Prolog

267 Words
Bagaikan dandelion, meskipun terlihat rapuh dan lemah, akan tetapi bunga dandelion itu sebenarnya kuat dan tangguh. Ketika ia jatuh di suatu tempat, ia tidak putus asa. Ketika ia jatuh, ia tidak merasa semua harapannya hancur. Ia yakin bahwa ini bukanlah akhir. Ketika ia rapuh sampai bertebaran karena diterpa oleh kencangnya angin, ia tidak merasa tumbang, melainkan berani dan jatuh untuk kembali bangkit sampai menghasilkan kehidupan baru. Ketika ia sudah berada di suatu tempat atau kehidupan baru, ia bisa beradaptasi baik dengan kehidupan barunya tersebut. Begitulah diriku, hidup bagaikan dandelion. Lemah, rapuh dan tidak berdaya. Namun aku memiliki sisi dimana aku selalu berusaha untuk bisa menjadi sosok yang lebih dewasa, kuat, sabar dan mampu menjadi tempat bersadar bagi sahabat-sahabatku yang sama lemahnya denganku. Aku bisa mudah berteman dan beradaptasi baik dengan lingkungan baruku meskipun terkadang itu tidak semudah seperti membalikan kedua telapak tangan. Aku sangat senang membahagiakan orang lain. Aku juga tahu bagaimana rasa sakit dan terluka jika tidak pernah dianggap atau tidak dihargai, sehingga karena hal itu, atas izin Allah mampu membuatku menjadi makhluk perasa yang mudah tersentuh meskipun tidak jarang orang lain selalu memanfaatkannya. Ini adalah kisah penuh dengan berjuta rasa. Dimana ada saatnya hal itu mudah dijelaskan dengan untaian kata-kata, ada juga saatnya hal itu tidak mudah sekalipun dijelaskan dengan untaian kata-kata. Meski tidak seindah kisah novel lainnya, namun inilah kisahku. Kisah nyata beberapa tahun yang lalu, yang sangat membekas sampai aku beranjak dewasa. Proses mendewasakan diri dengan beberapa kejadian yang ada, aku sangat menikmatinya meskipun itu tidaklah mudah. Dan semua kisah itu berawal dari masa sekolahku ... sekolah menengah atas. - Bagaikan Dandelion -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD