PROLOG

828 Words
“Dan pemenang dalam speech contest ke 12 ini adalah….. Tanaya Veronica dari Flamboyan Junior High School” suara gemuruh dan riuh akan tepuk tangan menggema di seluruh aula ini. Blitz kamera tidak henti-hentinya terlihat di depan panggung. Seluruh wartawan yang diundang langsung mengarahkan kamera pada seorang gadis yang sedang berjalan menuju panggung. Gadis itu dengan percaya diri melangkah, seolah tak terganggu dengan blitz-blitz kamera yang mengganggunya. Mungkin, dia menganggap bahwa dirinya sekarang sedang berjalan diatas red carpet pada acara-acara besar yang sering dia kunjungi. Baiklah, siapa yang tidak tau Tanaya Veronica? Tidak seorangpun yang tidak tau nama gadis itu disini. Ketenaran, prestasi dan segudang aktivitas lain yang selalu melibatkan namanya dan keluarganya.Tanaya adalah model remaja yang sedang naik daun. Wajahnya mengisi sampul majalah-majalah remaja dan followers-nya di media sosial bahkan sangat banyak. Tidak ada remaja yang tidak mengenal dirinya. Tidak ada. Keluarga yang melatarbelakanginya juga merupakan keluarga terpandang, keluarga yang berada di barisan atas, membuatnya terkenal di kalangan sosialita. Riuh kegembiraan tak bisa dielakkan dari tribun sebelah kanan, team supporter dari SMP Flamboyan terus menyerukan nama gadis itu. “Tanaya! Tanaya! Tanaya” seolah tidak ada lagi nama lain yang akan diagungkan saat ini. Aktivitas penyerahan hadiah itu tidak berlangsung begitu lama. Setelah acara live dari salah satu stasiun televisi edukatif itu berhenti. Beberapa orang langsung bergerombol masuk kedalam panggung untuk mengucapkan kata selamat kepada pemenang. Euforia kemenangan itu terasa begitu jelas ketika Tanaya langsung dikerubungi tim supporter yang sudah menemaninya selama babak penyisihan dan final ini. Tanaya berada di tengah-tengah, menyalami teman-temannya satu persatu. Senyum kebahagiaan tak kunjung padam dari wajahnya. Begitupula, orang-orang yang yang sekarang ada di sekelilingnya. “Ayo pergi, udah terlambat” gadis itu akhirnya berkomentar setelah beberapa jam mengunci mulutnya rapat-rapat. Memperhatikan lomba antar sekolah ini dengan seksama, dia tak ingin perhatiannya teralihkan pada apapun kecuali objeknya. Orang disebelahnya langsung berdiri dan menuntunnya untuk segera berdiri pula. Dia baru saja akan melangkah keluar dari aula ini ketika melihat seorang pemuda membawakan bunga dan menyerahkannya pada Tanaya. Dari balik matanya, dia dapat melihat dengan jelas aura perbedaan yang cukup jelas terpancar dari keduanya. Menarik. Dia tersenyum simpul. “Ada apa?” Suara orang di sebelahnya mengejutkannya. Jantungnya tersentak dan detik Selanjutnya kembali normal. Dia menggelengkan kepalanya. “Tidak ada” “Apa lagi yang kamu tunggu?” Dia mengalihkan pandangan dari depan panggung dan menggeleng perlahan. Diambilnya tas punggung yang selalu menemaninya dan melenggang pergi. Tidak ada lagi yang harus ditunggu. * Ladisha Amoura menyukai Tristan Alvero. Itu bisa dilihat dari tingkah gadis itu yang selalu memperhatikan Tris ketika cowok itu lewat dimanapun. Di depan kelas, di kantin, di lapangan atau dimanapun. Disha pasti tidak akan mengalihkan tatapannya. Seolah wajah Tristan memiliki magnet yang begitu hebat hingga menarik mata Disha. Sejujurnya, bukan hanya dia yang menyukai cowok itu. Seluruh murid perempuanpun akan bersedia mengatakan iya ketika Tris meminta mereka untuk menjadi pacarnya. Tris mempunyai semua yang mereka butuhkan. Ketampanan, kepopuleran dan martabat. Mungkin karena tiga hal itulah banyak yang memendam perasaan kepada cowok itu. Dia sudah memiliki aura yang sangat menonjol dibandingkan teman-temannya yang lain. Tapi, semua orang tau Tristan milik Tanaya dan Tanaya adalah milik Tristan. Mereka adalah T-Couple yang dijuluki oleh teman-teman sekolah. T artinya Top, Trending Topic and Taken soon to be. Baiklah mungkin yang ketiga agak memaksa. Tapi, tidak ada yang berani mendekati Tristan selama Tanaya ada disekitar cowok itu. Disha cukup tau diri akan hal itu. Untuk tak mendekati Tristan sampai waktunya tiba. Disinilah pada akhirnya gadis itu memandang pasangan itu dengan tatapan yang tak terartikan. Dari setiap sudut sekolah yang tak akan terjamah oleh mata Tristan, mengamati pemuda itu dalam diam. Hanya memandang dari jauh tanpa mampu mengomentari apa-apa. Entah apa yang dirasakan gadis itu saat ini, mungkin hanya Disha yang megerti dan hanya dia dan teman-temannya yang memendam rasa yang sama yang mengerti. “Dis, ayo pergi” Temannya Reda, sudah memanggilnya dari tadi. Disha hanya tersenyum dan mengangguk, meskipun dia belum mau mengalihkan pandangannya. “Udah pangeran lo nggak akan pergi kemana-mana” Disha merengut dan mengikuti langkah Reda yang terkekeh geli karena tingkahnya. Tak ingin menebak apa yang Reda pikirkan, Disha tetap melangkahkan kaki menuju lapangan futsal. Mereka harus latihan untuk lomba futsal putri se-jabodetabek yang akan diadakan dua minggu lagi. Dibandingkan Tanaya, Disha bukan apa-apa. Jika Tanaya menyukai gaun cantik dan berdandan, maka Disha menyukai hal-hal yang akan membuatnya berkeringat, rambut lepek dan muka kucel. Dibandingkan Tanaya, mungkin Disha yang sekarang belum apa-apa. Tidak ada kepopuleran, tidak ada ketenaran dan tidak ada keluarga terpandang. Hidup sebagai Tanaya hanya akan menjadi mimpi bagi Disha karena memang, hidupnya sudah berbeda seratus delapan puluh derajat. Tapi dibandingkan orang lain, Disha percaya satu hal. Takdir bukan sesuatu yang dicari tapi sesuatu yang dibuat. Ditangan kita, kita membuat takdir itu sendiri. Disha percaya tidak ada yang namanya keberuntungan, hanya ada hasil dari kerja keras. Itulah salah satu yang membuat gadis itu berbeda. Dan dia berjanji akan mendapatkan Tris selama T-Couple masih berstatus taken soon to be.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD