1. Encounter

2325 Words
Suara hantaman badan ke tembok memenuhi ruangan. Pemilik rumah itu jatuh tersungkur karena terkena tendangan. Ia terkejut karena di depannya ada seorang perempuan dengan pakaian serba hitam yang tiba-tiba muncul. Perempuan itu berhasil masuk ke rumahnya meski semua pintu dan jendela sudah dikunci. “Tolong jangan bunuh saya. Saya akan memberikan apapun yang kamu mau,” ucap seorang pria–pemilik rumah tersebut. Tanpa ampun, perempuan itu mengangkat pistolnya dan langsung menarik pelatuknya. Ia tidak menggubris sama sekali permohonan dari pria itu. Pada dasarnya, ia ke sini memang untuk membunuh. Ia tidak memiliki motif lain seperti mencuri. Suara pistol yang ditembakkan pun terdengar. Perempuan itu mendekati tubuh targetnya yang sudah jatuh. Ia mengambil fotonya kemudian mengirimkan ke atasannya. Dengan sarung tangan hitamnya, perempuan itu merogoh kantung jaket pria tadi. Ia mengambil ponselnya dan menaruh ponsel itu di dalam microwave. Kemudian, ia menyalakannya. Tidak lama, terdengar suara ledakan kecil. Tidak sampai di situ, ia juga menuangkan minyak tanah di sekeliling rumah – menghubungkan barang yang mudah terbakar satu sama lain. Ia berlari menuju pintu depan untuk segera kabur. Setelah itu, ia melemparkan korek api ke lantai yang cukup jauh dari tempat ia berdiri. Api mulai melahap tempat itu. Kriminal dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Bahkan saat matahari sedang terik-teriknya, sebuah rumah sudah dimakan api. Rumah mewah yang dianggap akan aman dan terdapat penjagaan yang kuat, dapat lenyap begitu saja. Perempuan itu bernama Estelle. Ia memiliki nama samaran 07. Ia adalah seorang pembunuh di bawah White Mafia. Ia hanya melaksanakan misinya seperti biasa. Estelle memasuki rumah itu dengan mudah melalui pintu yang terhubung dengan atap. Ia tidak perlu memecahkan kaca jendela ataupun mendobrak pintu. Ia bisa masuk dengan mudah sesuai rencana. Senjata yang digunakan Estelle dapat berubah-ubah sesuai keadaan di sekitar tempat tinggal target. Jika lingkungannya sepi dan setiap rumah memiliki jarak yang cukup jauh, ia akan menggunakan senjata api. Suara tembakan sangatlah kencang. Namun, menembak adalah cara yang paling cepat – terutama jika menargetkan di bagian vital. Jika lingkungannya padat penduduk atau di tempat yang ramai pengunjung, Estelle akan menggunakan benda tajam maupun tumpul. Bisa juga dengan menyuntikkan obat yang dapat menghentikan kerja organ tubuh. Estelle masuk ke mobil yang diparkir tidak jauh dari rumah itu. Ia duduk di kursi penumpang depan. Di sebelahnya sudah ada Dave, rekan kerja sekaligus sahabatnya. “Sudah?” tanya Dave yang duduk di kursi pengemudi. “Sudah,” jawab Estelle. “Aku kasihan padanya. Apa aku terlalu kejam?” “Aneh sekali kau menanyakan itu. Biasanya, kau lebih dingin daripada aku dalam menghadapi target,” jawab Dave. “Tetapi, menembak ditambah membakar rumahnya memang terlalu kejam.” Dave adalah sahabat Estelle sejak kecil. Mereka berdua kenal di panti asuhan. Mereka berdua juga sepakat untuk bekerja bersama-sama meski menjadi pembunuh bayaran. Estelle dan Dave diadopsi oleh White Mafia saat umur mereka masih dua belas tahun. Selain diurus kehidupannya, mereka juga dilatih oleh mafia untuk menjadi bagian dari mereka. Mereka pun memutuskan untuk menjadi pembunuh di bawah mafia tersebut. Selain memiliki bakat, Estelle juga memanfaatkan pekerjaannya untuk menyelidiki kematian orang tuanya. Ia berharap dengan masuk ke dunia yang gelap, ia bisa menemukan jawabannya. *** [Diketahui korban berinisial AD dan bekerja sebagai koki di Restoran A. Rumah yang ditinggali AD sudah terbakar ketika petugas datang. Tubuh dan perabotan rurmahnya yang sudah hangus membuat petugas kesulitan menemukan buktiㅡ] Estelle langsung mematikan televisi yang ada di depannya. Melihat rumah targetnya yang besar dan berada di kawasan elit, membuatnya mengira bahwa orang itu adalah orang yang penting. Ia tidak tahu bahwa targetnya hanya sebatas koki. Rasa bersalahnya semakin bertambah. Ia mengambil ponselnya lalu menelepon atasannya. "Halo, 07. Ada apa?" “Tuan Dan, kenapa orang itu harus dibunuh? Ia hanya seorang koki. Tidak mungkin ada yang membutuhkan posisinya, kan?” tanya Estelle. "Kau tahu kasus pembunuhan di FT Tower? Dia adalah saksinya." Estelle menghela napas setelah mendapatkan jawabannya. "Baiklah. Terima kasih, Tuan Dan." Estelle mengakhiri telepon itu. Ia memijat dahinya pelan. Ia sudah membunuh orang yang tidak bersalah lagi. Estelle tahu sekali bagaimana rasanya menjadi saksi. Ia juga hampir saja dibunuh karena itu. Menyewa pembunuh bayaran tidaklah mudah. Hanya orang-orang berkuasa yang memiliki aksesnya. Kebanyakan dari mereka menggunakan jasa pembunuh untuk menyingkirkan orang yang menghalanginya. Motif mereka sangat banyak, seperti seorang politikus yang ingin menyingkirkan saingannya. Mungkin ada dua orang yang merebutkan warisan. Ada juga seseorang yang ingin membalaskan dendam. Atau untuk membunuh orang yang tahu terlalu banyak. Manusia tidak pernah puas. Mereka egois. Mereka ingin semua keinginannya terwujud dengan instan. Mereka selalu ingin berkuasa. Tetapi, mereka tetap ingin "bersih". Sehingga, mereka menyuruh pembunuh bayaran yang mengurusnya semua. Mereka tidak ingin terlibat sama sekali. Pembunuhan di FT Tower adalah pembunuhan yang belum lama terjadi. Estelle memang bukan orang yang sering mengikuti berita. Namun, karena saking seringnya berita itu dibahas, ia menjadi tahu. Ia tidak menyangka kasus itu terdapat keterlibatan dari pihak ketiga. Ia mengira kasus itu hanya sebatas kasus pembunuhan yang sederhana. Entah ada rahasia apa yang ada di balik pembunuhan itu. Sebenarnya, kasus pembunuhan di FT Tower memang sedikit ganjil. Pertama, korbannya adalah seorang CEO dari sebuah perusahaan terkenal. Kemudian, tersangka utamanya adalah istrinya sendiri. Sampai sekarang, istrinya belum dinyatakan bersalah. Tidak ada bukti yang jelas mengenai pembunuhan ini. Pada dasarnya, kasus ini tidak memiliki satu pun lead. Istrinya yang sebatas orang awam, tidak mungkin sehebat ini dalam menghilangkan bukti. Banyak yang beranggapan bahwa pelakunya adalah seorang pembunuh bayaran yang sudah profesional. Namun, jika disepakati seperti itu, maka penyelidikan berujung buntu. Mengetahui adanya permintaan untuk membunuh seorang saksi pembunuhan di FT Tower, meyakinkan Estelle bahwa pelakunya berada di kalangan mafia. Dengan tidak langsung, White Mafia sudah terlibat dalam kasus ini karena sudah membunuh saksi pentingnya. Ini bukan pertama kalinya Estelle membunuh orang yang tidak bersalah. Di hatinya yang terdalam, ia merasa kasihan kepada semua targetnya. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa karena ini adalah jalan yang ia ambil. Ia menghancurkan hidupnya seperti ini demi mengungkap kebenaran dari kematian orang tuanya. Setelah ia memutuskan untuk mengambil jalan ini, ia sudah tidak bisa menoleh ke belakang. Beberapa saat kemudian, Estelle menerima sebuah pesan. Tuan Dan 07, ada misi baru Selesaikanlah bersama Raven dan Greg Kurt Bolt, 29 tahun, kebangsaan Amerika, Hotel Niku 12A Tuan Dan sent a picture. Estelle menatap foto targetnya sebentar lalu mengganti pakaiannya. Setelah itu, ia bergegas menuju markasnya. Biasanya, jika ia tidak memiliki misi apapun, ia pulang ke rumahnya. Rumah ini merupakan properti milik Robert Whitaker, bosnya. Semua anggota White Mafia diperbolehkan tinggal di markas. Kamar di sana sudah lebih dari cukup. Namun, Estelle memilih untuk tinggal di rumah sendiri. Sesampainya di markas, Estelle menempelkan bros di tempat scan. Pintu pun terbuka untuknya. Ia berjalan menuju ruangan divisinya. Di ruangan itu sudah ada kedua rekan kerjanya, Dave dan Greg. “Bagaimana rencananya?” tanya Estelle setelah masuk. “Aku sudah memeriksa bagian depan dan lorong. Namun, tidak ada titik buta,” jawab Greg. “Lift? Tangga darurat? Basement? Atap?” tanya Dave. Greg sibuk mengetik keyboard komputernya. “Aku periksa dulu.” Greg adalah hacker yang paling hebat di White Mafia. Ia bisa mengetahui denah dari tempat apapun. Ia juga bisa mengatur CCTV seperti menghapus rekaman ataupun mengulang rekaman yang sama untuk waktu yang ditentukan. Greg juga dapat memperoleh informasi apapun dengan mudah. Meski demikian, ia belum berhasil mencari informasi yang Estelle minta sejak dulu. Dalam bekerja, mereka bertiga berbagi tugas. Estelle bertugas untuk menghadapi target secara langsung dan menjalankan misi utamanya. Dave bertugas untuk meng-support Estelle dalam melarikan diri dan melakukan finishing dalam misi. Jika Estelle melakukan kesalahan atau miss, Dave akan turun tangan. Greg yang bertugas membuat rencana dan memberi pengarahan saat aksi berjalan. Tetapi, di beberapa kesempatan, Greg juga melakukan penyerangan. Ini semua tergantung dari misi dan banyaknya orang yang dibutuhkan untuk menjalankan misi. Misi mereka tidak selalu berupa grup. Ada juga misi yang dilakukan secara masing-masing. “Lift dan atap aman,” kata Greg. “Kita bisa memanfaatkan dua tempat ini. Aku akan membajak CCTV di sana selama dua jam. Lebih dari cukup, kan?” CCTV yang ada di lift adalah palsu. Barang itu sengaja dipasang untuk mencegah kejahatan. Greg berhasil menggali informasi mengenai hotel ini. Di atap juga tidak terdapat kamera sama sekali. Mereka bisa menjalankan operasi tanpa khawatir. Meskipun Greg dapat menghapus rekaman CCTV, mereka tetap mencari tempat yang tidak terdapat CCTV. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko. Lebih baik melakukan aksi kriminal yang sama sekali tidak ada pengintaian. Tidak ada salahnya untuk lebih berhati-hati. Dave juga dapat lebih mudah untuk membersihkan bukti dan menyelesaikan misi tanpa ada yang terlewat. “Apa kau sudah mendapatkan jadwal harian target?” tanya Dave. “Di jadwalnya tertulis bahwa ia akan bertemu dengan seseorang bernama ‘X’. Waktunya satu jam dari sekarang. Perjalanan kita ke sana membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Jika kita beruntung, kita bisa tepat waktu untuk membunuhnya di lift,” jelas Greg. "Ayo," ajak Dave lalu bergegas ke mobil. Estelle dan Greg mengikuti langkah Dave. Mereka sudah membawa perlengkapan masing-masing. Estelle memiliki kode 07 karena jika jari kita membuat angka tujuh, maka akan melambangkan pistol. Estelle memang dikenal hebat dalam menembak. Dave memiliki kode Raven. Seperti burung gagak, ia melambangkan kematian. Ia selalu berhasil dalam membunuh target. Greg memiliki nama asli Gregory. Ia tidak memiliki nama samaran atau kode apapun. “Aku akan menunggu di atap. Kau hanya perlu membawanya ke atap,” kata Dave lalu mulai menjalankan mobilnya. “Oke. Aku akan memberi sinyal jika aku berhasil membawanya,” jawab Estelle sambil memakai sabuk pengaman. Greg mulai membajak CCTV dan lift hotel saat mereka sudah sampai di seberang Hotel Niku. Saat ia sudah berhasil tersambung ke ruangan keamanan, ia memberi tanda kepada Estelle. “Pastikan kalian sudah selesai dalam dua jam.” Estelle dan Dave mengangguk lalu keluar dari mobil. Mereka masuk ke dalam hotel seperti orang biasa. Mereka berdua berpakaian jas lengkap sehingga tidak mencurigakan. Petugas keamanan di sana juga menyambut mereka dengan baik. Setelah itu, mereka masuk ke dalam lift. Estelle berhenti di lantai dua belas. Sedangkan Dave keluar di atap. Estelle melihat sekeliling lorong lantai dua belas untuk mencari letak CCTV. Kemudian, ia bersandar di tembok yang merupakan titik buta. Ia terus menunggu target keluar dari kamar. Setelah targetnya muncul, ia langsung memberi sinyal kepada Dave melalui IEM. "Target sudah terlihat. Jaga di atap," ucap Estelle. "Oke." Kurt Bolt, targetnya, sedang berjalan menuju lift. Estelle berpura-pura berjalan mendekati lift seakan-akan seperti tamu hotel biasa. Target yang sudah masuk ke lift lebih dahulu itu melihat Estelle yang berjalan ke arahnya. “Tunggu sebentar!” seru Estelle. Pria yang ada di depannya menekan tombol untuk membuka pintu lift. Estelle pun berhasil masuk. Untungnya, hanya ada mereka berdua di sana. Pintu lift pun langsung tertutup. “Terima kasih,” ucap Estelle sambil tersenyum. Ia merasa kasihan dengan pria yang sekarang ada di sebelahnya. Orang itu tampak seperti gentleman yang suka membantu orang lain. Namun, nyawanya harus hilang sebentar lagi. “Lantai berapa, Nona?” tanya Kurt. “Lima belasㅡ” Estelle mengeluarkan pisau dari jasnya lalu langsung menikam perut Kurt. “ㅡmenit lagi kau mati.” Estelle langsung menekan tombol lift ke lantai paling atas. Sedangkan Kurt sudah terbaring lemah dengan darah yang melumuri tubuhnya. Estelle tidak perlu khawatir jika liftnya akan terbuka di lantai tertentu dan menambah penumpang. Greg sudah mengunci lift supaya hanya berjalan menuju lantai yang paling atas. Estelle menoleh sebentar ke arah lelaki itu. Ia mendapati Kurt sedang berusaha mengeluarkan ponselnya. Estelle pun langsung merebut ponsel milik Kurt. Ia mematikan ponselnya dan menyimpannya di saku jasnya. “Siapa yang mengirimmu?” tanya Kurt. Estelle menatap Kurt dingin. Meski Kurt sudah bersusah payah mengumpulkan tenaga untuk bicara, Estelle tidak menanggapinya sama sekali. “Jika kau beritahu, aku tidak akan melaporkanmu,” kata Kurt yang lebih seperti berbisik. “Tidak ada bedanya. Kau juga sebentar lagi akan mati,” jawab Estelle. Setelah sampai di atap, pintu lift terbuka. Terlihat Dave yang sudah menunggu di depan sana. Ia menyeret tubuh Kurt keluar dari lift. Mulai dari sini, Dave akan mengurus sisanya. Ia akan memanipulasi kematian Kurt. “Misiku selesai. Dave sedang mengurusnya di atap. Aku akan kembali turun,” ucap Estelle melalui IEM. "Keluar di lantai sepuluh. Turun melalui tangga darurat hingga lantai lima. Lalu, naik lift lagi menuju lobi," perintah Greg. Estelle menutup kembali pintu liftnya. Selama turun, ia membersihkan lantai lift yang terdapat beberapa bercak darah. Setelah sampai di lantai sepuluh, pintu lift terbuka. Ia keluar dari sana dan menuruni tangga darurat. Ia bisa mendengar pemberitahuan melalui speaker hotel bahwa lift sedang tidak dapat digunakan. Estelle berterima kasih pada kepintaran otak Greg. Pasti sekarang banyak sekali orang yang menunggu lift di lobi. Jika ia langsung turun di lobi, pasti banyak orang yang melihatnya. Estelle mengikuti arahan dari Greg. Setelah sampai di lantai lima, ia menunggu cukup lama di depan lift. Saat lift terbuka, Estelle memasukinya tanpa ragu. Lift berhenti di beberapa lantai dan menambah penumpang. Itu membuat Estelle tidak terlihat mencolok. Bukti yang tertinggal di sana juga dapat tertutupi karena banyaknya orang yang menginjak lantai lift. Setelah lift sampai di lantai dasar, Estelle dan beberapa orang keluar dari sana. Estelle hendak menuju toilet lobi. Saat ia berjalan, terdengar suara ketukan pantofel yang cukup banyak. Ruangan sepi dengan lantai keramik membuat suara itu bergema. Namun, satu suara berhasil menarik perhatian Estelle. “Ya, sebentar lagi saya akan menemuinya.” Estelle merasa sangat familiar dengan suara itu. Ia pun langsung menoleh. Ia mendapati sekelompok pria dengan setelan lengkap. Semuanya memakai kacamata hitam, kecuali orang yang berjalan paling depan. Sepertinya ia adalah pemimpin dari mereka. Pria yang paling depan itu sibuk menghubungi seseorang dengan ponsel. Tangan kanannya memperlihatkan cincin dengan batu emerald. Setelah beberapa saat, ia menurunkan ponsel yang tadi ia gunakan. Itu membuat penutup mata bagian kanannya terlihat. Estelle masuk ke toilet dalam keadaan syok. Ia melihat penampilan pria tadi dengan jelas. Ia tahu jelas siapa orang itu. Estelle membuka sarung tangannya. Ia membasahi tangannya yang sempat tremor. Ia menatap cermin sejenak. Berbagai memori melintasi pikirannya. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali – berusaha menghilangkan rasa takutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD