1 - Pak Aydan,i'm Coming!

2024 Words
"Pagi Pak Aydan." Sapaku riang gembira pada si ganteng,Ayang Aydan-ku. Bisa kalian bayangin engga sih? dia kece banget make kemeja,celana bahan warna item ditambah kacamata menghiasi mukanya. Duh,lemah hatiku. Jantungku aja dah main drum dalam sana,saking Sukanya. "Pagi." Balasan sapaannya sangat dingin bukan? No problem,jatuh cinta dan mengejar cinta harus bisa menebalkan muka dan makin mengesampingkan rasa malu. Pak,lamar sekarang bisa engga? Nyatanya ini kukatakan dalam hati saja. Nikmat Tuhan mana lagikah yang aku dustakan? Lihatlah betapa gantengnya mahluk Tuhan satu itu,punggung lebarnya pasti nyaman sekali saat dipeluk. Dia itu makin menjauh malah membuatku makin ingin menggapainya,terasa tertantang. Princess Callisa. Layaknya namaku yang seperti Disney-disney maka penampilan dan rupaku pasti tidak jauh dari mereka dong,apalagi anak yang selalu dimi-okey lupakan soal itu. jantungku masih deg-degan mengingat betapa kecenya Pak Aydan tadi. Demi kacamata mahal yang membuat kak Rasya mengomeliku selama 3 hari berturut-turut,aku tidak bisa mengalihkan pandanganku saat melihat si ganteng keluar dari ruangan guru entah mau kemana,kakiku yang terbalut heels tinggi ini tidak bisa bergerak sama sekali. Huaaa,dia ganteng banget. Ya Allah,kenapa jodohku ganteng banget sih? Pak Aydan! kenapa kamu meninggalkan calon binimu disini? Wkwkw. Maap guys,haluku makin tidak beraturan gegara si ganteng. Apakah aku kuliah disini? Jelas tidak. Aku sudah wisuda. Terus? Bagaimana pertemuan pertamaku dengan Aydan Athallah? Biar kujelaskan dikit bagaimana pertemuanku dengan sang pujaan hati ini,dia dengan gentle-nya membantu keponakanku berdiri saat tak sengaja terjatuh. Cinta datang dari pertemuan pertama,yaps! Aku langsung terpesona padanya. Bisa bayangin engga sih? dia itu mirip oppa-oppa korea tapi versi indo plus mukanya agak chubby juga. gemes kantapi inget loh,dia jodohnya Callisa. Seorang Princess Callisa. Egois? Sejak kapan sih orang jatuh cinta engga egois pemirsah? Ini tuh soal hati,dan aku terlalu lenmah apalagi perihal mencintai. Haha gaya sekali,tapi engga papa. Kutepuk-tepuk pipiku pelan untuk sadar diri,membalikkan badan dan menuju mobil kembali. Kenapa aku ke kampus? Jelas ingin bertemu Pak Aydan dong, menyegarkan Mata sebelum naik mobil kesana kemari. Terus, pekerjaanku apa? Ya engga tau, setelah wisuda aku tidak pernah berinisiatif untuk mencari pekerjaan. Ada ketiga kakakku yang bersedia menanggung semua keinginanku dan juga ada transferan dari orangtua yang tidak pernah absen. Kegiatanku setiap hari? Paling kesana kemari mengganggu kedua kakak iparku. Seolah lupa dengan tujuan keduaku kemari,aku membuntuti Pak Aydan,banyak mahasiswa yang menyapanya. Aku iri,aku benar-benar iri pada mereka yang sangat gampangnya bisa menyapa Pak Aydan tanpa dikacangi apalagi dilupakan. Callisa memang begini,niat hati mau pulang malah mengikuti Pak Aydan begini. Tapi ya tapi,sepertinya pagi ini keberuntungan sedang berpihak padaku,Pak Aydan malah membelokkan kakinya ke taman kampus lalu duduk disana membaca buku. Lihatlah pemirsah,betapa gantengnya dia. Bagaimana seorang Princess Callisa tidak jatuh cinta coba? Tarik napas buang,kudekati Pak Aydan. "Pak Aydan." panggilku dan dia menoleh sejenak kemudian kembali menunduk membaca buku yang ada di pangkuannya. Menurutku, itu respon cukup Bagus. Sabar,orang cantic harus selalu berusaha sabar. "Menurut Pak Aydan, aku itu sempurna atau tidak?" tanyaku langsung padanya. Badannya terlihat menegang selama beberapa detik kemudian kembali terlihat biasa saja setelahnya. "Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, Callisa. Semua manusia itu sama dimata Allah, tidak ada yang berbeda." jawabnya tanpa menatapku sama sekali. Pak,aku tuh pengen di tatap dengan tatapan cintanya Bapak tau. Pengen Bapak bucin sama Callisa ini. Kapan ya Pak? Tapi ya tapi,ini hanya kukatakan dalam hati. Aku malah mengatakan hal lain. "Kata kak Ray, aku dan Pak Aydan itu sangat berbanding terbalik. Mungkin di mata orang yang menilai seseorang dari segi penampilan dan fisik maka aku itu sempurna, tetapi jika itu dinilai oleh orang-orang yang mengerti agama dan paham agama. Maka aku itu tidak ada apa-apanya, tidak sempurna sama sekali." Hal ini cukup mengangguku selama beberapa hari ini. Dari sini,aku bisa mendengar helaan napasnya. Malah sekarang sudah menutup buku bacaannya,ganggu engga ya? tapi kalau aku engga bertanya pasti kepikiran terus tiap malam? Pak Aydan tidur nyenyak,eh akunya begadang gegara overthinking. Dari ujung mataku Pak Aydan terlihat memijat pangkal hidungnya,apa sesusah itu ya jawabnya? "Tidak ada pemikiran seperti itu dalam agama, Callisa. Semuanya sama saja dan tidak ada yang dibeda-bedakan." ujarnya sembari memasang kembali kacamatanya. Aku terpesona sesaat, tetapi tidak. Aku harus fokus pada tujuanku. "Lalu kenapa Pak Aydan tidak pernah meresponku? Aku yakin sekali jika Pak Aydan pasti bisa merasakan perasaanku sendiri. Apa aku kurang cantik? Atau apa yang kukatakan tadi itu benar?" tanyaku lagi,sebenenarnya rada sesak sih menanyakan ini. Tapi engga papalah,sekalian nyemplung aja. "Callisa, semua perempuan itu sama dan cantik dalam versinya masing-masing. Tapi mereka punya posisi dalam keluarganya, kamu itu keluarga terpandang berbanding terbalik dengan kehidupan saya. Kamu mana mungkin mau hidup sederhana bukan?" mataku mengerjap beberapa kali, "Selama ini pakaian kamu itu mewah semua, sedang saya nantinya akan jadi kepala keluarga. Saya ingin istri saya menutup aurat, karena itu adalah tanggung jawab saya. Saya ingin istri saya pandai mendidik anak-anak saya, tidak perlu uang cukup kedewasaan perempuan itu saja. Kamu siap meninggalkan kemewahan itu untuk Hidup bersama saya?" Jantungku berdebar cepat. Baju yang kupakai saat ini seharga 7 jutaan,celana kulotnya agak murah cuman sejutaan aja. Kacamata jangan ditanya,sepatu apalagi. Pernak Pernik yang ada di kepalaku juga tak kalah menggiurkan untuk di sebutkan,menggiurkan untuk di skip maksudnya. Tapi apa mencolok sekali ya? apa harus di ungkit semua ya? "Callisa, saya tidak pernah mau mempermainkan perempuan. Saya ingin langsung menikahinya bukan malah mengulur waktu dengan fase kenalan, pacaran dan tunangan barulah menikah. Untuk apa tahap seperti itu? Untuk menumpuk dosa?" Aku bingung, ingin menjawab pertanyaannya bagaimana. Mendadak isi kepalaku blank. Serasa ada kata error. "Callisa, saya butuh perempuan yang bisa paham sedikit agama. Saya tidak sempurna jadinya saya tidak pernah bermimpi ingin mempunyai perempuan sempurna juga. Saya tidak pernah neko-neko soal perempuan, karena saya Juga sadar diri akan hal itu. Tapi kamu? Kamu terlalu jauh untuk saya gapai, Callisa." Terlalu jauh? Jadinya selama ini Pak Aydan merasa begitu? "Saya permisi." Ku tatap punggung Pak Aydan, ku dudukkan diriku di kursi Taman yang tadinya Pak Aydan duduki. Kemudian tertawa kecil. Jadi, Pak Aydan merasa minder? Aku akan berjuang,walaupun aku belum tau ini ujungnya akan bagaimana tapi setidaknya hatiku merasakannya. Ya,aku akan tetap mengejar seorang Aydan Athallah. "Callisa?" aku menoleh cepat, Pak Aydan kembali. "Mungkin saja kamu salah mengartikan perasaanmu, mungkin saja kamu hanya kagum pada wajah saja bukan tertarik untuk menjadikan saya imammu. Jangan bertindak terlalu jauh, Callisa. Saya tidak mau kamu menyesali waktumu yang terbuang karena terlalu fokus mengejar saya. Assalamualaikum," What? Tau apa dia tentang perasaanku? Yakali aku engga tau gimana perasaanku sendiri. Engga mudah loh berdiri disekitarnya begini. “Pak tunggu sebentar!” larangku padanya karena aku merasa ini masih kegantung tapi dianya malah terus jalan. Menyebalkan sekali. Tapi aku makin cinta,gimana dong? Hati dan jantungku,kenapa kamu lemah sekali? Dikasi senyuman dan liat cowok kek Pak Aydan aja langsung suka. Aku tertawa sarkas,mengapa dia begitu sekali? Padahal aku hanya menanyakan kesempurnaan tapi sudahlah,aku meninggalkan Kawasan kampus dengan pemikiran bercabang. Darimana aku mendapatkan keberanian menanyakan soal ini? Padahal selama ini aku hanya memandangnya dari jauh atau menyapanya lalu dikacangi. Seperti yang kukatakan tadi,kak Ray. Kakak ketigaku dari empat bersaudara dan akulah anak terakhir,kurang lebih orangnya bilang begini. "Tau engga, Dek? Mungkin kamu akan sangat sempurna dimata orang-orang yang hanya mengandalkan penampilan tetapi kamu tidak sempurna dimata orang yang mengerti selut belut agama islam. Udahlah, Dek. Kamu cari yang bisa digapai, Aydan terlalu tinggi. Atau kata anak jaman sekarang tuh kamu itu terlalu astagfirullah untuk Aydan yang subhanallah.” Ini dikatakannya kemarin menerus. Menayakan soal penampilan pada dosen menyebalkan namun sudah kucintai itu. biasanya saat aku baru saja menemui Pak Aydan seperti biasanya,dan aku malah kepikiran terus aku memang selalu curhat soal Pak Aydan pada para kakakku,mereka mendukung hanya Kak Ray tukang jahil yang mengatakan hal berbeda. Tapi apa aku memang setidakcocok itu dengannya? Kupandang arah perginya Pak Aydan tadi,aku dilema. Namun kalau aku menyerah lalu bukan perjuangan dong Namanya? Kutatap beberapa mahasiswa yang lewat dengan pakaian tertutupnya,aku akan merubah penampilan begitu? Begitu katanya? Aduh! Masa aku kayak gitu. Tau ah,bingung. *** Mba Deva mengangguk paham didepanku setelah mendengar ceritaku tentang percakapan pagi tadi bersama pak Aydan, sedang kak Akaf bermain bersama putranya di karpet bulu di ruangan keluarga. "Memangnya kamu siap, Dek? Dari semua itu yang Mba bisa simpulkan. Aydan pengen punya istri yang menutup aurat, kamu siap?" Aku merana mendnegarnya,kenapa harus bawa aurat-aurat segala sih? kenapa engga kecantikan aja,atau rambut cantikku atau wajahku yang glowing abis. Maslaahnya adalah kenapa aku harus merubah penampilan demi pujangga cinta yang taat agama gitu loh? Kupegang rambutku yang selalu kubawa ke salon dua hari sekali. "Mba kesana dulu, kayaknya Exa mulai rewel." Mba Deva mengenggam tanganku guna menguatkan selama beberapa saat kemudian berlalu, mengambil alih anaknya yang baru berumur satu tahun itu dan membawanya masuk kedalam kamar. Ya Mba Deva, tepatnya Devalia Angkara. Istri dari kakak keduaku yang bernama Rakaf Deravendra yang biasa aku panggil dengan 'kak Akaf'. Terus kerjanya yang itu apa? Kak Akaf bekerja sebagai pebisnis juga, tetapi di bidang perumahan dan bangunan beberapa vila. Istrinya memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Kak Akaf duduk disampingku. "Masih tentang, Aydan?" tanyanya langsung yang kubalas dengan anggukan lemah. "Kalau punya beban atau pengen punya teman cerita jangan di pendam ya, Dek. Kamu punya dua kakak ipar yang dewasa dan pastinya sangat sayang sama kamu. Kakak, kak Rei dan Ray mungkin jarang punya waktu untuk kamu, tapi ingat. Kami selalu menyayangi kamu." Kupeluk kak Akaf erat, kepalaku ku sandarkan di dadanya. Diantara ketiga kakakku, aku paling suka dengan kak Akaf, sangat penyayang, lemah lembut murah senyum. Tidak pernah menghakimiku dan selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Hmm aku punya dua kakak lagi,yang pertama Namanya Reika Deravendra,orangnya kaku dan istrinya dosen. Tadi aku sempat menyebutkan soal si tukang ngomel? Nah dia,perempuan tertua di persaudaraan ini. Dia Rasya,kerjaannya dosen yang membuatku bebas bolak balik di kampus Atmaja jadinya bisa nyapa Pak Aydan,sekaligus karena anaknya kak Rasya-lah yang jatuh makanya aku bertemu dengan si cinta pertamaku. Ada lagi,si Raymond dengan marga yang sama. Malas bahas dia lah,gara-gara dia aku pusing soal Pak Aydan. pokoknya orang jahil dan anehnya aku malah tinggalnya sama dia guys. Haha,aneh kan? Percayalah,Callisa memang rada aneh sih. Aydan,Aydan tersayang namun aku belum di sayang olehnya. Jadi memikirkan Pak Aydan kan? Jadi menurut kalian,aku gimana? Nutup aurat demi cinta? Karena engga mungkin niat sendirilah makanya pake jilbab,No no. itu tidak pernah ada dalam tujuan hidup Callisa. "Kamu selalu menjadi princess kami bertiga, walaupun mami dan ayah sibuk diluar sana tapi ada istri Kakak dan kak Rei yang selalu ada untuk kamu, Dek." suaranya terrdengarkan lagi,dia memang kakak tersayangku. Ku eratkan pelukanku dan memejamkan mataku. Aku merindukan keluarga lengkapku dan candaan kami semua sayangnya sudah berbeda, semua kakakku sudah punya hidupnya masing-masing. Walaupun aku tinggal bersama kak Ray, tapi tetap saja dia itu jarang pulang. "Malam ini bermalam disini kan?" "Mana bisa, ini aja Kak Ray udah nelepon sejak tadi. Padahal biasanya dia itu jarang dirumah tapi kenapa malah sibuk sendiri sih," gerutuku kesal, kulepaskan pelukanku dan menatap kak Akaf. Andai dia bukan kakakku, mungkin aku akan merebut kak Akaf dari Mba Deva, sempurna banget. "Hayoo, pikirannya kemana ini?" aku tertawa mendengar candaannya, mendengar langkah kaki aku menoleh kebelakang ternyata Mba Deva. "Exa sudah tidur, sayang?" tuh kan, Kak Akaf itu idaman semua perempuan. "Sudah, engga cukup lima menit matanya sudah terpejam. Lagi bahas apa? Kayaknya seru banget?" ini juga perempuan satu, Andaikan aku laki-laki maka aku akan menjadi pihak ketiga diantara mereka. Udahlah,aku memutuskan pamit pulang walaupun kayaknya kak Akaf rada engga rela aku pulang,sesampainya di rumah. Aku menarik selembar outer tipis yang biasa kupakai untuk melengkapi fashionku,aku mengenakannya di kepala seolah-olah sedang pake jilbab. “Ihh engga cantic banget,” keluhku,”Rambut keceku engga keliatan.” Kulempar outer it uke ranjang. Pak Aydan,Hai Pak Aydan. yang jadi pertanyaanku sekarang adalah apakah aku harus berjuang lagi? Kutatap pantulan diriku sendiri di kaca. “Padahal sudah cantik gini masa engga tertarik?” gumamku,”Udahlah males. Mengibaskan tangan ke udara,okay. Berjuang berarti berjuang,maka jangan berhenti berjuang mau sejauh apapun penolakan. “Hai kamu,Pak Aydan. tunggu saja bagaimana Callisa memanahmu dengan panah-panah cintanya,dan gombalan recehnya. Maka tunggu aku disana! Hahaha.” Engga papa gila,asal Pak Aydan tetap dihati. Tetap menemaniku berjuang di hari-hari selanjutnya ya,aku akan menemuinya terus menerus pokoknya sampai capek,karena soal hati tidak tidak boleh di sepelekan. “Pak Aydan,I’M COMING!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD