Prolog

635 Words
Braakkk Tiinnnnnnnnn Duaaaagggg Suara melengking terdengar disusul oleh riuh beberapa orang yang bergegas menghampiri kecelakaan kendaraan beroda empat berwarna hitam metalik, di tengah jalan yang terlihat lengang dari kendaraan lain. Perasaan kalut, terkejut dan khawatir menjadi satu, terlihat dari pandangan wanita di balik kemudi, walau kaca dashboard mobilnya sudah tertutup cairan merah pekat di beberapa sisinya, tetap saja, seseorang yang tergeletak beberapa meter di depan mobil keluaran negara maju Asia itu tetap terlihat. Baju blus panjang selutut biru muda yang dikenakan wanita di hadapannya telah berubah warna, keranjang belanja terlihat terlepas jauh dari genggaman tangan mulus yang saat ini bergerak terhambat. “Ya, Allah” gumamnya bergetar. “Mbakkk... Mbaaaakk” teriakan yang terdengar semu diiringi dengan ketukan keras dikaca pintu mobil membuat wanita di dalamnya tergagap, tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya, namun bunyi kunci pintu menandakan dirinya harus siap dengan apa yang telah dia perbuat. “Kalau pake mobil hati-hati dong Mbak!!” “Tanggung jawab atau saya langsung bawa Mbak ke kantor polisi.” “Main ngebut aja dikira lagi balapan!” “Kalau nggak bisa pake kendaraan jangan maksain!” “Masih muda sayang udah jadi calon napi.” “Cantik-cantik kok kelakuannya kayak kepinding!!!” “Udah laporin aja, biar tau rasa.” “Biar kapok masukin bui aja.” Perkataan keji dan cacian terdengar seperti kaset rusak di telinga wanita yang sudah tampak jelas perawakannya, tubuh tingginya terbalut kaus putih panjang bertuliskan –when I know you so well- berwarna merah dengan celana high jeans hitam serta sepatu kets keluaran brand cukup ternama. Wajahnya masih memancarkan kekalutan, terbukti dengan air mata yang kini perlahan mulai mengalir, rambut hitam sebahu membingkai wajah sang wanita dengan iris mata sayu yang telah memerah. Hidung yang terasa tersumbat itu sedikit mengeluarkan cairan kental sewajarnya seseorang yang menangis tergugu sedangkan bagian wajah di atas pelipisnya mengeluarkan cairan pekat merah. Ya, wanita ini pun terluka namun tidak mengurungkan aksi riuh di sekelilingnya. “Aa---” baru saja dirinya mencoba untuk mengucapkan sepatah kata, suara orang-orang yang mengelilingnya sudah kembali mengumpat, sampai seseorang di antara mereka menengahi, berkata bahwa dirinya adalah seorang dokter dan sudah menghubungi ambulans rumah sakit tempatnya bekerja yang kebetulan tak jauh dari tempat kejadian. Tak wanita itu hiraukan ucapan yang mencoba meredakan amarah orang-orang di sekitarnya, bahkan wajahnya pun tak tau rupanya karena wanita itu merasa sesak, bukan karena ruang saja yang terasa sempit mengelilinginya melainkan hatinya seperti dijatuhkan ke dalam labirin buntu, tak tau jalan keluar, dan akhirnya memilih untuk diam tak bergerak. Beberapa menit berlalu, dirinya masih diam membatu hingga, “Mbak, mau ikut ke rumah sakit atau mau tetap di sini, menjadi sasaran kemarahan warga?” Pertanyaan bernada melas dibalas edaran mata oleh wanita yang masih mengeluarkan cairan beningnya, meski ragu akhirnya wanita itu mengikuti sesosok tegap di hadapannya, sama sekali tidak memikirkan keadaan mobil dan isi di dalamnya. Matanya menerawang jauh ketika dirinya sudah duduk di samping bangkar tempat wanita yang saat ini terlihat kekurangan darah, sungguh melihatnya lebih dekat membuat pening di kepalanya bertambah menjadi denyutan keras. “Ap-ppa dia sed-dang menggandung” suaranya terdengar bergetar ketika baru menyadari bahwa perut wanita di hadapannya terlihat besar membuncit, labirin di hatinya seketika bukan hanya terhalang jalan buntu di setiap sisinya. Namun semakin lama semakin menekan keberadaanya, mengecil, mengecil, mengecil sampai tidak menyisakan ruang untuk dirinya, sesak yang terasa semakin dalam, udara seakan ikut menghukum dirinya dengan tidak membiarkan dirinya menghirup bahan pokok tak terbantah makhluk hidup. Dokter di sampingnya hanya meliriknya sekilas, entah apa yang dia pikirkan, tangannya masih bekerja dengan beberapa alat siaga di dekatnya, mereka masih berada di jalan menuju rumah sakit. “Aku seorang pembunuh?” “Pembunuh Ibu dan Anak?” “Ya Allah.” Dan semuanya menggelap seketika. Oh, apa kini cahaya pun tak sudi memberi penerangan bagi dirinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD