1. Rain

1046 Words
Hiruk Pikuk Kota Seoul tampaknya sedikit terganggu pagi ini. Hujan yang turun cukup mampu menghentikan sejenak aktivitas warga. Namun, tidak bagi seorang gadis cantik semampai dengan nametag, Ahn Yoora. Gadis berusia 21 tahun itu terus berlari menerjang derasnya hujan Kota Seoul yang kala itu cukup deras. Jika sebagian orang memilih untuk berteduh dan menghangatkan tubuh mereka dengan secangkir americano panas, Yoora lebih memilih membiarkan tubuh mungil dan rambut hitamnya yang indah basah oleh derasnya hujan. Tak terniat sedikitpun untuk mencari tepat berteduh, hingga ia sampai di depan sebuah gedung tersohor yang didominasi warna putih tulang. Ya, Seoul Hospital. Rumah sakit terbesar di Kota Seoul, dimana hanya orang-orang tertentu yang mampu mendapatkan perawatan di rumah sakit ini. Di sini lah Yoora bekerja. Bekerja sebagai seorang dokter junior tahun pertama. Aneh memang, diusianya yang masih muda Yoora bisa menjadi seorang dokter di rumah sakit itu. Tapi, itulah Ahn Yoora, dengan kecerdasan melebihi rata-rata yang dimilikinya,mampu membuat Yoora menyelesaikan kuliah dengan sangat cepat, sehingga ia menjadi satu satunya dokter termuda di Seoul Hospital yang dapat masuk dengan mudah. "Ah, hujan sialan, kenapa selalu datang disaat yang tidak tepat, sih?!" Yoora menghela nafasnya kasar. Jika ia harus masuk dengan keadaan seperti ini, ia pasti akan diceramahi oleh Minji sunbae, dan dia sudah bosan mendengar setiap ocehan seniornya yang memang begitu cerewet. Ahn Yoora!! Kenapa kau basah seperti ini?! Jika kau basah, bagaimana kau akan mengobati pasienmu?! Yang ada kau bukan mengobati orang sakit,tapi malah kau yang sakit !! Kau ini pintar!! Tidak bisakah kau gunakan sedikit dari otak pintarmu itu untuk memikirkannya?? Jika sudah begini, aku jadi ragu kalau kau ini pintar!! Apa jangan-jangan kau ini orang bodoh yang berlagak pintar ya?? Hah!? Membayangkan kemarahan Minji sunbae tempo hari sukses membuat bulu kuduk Yoora berdiri. Sungguh, bahkan ocehan dua hari yang lalu saja masih tersimpan rapi dalam ingatan Yoora, jangan ditambah lagi kali ini. Sebenarnya Yoora sadar dibalik k********r sunbae nya tersimpan makna yang mampu membuat hatinya menghangat. Dia tau sunbae-nya itu khawatir jika saja Yoora tiba-tiba jatuh sakit, hanya saja cara penyampainnya yang kurang sopan, tapi itulah Minji sunbae. Dokter cantik yang terkenal dengan mulut tajamnya. "Eoh!!" Tanpa diduga sebuah jaket tebal bertengger manis di pundak Yoora. Aroma ini, harum sitrus yang menguak penciumannya langsung membuat Yoora tersadar. "Sudah melamunnya?" Yoora yang mendengar pertanyaan itu langsung berbalik dan mendapati seorang gadis yang tersenyum kearahnya. Jung Hyeri, sahabat Yoora. Gadis ceria dan ramah yang telah menemaninya semenjak mereka berada di bangku sekolah. Seperti sebuah takdir, meskipun sempat terpisah saat kuliah keduanya kembali dipertemukan saat Hyeri dan Yoora bekerja di rumah sakit yang sama. Tetapi yang berbeda adalah Hyeri bekerja sebagai seorang perawat, sedangkan Yoora adalah seorang dokter. "Ya! Kau mengagetkan ku, bodoh!! Bagaimana jika tiba-tiba jantungku berhenti berdetak?" "Hahaha, kau berlebihan nona!! Ayo masuk dan gunakan jaket itu! Aku sudah bosan mendengarkan Minji sunbae menerkammu dengan kata-katanya." Yoora tersenyum saat Hyeri beralalu lebih dulu. Jika semua orang di dunia ini sangat membencinya, maka ia yakin Hyeri adalah satu-satunya orang akan selalu ada disampingnya. Lihatlah bagaimana gadis itu memperlakukan Yoora, dia semakin yakin jika Hyeri adalah sahabat terbaik sepanjang hidupnya. *** Di tempat lain, "Sayang, bangunlah. Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Setidaknya isi perutmu dulu itu!!" Wanita berumur sekitar 47 tahun itu bersusah payah membangunkan putra satu-satunya yang entah kapan akan bangun. Menjadi rutinitas baru baginya melakukan segala hal untuk membangunkan pangeran tidur yang entah kapan akan terjaga. "Yoongi-ya, kajja ! Appamu sudah menunggu, ayo makan sayang." Min Yoongi. Pria berusia 23 tahun itu sama sekali tidak menggerakkan tubuhnya, membuat sang ibu khawatir sekaligus kasihan. Putra yang sangat dibanggakannya, yang begitu ia harapkan, kini seakan kehilangan semangat hidup. "Yoongi-ya, eomma benar-benar tidak tau lagi bagaimana membangunkanmu. Tapi ingatlah satu hal, jika kau terus seperti ini, kau membuatnya tidak bisa pergi dengan tenang. Eomma akan turun. Setidaknya makanlah sesuatu. Ini demi dia, Min Yoongi. Biarkan dia bahagia, jangan seperti ini." Ini adalah cara terakhir yang dimiliki Nyonya Min untuk membujuk putranya. Ia sudah menyerah. Putranya ini memang mewarisi sifat sang ayah. Sama-sama keras kepala. Tak ada yang bisa mengalahkan teguhnya pendirian kedua generasi itu. Walaupun pada akhirnya akan ada yang melemahkan hati keras itu. "Eomma..." Sontak nyonya Min membalikkan badannya saat sudah berada di ambang pintu. Ia tersenyum. Meskipun Yoongi belum melakukan pergerakkan sedikitpun, namun ia bersyukur, yoongi sudah mau bicara. Ini sudah terhitung hari ke 3 dimana yoongi tidak pernah berbicara dan selalu mengurung diri di kamarnya yang sudah hancur berantakan dan gelap. Tak ada sedikitpun cahaya yang masuk menerangi kamar ini. "Jika aku mau makan, apakah dia akan bahagia? Jika aku kembali menjadi dulu dia juga akan bahagia?" "Eoh! Tentu saja dia bahagia, siapa yang tidak bahagia jik- " "Kalau begitu dia egois !!!! Dia hanya ingin bahagia sendiri! Dia tidak pernah memikirkanku ! Dia tidak pernah memikirkan kebahagianku, eomma! Dia pergi sendiri! Dia tidak mau mengajakku dan membiarkanku menangisi nya sepanjang waktu! Jika dia akan pergi dengan cara seperti ini, kenapa dia membiarkanku jatuh cinta padanya, dia membiarkanku jatuh ke dalam pelukannya, dia membiarkanku tidak pernah melirik gadis lain selain dia!! kenapa? kenapa dia harus pergi secepat ini!! Kenapa ?!" Kini Nyonya Min menatap sendu sang putra yang tengah berusaha menahan tangisnya. Kemudian berjalan kearah Yoongi, memelukknya, mendekapnya, memberi kehangatan, menjadi tempat sang putra meluapkan semua rasanya. Dan benar, kini yoongi tengah terisak dalam pelukan sang ibu, mengeratkan pelukannya pada wanita yang selama ini menjadi tempatnya berteduh. Yoongi benar-benar tidak bisa menahan semuanya sendirian. Dia butuh seseorang, dan orang itu adalah ibunya. "Eomma, tidakkah dia...hiks...hiks...ja...hiks..dia jahat eomma, dia....hiks...dia egoiis!" Nyonya Min mengusap lembut kepala sang anak. Ia mengerti apa yang sedang dirasakan putranya saat ini. Tak ada yang pernah siap dengan sebuah kehilangan. Siapapun itu, hanya akan menjadi hal yang menyakitkan bagi mereka yang ditinggalkan. *** [Yoora POV] Aku baru saja mengganti pakaianku dengan sebuah baju cadangan yang ada di dalam lokerku. Jangan lupakan jas dokter yang kudapatkan dengan cara yang tidak mudah. Aku memakainya sesegera mungkin, memoleskan sedikit riasan yang tampak berantakan akibat huja deras yang kuterjang tadi. "Hahh.." Aku lagi - lagi menghembuskan nafas ku kasar. Entahlah. Hanya saja hari ini aku benar-benar tidak bersemangat. Ku alihkan pandanganku pada jendela di samping meja kerjaku, jendela itu sekarang terlihat berembun karena derasnya hujan. Lagi-lagi hujan yang membuat moodku rusak. Aku benar-benar membenci hujan. Jika boleh memilih aku akan memilih untuk mati kepanasan dibandingkan menghadapi hujan. Jika hujan turun, aku hanya takut semua ini akan meruntuhkan benteng yang sudah lama ku bangun, dan membuat yang ada di dalamnya kembali lecet. " Ya!!! Ahn Yoora!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD