PROLOG

829 Words
"Duduk di sini dulu, Ray. Aku akan buatkan minuman dingin." Ray mengangguk. Begitu Karina ke dapur dan meninggalkan Ray sendirian di ruang tamu, pemuda itu mengamati rumah keluarga Karina dengan seksama. Ray terlihat menatap foto keluarga yang dipajang di ruang tamu. Raut wajah Ray terlihat sedikit berubah ketika melihat betapa harmonis dan rukunnya keluarga Karina dari foto itu. Melihat Karina datang mendekat seraya membawakan es jeruk di tangannya, Ray segera merubah raut wajahnya. Karina meletakkan gelas berisi es jeruk itu ke hadapan Ray seraya berkata, "Bik Ijah lagi enggak ada, jadi maaf aku cuma bisa buatin kami jus buah.” "Enggak apa-apa, Karina. Oh iya, di mana papi dan mami kamu?" Karina mengendikkan bahunya. "Apa? Kamu tidak tau mereka tidak ada di rumah hari ini?" "Mereka tidak mengatakan apa pun padaku," jawab Karina cemberut. Ray menepuk bahu Karina pelan dan mengingatkan Karina, "Hubungi orang tua kamu dan katakan kepada mereka kalau aku ke sini. Tidak enak kalau kita hanya berdua di rumah. Bisa menimbulkan gossip jahat.” "Akan aku kirimkan pesan untuk mami. Di minum dulu, Ray!" Karina menunjuk gelas jus jeruk yang baru dibawanya dari dapur. Ray mengambil gelasnya dan meminum jus jeruknya hingga habis tak bersisa dalam satu tarikan nafas, "Aku ternyata haus sekali." Karina terkekeh geli mendengarnya, "Mau aku buatkan lagi?" "Tidak perlu," Ray tersenyum, "bagaimana kalau kita langsung saja mengerjakannya tugasnya sebelum sore?" "Okay, tunggu sebentar ya! Aku akan mengambil notebook di kamar dulu." Karina mengajak Ray ke rumahnya hari ini dalam rangka mengerjakan tugas yang diberikan oleh pembimbing UKM teater. Rencananya mereka hari ini akan menonton film lama yang berjudul A Walk to Remember, yang Karina pikir temanya akan sangat sesuai dengan tugas yang diberikan oleh coach teater. Selesai menonton Karina langsung saja membenarkan catatannya dan menyusunnya sebelum nanti malam akan di ketik dan di print. Ray mendekati Karina yang sibuk dengan notebook miliknya dan berbisik ditelinga gadis itu. "Boleh aku melihat kamar kamu?" Karina menoleh ke samping dan menatap Ray dengan pandangan bingung, "Untuk apa?" "Hanya ingin melihat-lihat saja. Apa boleh aku melihat kamar kamu?" tanya Ray sekali lagi, menegaskan permintannya hanyalah sebuah permintaan kecil. Karina berpikir sejenak. Karina merasa sedikit membawa seorang laki-laki ke kamarnya, apalagi mereka belum memiliki hubungan yang sah di mata agama dan hukum. Tetapi kemudian Karina mengangguk setelah berpikir toh dirinya akan membuka pintu kamarnya lebar-lebar, pasti tidak akan terjadi apa-apa. "Akan aku selesaikan ini dulu. Sebentar ya!” akhirnya Karina menyahut menyetujui permintaan Ray. Setelah menyelesaikan catatannya, Karina merapikan notebook-nya dan mengajak Ray untuk naik ke lantai dua, tempat kamar tidurnya berada. Ray terlihat tertarik dengan kumpulan CD musik dan film yang diletakkan dengan rapi di samping lemari baju Karina. "Kamu mendengarkan permainan piano?" tanya Ray sambil menunjukkan CD Yiruma di tangannya. "Iya, tapi aku hanya suka mendengarkan permainan piano Yiruma dan Maxim,” jawab Karina seraya memamerkan senyum lebarnya. Ray tertawa kecil, "Aku mengerti." Ray kembali melihat kumpulan CD sebelum beralih melihat-lihat koleksi novel Karina. Karina yang melihat apa yang ditatap Ray, langsung meringis. Novel koleksinya kebanyakan adalah novel dewasa ber-genre romantis. Karina tidak mau Ray berpikir yang tidak-tidak. "Kamu suka membaca novel dewasa?" Ray bertanya dengan raut wajah terkejut. Pipi Karina memerah. Sedikit banyak Karina paham apa yang Ray pikirkan ketika melihat buku novel dewasa itu, "Iya, aku suka membaca novel dewasa. Aku juga sudah boleh membacanya bukan? Aku kan sudah dewasa!" jawab Karina berpura-pura marah untuk menutupi rasa malunya. “Baiklah, aku tau," Ray tertawa lagi karena melihat respon Karina yang menurutnya menggemaskan sekali. Ray kembali mengalihkan pandangannya, menjelajahi kamar Karina di temani oleh Karina yang berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka. Melihat Ray yang masih sibuk menjelajahi kamarnya, Karina pun memutuskan mengetik tugas teater mereka. Ketika Karina sudah selesai mengetik, dia baru menyadari pintu kamarnya tertutup dan Ray berdiri bersandar di pintu kamarnya. "Kamu menutup pintunya? Kenapa kamu menutup pintunya?" tanya Karina bingung. Ray meraih remote pendingin ruangan dan menyalakannya, kemudian Ray melangkah mendekati Karina dan memeluk Karina tiba-tiba dari belakang, "Kamu mau apa, Ray?" tanya Karina yang masih merasa bingung dengan sikap Ray yang mendadak aneh. "Aku enggak tau kalau kamu suka mendengarkan permainan piano. Kalau aku tau, mungkin aku akan belajar satu lagu untuk aku mainkan di hadapan kamu." Karina tertawa kecil. "Sounds weird, huh?" “Enggak, Ray. Hanya saja, jangan melakukan hal-hal yang tidak kamu suka. Aku tidak pernah memaksa kamu harus bisa memainkan piano." "Hm, sebentar!" Ray melepaskan pelukannya dan beranjak mengambil CD Yiruma dan memutarnya. Karina gagal menyuarakan protesnya, karena nada-nada ini selalu berhasil membuatnya tenang. Karina memejamkan matanya. Bersenandung mengikuti musik yang di dengarnya. "Karina,“ panggil Ray dengan suara tercekat yang membuat Karina membuka matanya lagi. "Kenapa?" Ray menatap Karina dengan pandangan yang sulit di artikan, "Boleh?" "Boleh apa?“ pertanyaan Karina tertelan oleh bibir Ray yang mendadak sudah menempel dengan bibirnya. Awalnya ciuman itu lembut. Namun, lama-kelamaan ciuman itu berubah menjadi ciuman liar dan penuh gairah. Sampai-sampai Karina tidak sadar kalau dirinya dan Ray sudah tidak memakai pakaian sedikit pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD