Satu

636 Words
Alesha Shafaluna berdiri di antara kerumunan untuk mencari sesosok pria bertubuh jangkung, ramainya manusia membuat gambar perempuan kesulitan menemukan laki-laki itu. Berkali-kali gadis yang biasa disapa Alesha itu mengembuskan napasnya. Ditambah terik matahari membuat kulitnya memerah. Huh, sia-sia perawatan kulit mahal gue. Nomor yang ditelepon tidak aktif, di- chat  pun tidak tidak akif. Kamu di mana, Za? Acara wisuda telah usai, diterima laki-laki sudah keluar gedung. Alesha terus berjalan di antara lautan manusia yang sibuk berfoto, bercengkrama, atau melakukan aktivitas lainnya itu. Sudah hampir tiga puluh menit Alesha berjalan mengitari area wisuda ini, tetapi yang dicari belum menampakkan wujudnya. Saat Alesha memusatkan perhatiannya di Arah jarum jam sebelas dari tempat berdiri, dia menemukan gambar itu sedang berfoto-foto dengan teman-teman dan orangtuanya yang jauh-jauh dari Bandung demi acara sakral ini. Alesha pun langsung membangun ke tempat itu. "Eza, selamat, ya." Dia memberikan sebuket bunga untuk laki-laki yang dicarinya. " Terima kasih ." Eza tersenyum tipis menerima bunga itu. Alesha menyapa orang tua Eza dengan ramah sembari memperkenalkan dirinya. "Aku pac—" Eza langsung memotong ucapannya "Dia meminjam Eza, Yah, Bun." Alesha tercengang karena Eza memperkenalkannya sebagai teman, bukan pacar, padahal lima tahun mereka telah menjalin hubungan. "Za, ayo kita langsung ke restoran. Om sama Tante pasti udah lapar," kata seorang perempuan yang sedari tadi tidak terlalu disukai oleh Alesha. "Duluan, ya. Al.  Terima kasih  udah datang." Mereka pun meninggalkan Alesha dengan seribu tanda tanya. Kenapa Eza nggak akui Alesha pacarnya? Siapa perempuan itu? *** Kita putus, Al. Alesha langsung menyemburkan air minum yang ada di mulutnya setelah membaca  obrolan  dari Eza. Lima tahun menjalin hubungan dan berakhir hanya lewat pesan singkat. Alesha pun langsung ke indekos Eza menggunakan motor  matic -nya. Setelah sampai di tempat tujuan, dia pun mengetuk pintu bertubi-tubi hingga sang empunya keluar. "Eza, keluar!" Lekaki bertubuh jangkung itu keluar dengan telanjang d**a hanya menggunakan celana pendek selutut, tak lama setelah itu muncul sesosok perempuan yang hanya memakai selimut untuk menutupi tubuhnya. "Aku yang tadi siang, ingat?" tanya perempuan itu yang tak digubris oleh Alesha. "Ini alasan kamu putusin aku? Udah berapa lama kamu selingkuh?" Alesha masih berusaha meredakan emosinya. Eza tampak berpikir. "Setahun." "Lima tahun ternyata endingnya begini." "Kamu sih terlalu polos, aku minta aja nggak pernah dikasih, ya aku coba ke yang lain, dan ternyata setelah dicoba, makin nyaman, eh keterusan." Alesha tersenyum tipis, dia langsung menendang s**********n Eza hingga dia terhuyung ke belakang, lalu menghajarnya hingga Eza tak berdaya. Selesai dengan Eza, dia menarik selimut dari tubuh perempuan itu dan terpampang nyata tubuh tanpa sehelai benang, dia menjambak rambut perempuan iu. "Mau gue tendang?" "Jangan." Perempuan itu menahan perihnya jambakan yang amat kuat. "Mau gue apain?" "Lepasin." Alesha tersenyum miring. "Jangan coba-coba main sama gue kalau nggak mau menderita. Lo punya pensil alis gak?" "Buat apa?" "Punya apa nggak?" Suara Alesha naik satu oktav. "Punya, ada di tas." Alesha langsung mengeluarkan pensil alis dari tas itu. Dia langsung menusuk organ vital perempuan itu menggunakan pensil alis itu secara bertubi-tubi. "Tolong, jangan, sakit ... " "Sakit, ya? Enakan ditusuk sama cowok, ya?" Tangan Alesha masih setia menusuk sampai perempuan itu menangis. "Rasa sakit lo belum seberapa dari rasa sakit hati gue, b**o!" "Ampun ... " Akhirnya Alesha pun membuang pensil alis itu ke segala arah, dan menendang d**a perempuan itu dengan sepatunya, dan terakhir menendang organ vitalnya. Setelah puas, dia beralih ke Eza yang tak berdaya. "Ternyata lo masih sama, payah!" Alesha langsung mengambil pot bunga dari tanah liat yang ada ada di depan indekos, dia lempar ke organ vital Eza. Membuat laki-laki itu semakin merasakan nyeri. "Oke, selamat menikmati." Alesha langsung meninggalkan indekos itu, sedari tadi Alesha tampak kuat, bahkan dia tak menangis barang setetes air mata pun, tapi siapa sangka air matanya menetes saat dia mengendarai motor. Al, nggak boleh berhubungan lagi sama semua yang berkaitan dengan si b******k itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD