarta. "Udah dong, An. Lo nggak kasian apa sama kita berdua, harus ngurusin lo mabuk nggak jelas gini tiap minggu!" Khawatir salah satu cewek yang membenarkan tas Anna. "Iya nih, orang lagi pacaran jug--Aw!" Pekik cowok di sampingnya. "Diem! Nanti Anna denger." Bisiknya yang bernama Gina pada kekasihnya, Sello. Mereka berdua adalah sahabat Anna. "Eehh, gue denger tau! Dasar ta--Huueekk!" Brug Sello langsung menangkap gelas yang hampir jatuh dari bardan Gina megang kedua tangan Anna. Sayangnya gelas yang ditangkep Sello bikin kaosnya sedikit basah. "Kan, muntah lagi, pingsan lagi." Gina berdecak. "Sejak kapan sih dia berubah jadi begini!" "Semenjak negara api menyerang," celetuk Sello. "Serius, Sello! Udah, buru kita anter pulang." *** Drrrtt drrrtt drrrtt... Dengan mata yang masih tertutup Anna menggapai-gapai ponsel pintarnya yang sejak tadi bergetar membuat tidur pulasnya terganggu. Tanpa melihat siapa yang menelpon, Anna langsung mengangkat dan menempelkannya di telinga. "Hm?" Seraknya khas bangun tidur. "Kamu habis mabuk lagi, iya?!" Tanya tegas diseberang sana membuat Anna mengerutkan keningnya. Ia kenal suara ini. Anna mulai membuka mata dan melirik layar ponselnya. Mamah Ia kira itu Cuma pendengarannya yang salah, ternyata nggak. Ia berdecak lalu mematikan sambungan telpon secara sepihak. Ia melirik jam dinding yang menunjukan jam 10 pagi. Anna mendudukan diri lalu memijat keningnya yang terasa sakit karena bekas alkohol semalam. Ting! Ponselnya kembali berbunyi. ______________________________________________ Mamah: Jangan salahkan mamah kalo semua prabotan mamah sita jika kamu mengulanginya lagi! ______________________________________________   "Sok peduli." Gumam Anna memutar bola matanya lalu terkekeh remeh. Anna merengit mencium bau menyengat dari kemeja yang dia pakai. "s**t,! Gue muntah." Dengan cepat Anna melepas kemejanya lalu melempar ke dalam keranjang pakaian kotor yang ada di kamar mandi. Ting tong Pergerakan Anna terhenti, ia menoleh ke suara itu. Dengan malas ia berjalan menuju pintu utama. "Sok-sokan pencet bel lo, Gin! Masuk aja nap--lo siapa?!" Anna membulatkan matanya kaget, karena biasanya pagi-pagi Gina datang buat ngajak pergi kekampus bersama. Seorang cowok dihadapannya itu refleks menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan setelah lihat didepannya—Anna yang membuka pintu hanya memakai bra berwarna cream dan jeans hotpants. "Apa ada Kai? Dia menyuruhku menyerahkan tugas kelompok makalah ini," cowok itu menunjukkan makalah yang ada ditangan kanannya, sedangkan tangan kirinya masih menutup mata agar tidak mengarah ke tubuh Anna didepannya. "Anda salah apartemen." Datar Anna yang langsung menutup pintunya dengan kenang, tapi pergerakannya tertahan tangan cowok itu yang hampir terjepit karena dia menahan pintu. "Ada apa lagi sih? Udah dibilang lo salah apartemen!" Suara Anna meninggi karena jengkel dengan cowok aneh didepannya ini. "Gue nggak percaya! Jelas-jelas ini bener nomornya 2711 kan? Gue sudah jauh-jauh dateng kesini dan nunggu lama di lobby karena mbak-mbak pelayan lemot itu, sekarang gue nggak ada waktu buat main-main!" Ucapnya serius yang lagi nahan kejengkelannya. Anna menatap cowok itu dengan tajam. "Tangan lo bisa minggir nggak? Atau, mau gue patahin?" "EH KAI! KALO LO NGGAK MAU KELUAR GUE CORET NAMA LO DARI KELOMPOK!" teriakkan cowok ini terhenti karena getaran di saku celananya. Cowok yang masih menahan tangannya di pintu ini menghela nafas kasar, menetralkan emosinya lalu meraih ponsel pintarnya untuk mengangkat telpon. "Hallo!" "Lo jadi kan kesini? Anak-anak yang lain udah sampe nih buat ngebahas makalah Pak Kumis," "Ini siapa?" "Ini gue Kai bego! masa lo nggak bisa ngenalin suara sexy gu--" "Kenapa nomor lo nggak aktif! Gue udah nunggu lo SEJAM DI LOBBY!" Potongnya sambil teriak. "Udah woy ngegasnya sakit telinga gue!" Balasnya nggak kalah sengit. "Lo dilobby? Langsung naik aja no 2611 lantai 26." "Gue di depan pintu apartemen lo, dan ada cewek lo ngalangin gue buat masuk!" matanya menatap Anna dengan tajam, yang ditatap juga nggak kalah tajam. "Hah? Ini cewek gue di samping baru dateng juga. Tunggu... jangan bilang lo salah pintu?" Mata cowok ini melotot denger suara disebrang sana. "Yang bener anj*ng!" bisiknya lalu menatap Anna dengan mimik yang berbeda, malu. Kata Kai tadi no 2611 kata mbak yang tadi 2711, bangs*t malu-maluin! Batinnya. "Udah gue bilangin lo salah apartemen!" "Sorr--" cowok itu melepaskan tangannya yang sedari tadi memegang pintu. Brak! Bunyi pintu tertutup keras, matanya refleks tertutup karena bantingan pintu didepan mukanya. "Dingin banget jadi cewek!" Dia berdecak."Mbak-mbak sialan! Bikin malu!" Umpatnya memegang pelipis. ... "WUAHAHAHA," gelak tawa mengisi ruang tengah apartemen Kai sehabis denger cerita Chanyeol. "Mbak yang di resepsionist bantet-bantet itu karyawati baru masuk kerja." Jelas Kai lalu melanjutkan ketawanya sampai rebahan. "Pantes gila! apa lagi yang tanya cogan kayak gue, makin gugup dah dia nyari nomor apartemen lo!" "Najis gue dengernya." Gumam Dyo yang berkutat dengan laptop dipangkuannya. "Eh, tapi serius itu cewek pake bra doang dia buka pintunya? Nomor berapa tadi apart--aaaa sakit yang ampun!" Rambut Kai ditarik sama ceweknya disamping yang bernama Ital. "Makanya otak jangan hentai mulu!" "Iya-iya, yang. Ampun, lepasin jambakannya," Mohon Kai lalu dilepas Ital. "Iya, serius gue. Kayaknya nggak waras tuh cewek, muka lecek banget kayak habis mabuk gitu. Keliatan Badgirl-nya. Nggak like gue." Ucap Chanyeol sambil memakan kacang. "Jangan ‘nggak like-nggak like' nanti jadi cinta baru tau rasa." Ucap datar Dyo tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.           "Ogah, jahat lo ngedoain gua depet yang begituan. Diliat aja kayaknya udah jebol tu orang, gua pengen dapet yang baik-baik kalem ‘kan adem liatnya."           "Alah, gitu-gitu lo tadi nikmatin teteknya." Perkataan Kai bikin ceweknya mulai natap tajam lagi kearahnya.           "Iya, yang. Enggak jadi hentai otaknya hehehe." ...           Anna melepaskan semua pakaian yang ada di tubuhnya, sekarang ia berada di kamar mandi. Anna menyalakan showernya yang mulai membasahi seluruh tubuhnya.           Anna terduduk dilantai, tajamnya rasa dingin lantai keramik menyeliputi tubuh Anna menjalar hingga ke hatinya. Teringat kembali akan masalah yang selalu dihindarinya dan takdir yang telah ia pikul.           Dia pengen lari dari kenyataan dan menghilangkan pemikiran betapa menyedihkan takdir yang sedang dia tanggung saat ini.           Anna memeluk kakinya dan air matanya mulai berjatuhan beriringan dengan suara isakan dari mulutnya.           "Brengsek." ...           "Anna mana sih ditelpon nggak diangkat, chat nggak dibales." Khawatir Gina sambil mengaduk minumnya.           "Udah lah yang, dia nggak bakal bangun lewat dari jam 10 pagi. Palingan bentar lagi dateng." Tatap Sello ke ceweknya yang ada di depan lalu lanjutin makan.           "Masalahnya dia mabok kemaren. Untung kita garcep kesana buat jemput dia, sendirian lagi. Bikin nggak tenang kalo dia macem-macem gitu tau!" kesal Gina.           "Udah-udah, yang penting kita harus selalu disamping dia biar nggak ngelakuin hal lebih parah dari kemaren." Sello usap kepala Gina pelan buat menenangkan Gina yang mulai kesal.           Gletak           "Anj*ng bikin kaget lo!" Gina ngelus dadanya karena kaget, Anna disampingnya menaruh tas cukup keras diatas meja kantin.           "Kemana aja lo pelajaran pertama nggak masuk? Untung si kumis nggak absen panggil pas gue absen-in lo." sambung Gina.           "Pusing kepala gue." Anna ngerebut minum Gina lalu diminumnya.           "Siapa suruh lo mabuk kemaren, bikin khawatir aja!" Ketus Gina dengan muka kesal, melihat itu Sello memegang tangannya buat nenenangin.           "Udah ah, jangan dibahas." Anna mengibaskan tangannya ke udara malas mendengar ocehan sahabatnya.           "Wew, sembab amat tuh muka, An. Udah kayak bantal aja." Sello mengarah ke Anna buat mencairkan suasana.           "Separah itu, Sel?" Anna meraih ponsel didalam saku dan mengarahkan ke mukanya, bercermin dilayar ponsel yang mati.           "Sialan!" Umpatnya pelan, tapi masih bisa didengar Gina sama Sello.           "Siapa suruh minum air sialan itu? Kalo lo kesepian ‘kan bisa panggil gue sama Sello buat nemenin lo."           "Wait, dari tadi ada yang merhatiin kita. Dibelakang lo, sebelah kiri. Lebih tepatnya dia ngeliat ke b****g lo, An." bisik Sello yang ada dihadapan Gina dan Anna.           Gina menoleh sedikit kearah yang dibilang cowoknya, dan ternyata benar ada yang memperhatikan Anna dari kepala sampai kakinya. Sedangkan Anna nggak tertarik sama sekali buat menoleh.           "Palingan terpesona sama tubuh gue." cuek Anna. "Udah yuk ke kelas." sambungnya.           Mereka berdiri dari tempat dan langsung menuju kelas yang akan mereka masuki. ...           "Harap kumpulkan tugas kalian di meja saya minggu depan. Saya akhiri pertemuan kali ini, terima kasih." Dosen keluar beiringan dengan mahasiswa/wi lain dibelakangnya.           "An, habis ini lo kemana?" Gina membuat beberapa buku ke dalam tasnya.           "Kemana lagi kalo pulang." Anna memegang kepalanya yang sedikit pusing, tapi langsung ia turunkan tangannya, karena sadar Gina mulai menoleh kearahnya. Ia nggak mau Gina mengkhawatirkannya lagi.           "Ya udah, gue ke kelas Sello deh. Katanya mau minta temenin nyari kado buat keponakan dia yang ulang tahun, lusa. Kalo ada apa-apa kabarin gue atau Sello!" Jelas Gina.           Ya, Sello sahabat Anna sekaligus berstatus pacar Gina ini beda jurusan dengan mereka berdua. Sello mengambil Hukum sedangkan Anna dan Gina Ekonomi yang gedungnya bersebelahan.           "Sok peduli lo, udah sana pergi!" dengan muka datar Anna mengibaskan tangan buat mengusir Gina.           "Yeee, dasar! Gue pergi, bye!" Gina melambaikan tangan lalu pergi meninggalkan Anna.           Setelah batang hidung Gina nggak keliatan lagi, Anna pergi ke toilet mau cek selangkangannya yang agak basah. Dan ternyata dugaan Anna benar, ia menghela nafas melihat CDnya ada sedikit bercak merah yang belum banyak menembus ke celana jeansnya.           Anna bergegas keluar dari toilet untuk pulang sebelum tembus, karena lupa membawa pembalut.           Sebenernya bukan tembus yang Anna takutkan waktu menstuasi melanda, melainkan rasa sakit yang luar biasa akan mehadang nanti sampai kepalanya juga ikut sakit.           Wajah Anna sekarang sudah terlihat jelas pucat, karana sakit perutnya mulai menyerang. Anna takut ia akan pingsan ditengah jalan hanya karena sakit perut menstruasi yang mulai menggila sekarang.           Anna berlangganan dihari pertama menstruasinya pingsan jika tidak minum resep obat yang sudah diberi sama dokternya.           Sesampai diparkiran mobil, Anna berjalan menuju mobil dengan perlahan tapi pasti sambil mencengkram perutnya.           Dengan tempo cepat Anna mengambil nafas, kepala dan perutnya sudah nggak bisa diajak kompromi sekarang. Sampai akhirnya Anna nggak kuat lagi menahan kaki dan badannya yang melemas. Matanya mulai perlahan tertutup dan pandangannya menggelap.           Brug!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD