Libra Abraham Adelard

526 Words
     Kedua bola mataku membulat saat setiap rayuan itu merawat pujian dan sanjungan. Matanya selalu mengintai seperti malam-malam sebelumnya saat kami melakukan dahaga malam. Tubuhnya yang kekar sanggup menanggung desahan demi desahan yang aku keluarkan, apalagi saat aku mulai bermain dengan geliat nikmat karena tangannya berada di pusat paling sempurna. Ya, sungguh aku tergila-gila dengan gairah yang suamiku sajikan malam ini.      Belum sempat aku merakit pelepasan yang sudah diujung, bentuk itu telah berkuasa dan merujuk agar aku kembali mendesah. Yang sudah dirancang rupanya bisa membuatku tergerak untuk melahap bibir tebal suamiku, tanganku juga tidak lupa mencoba memainkan bentuk mungil kecoklatan agar pria yang kini berada di bawahku mengerti.      Usahaku tidak pernah meleset karena pria yang selalu aku sebut Papa seksi langsung menerkam kedua buah dadaku secara bergantian. Tangannya yang besar cukup untuk menampung kedua dadaku yang tidak terlalu besar namun terlihat saat aku memakai kaos tipis tanpa pelindung.      "Aagh Papa," aku tidak sanggup dengan ulangnya saat menggigit ujungnya. "Mama nggak kuat, aah aahh... Nggak kuat Papahh."      Sialnya suamiku yang memiliki nama macho Libra Abraham Adelard atau yang kerap disapa Libra itu mengurungku dalam dekapannya lagi. Kesempatan aku untuk melepaskan semua wujud nikmat hilang karena Libra menghentikan ritme yang membuat kepalaku pening.      "Ada apa Pa?" Tanyaku penasaran saat Libra menatap sisi ranjang.      "Nggak Ma, itu... Hp Mama dari tadi getar,"      Dengan malas aku menoleh. Sial, aku lupa akan satu hal dan terlambat menyadari saat Libra merangkak ke arah nakas. Tapi secepat kilat aku mencegah lengan suamiku, aku menyambar bibir tebal terdapat belahan di bawahnya. Tekstur yang membuat aku gila itu sudah terperangkap dalam mulut, juga tanganku membelai bentuk keras itu lalu mengarahkan ujungnya ke bagian dasar yang sudah lembab.      "Engh...," Aku tidak bisa menahan tekanan itu, juga mataku tak beralih pada ponsel di sana. Nama Haikal sudah membuyarkan rasa nikmat malam ini.      "Ada apa sih Ma? Kok kamu jadi gini?"Ucapan Libra membuat aku gugup, tidak lama pria berusia 32 Tahun itu kembali mendatangi layar canggih di atas nakas.      Tak ada perilaku berarti yang bisa aku lakukan. Libra sudah menguasi ponsel milikku, tidak lama terpasang mimik tidak suka di wajah Libra.      "Ini apa sayang? Kenapa nggak pernah cerita?"      Cerita? Apa maksudnya? Aku pun hanya menunggu penjelasan lain yang akan Libra ucapkan, tapi hingga menit terus berjalan suamiku terdiam dan duduk di sampingku. Butuh waktu lama aku menunggu. Tapi aku tidak memiliki keberanian lebih selain menggigit bibir dan melindungi tubuhku dari selimut. Tapi aku kembali dikejutkan saat tangan Libra melingkar di pinggang.      "Lain kali jangan ditanggung sendiri! Besok Papa ganti ya uangnya," Libra menaruh ponsel ke nakas.      "Terus nanti Mama bilang aja kalau orang itu dateng lagi. Suruh dia telepon Papa, jangan main dateng ke rumah!"      Jujur aku masih sulit memahami apa yang Libra ucapkan. Dia kembali menciumi leher dan dadaku, tentu ucapan yang membingungkan terabaikan begitu saja oleh hawa yang membujuk pada haluan paling nikmat di setiap malam. Aku dengan segala macam perilaku membahagiakan Libra malam ini kembali bergaya lincah, menari pada rasa itu lagi. Menopang apa yang telah terbenam agar semakin luar biasa, tapi... Wajah itu, ujung hidung terlihat runcing dengan sorot mata memiliki tubuhku, juga suara halus namun dekapan itu luar biasa menjelma sebagai racun dan ekstasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD