Prolog

752 Words
. . Entah pikiran setan mana yang membisikkan ide gila ini, tetapi Aleeza benar-benar sudah tidak peduli. Persetan! Bodo amat! Selama ia bisa meniduri Jero, maka jalan apapun akan ditempuhnya, termasuk cara keji dan sadis seperti malam ini. Rona merah menyala di bibir Aleeza melebar asimetris memandangi ketidakberdayaan Jero yang terikat rantai di atas ranjang dengan kepala tertutup kain hitam. "See? Sudah kubilang, cepat atau lambat aku bisa mengendalikanmu, sayang." Aleeza bergerak ke atas tubuh Jero yang tengah terbaring, lalu dengan lembut ia tarik kain penutup itu. Sepasang iris cokelat nyaris hitam milik lelaki itu segera menghunjam dengan bengis, tatapan kalah bagi Aleeza. Wanita itu tertawa kecil. "Oke oke, biar kita bisa lebih leluasa, aku akan membuka penutup mulutmu," dan mari kita dengarkan makian-makian dari bibir seksimu, Ananta Jero. Saat usai membuka kain yang membungkam Jero, Aleeza sebenarnya menunggu apa yang akan dikatakan oleh lelaki itu. Misalnya seperti, murahan, jalang, wanita rubah, cewek binal, atau apapun. Namun sepuluh detik berlalu dan Jero hanya menyorotinya dengan pandangan tajam. Aleeza semakin tergelitik dengan permainan malam ini. Jari jemari gemulainya menyusuri d**a bidang Jero, membuka kancing kemeja hitam itu satu persatu. Hampir saja ia memekik girang saat menyentuh perut sixpack yang dipastikan terawat karena sepengetahuannya Jero rutin pergi ke pusat kebugaran untuk memahat tubuh atletisnya. "Wow. Indah. Seperti yang kuharapkan." Jemari Aleeza semakin turun ke bawah. Lalu berhenti di ikat pinggang Jero. Dengan sorot nakal dan penasaran ia melirik lelaki itu, Jero sedang memperhatikan kelakuannya dengan air muka tidak suka. Huh, tipikal Jero sekali. Namun ingin menolak sekeras apapun, Aleeza tahu Jero tidak akan mampu. Pengaruh rangsangan dari obat yang ia campurkan dengan minuman lelaki itu telah tandas diteguk sejak lima belas menit yang lalu. Jero tidak berdaya. Cheers untuk kemenangan Aleeza! Ha-ha. "Dibawah sini... Apakah sangat kuat?" Dengan amat santai Aleeza melepaskan chino cokelat yang membungkus kaki panjang Jero, beserta semua kain yang melekat pada lelaki itu, menyisakan kemeja hitam yang ia biarkan tetap terbuka kancingnya. Anjrit! Beruntung Aleeza masih sanggup menahan jiwa binalnya dan tidak mimisan saat menikmati kepolosan tubuh Jero. "Ternyata... Lumayan juga," Aleeza hampir terlena. "Lepaskan rantai ini." Akhirnya yang maharaja Jero bersuara juga. Suara beratnya sungguh membuat Aleeza tidak sabar menantikan desahan yang akan keluar dari bibir itu. "Bukan rantainya, sayang. Tapi pakaianku yang harusnya dilepas," balas Aleeza diiringi kedipan genit. Simpul lingerie hitamnya dengan mudah melorot dalam sekali tarikan. Menyisakan celana dalam yang juga padu dengan warna lingerie-nya. Aleeza yakin, sedari tadi Jero bisa menatap betapa sintalnya gunung kembar miliknya dibalik pakaian tipis yang ia gunakan. Meliuk erotis, Aleeza merendahkan tubuhnya. Menyejajarkan wajah menatapi garis rahang Jero yang tegas dan menggoda. Ia mengecup beberapa kali. "You...lose." Aleeza terkikik. Bahagia sekali melihat Jero —dengan tatapan peringatannya— tidak bisa melakukan apapun selain membuang nafas kasar. "Aku bilang, lepaskan rantainya, Aleeza." "Tidak mau!" Dia sudah bersusah payah merencanakan ini semua untuk membuat si kepala batu ini luluh kepadanya, dan Aleeza tidak akan kasih kendor! "Lagipula, juniormu memanggilku, Jero." Aleeza memberi isyarat menatap ke bawah tubuh Jero. Tanpa ingin berbincang lebih lama lagi, wanita itu menjauh menuju titik kelemahan para lelaki, memberikan Jero pelayanan yang sebenarnya dalam konteks ini adalah, Jero yang melayaninya. "Sial, Izza." Tahu tubuhnya tidak bisa menolak, Jero memejamkan mata hingga alisnya bertaut. Meskipun dadanya dipenuhi kekesalan, namun ia tetap pria dewasa yang normal. Dan apa yang sedang dilakukan Aleeza membuat kewarasannya mengabur tidak bisa berpikir jernih lagi. "Sshh... Ugh!" Jero baru membuka matanya saat mendengar desahan Aleeza, juga merasakan sensasi kehangatan di bawah sana. Aleeza memasukkannya sendiri, dan kini wanita itu menggigit bibir bawahnya sembari mengkerutkan kening, terlihat menahan nyeri. "Uh, Jero..." suara Aleeza memanja. Menyesuaikan diri, ia gerakkan pinggulnya perlahan. "Ini... Luar biasa." Nafas Jero terhembus mencoba sabar. "Lepaskan rantai sialan ini, Aleeza." "Janji dulu. Jangan pergi." "Hm." Ragu-ragu, Aleeza turun dari ranjang dan membuka nakas, mengambil kunci gembok yang menjadi alasan mengapa rantai itu tidak bisa lepas. Sebenarnya ia tidak yakin dengan arti hm dari jawaban Jero barusan, tetapi cuma pria tidak waras yang mau menghentikan kegiatan nanggung mereka. Apalagi saat tadi melihat Jero menikmati service-nya, Aleeza yakin malam ini akan menjadi saksi bahwa Jero, si lelaki baja yang tahan akan pesonanya, akhirnya jatuh juga dibawah kendali Aleeza Hirata. Tepat dua detik setelah rantai itu lepas, Jero tiba-tiba bangkit mengangkat Aleeza seperti karung beras. Lalu entah bagaimana mulanya, bukan berakhir dengan mimpi indah dalam pelukan kehangatan sampai pagi menjelang, Aleeza berakhir di kamar mandi, sukses terkunci dari luar. "Jerooo! Buka pintunya!" "Bersihkan pikiranmu dengan air suci! Wanita gila!" . . ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD