Prolog

253 Words
Awan hitam menggulung di langit nun jauh di sana menandakan air hujan siap mengguyur apa saja yang ada di bumi. Menghempaskan apa saja yang bisa di hempaskan olehnya. Angin berhembus dengan sangat kencang dan menerbangkanapa pun yang ada di diubah. Suara petir yang terus menggema seakan menambah suasana mencekam di sore yang kelabu ini. Aku terus berlari memecah jalan yang sepi dan berlari angin membelai rambutku kasar. Wajahku begitu pucat seakan tak ada darah yang mengalir ke mukaku. Napasku kini mulai tersengal karena jarak yang kutempuh cukup jauh. Sesekali aku menoleh ke belakang memastikan tidak ada pun atau seauatu yang mengejarku. Bruk … Aku terjatuh di jalanan berbatu tat kala kaki mungilku tersandung dengan batu yang ada di tengah jalan. " Sial ... kenapa ada batu di tengah jalan seperti ini?" umpatku sambil berusaha berdiri. Sial ... aku sedang sakit yang teramat di kaki kiriku. Dihubungi saya terkilir saat terjatuh tadi. Sekarang aku harus bagaimana? Tak mungkin aku bisa mencoba dengan ini. Dan tak mungkin juga aku diam dia setuju. "Aaggghhh ...," aku berteriak sekeras mungkin saat aku melihat sosok seseorang di hadapanku. Tidak, sosok itu sama sekali tidak membuatku tenang. Berulang kali aku mundur karena keterlibatan itu dan melayang semakin mendekat ke Arahku. Dia adalah seorang perempuan kepala yang melayang bersama dengan isi perut yang menjuntai yang tahu orang dengan nama kuyang atau bocor. Aku semakin mundur. Mencoba menjadi semakin sulit. Aku ingin mencari atau berhadapan dengan koleksi yang satu ini. "Aaaggghhh ...," teriakku saat sosok itu hanya beberapa senti dari wajahku.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD