Prolog.

1551 Words
"Ueeekkkkkkk" "Ueekkkkkk" Hera memijit tengkuknya perlahan seraya mengelus lembut dengan gerakan memutar pada perut buncitnya yang mulai membesar. "Sudah" Ia masih memijit tengkuk Adrian perlahan, pria itu mengendikan dirinya, menatap sendu ke arah sang istri. "Kau baik-baik saja?"ia mengangguk dengan seutas senyum tipis di bibirnya. " kau duduklah, akan aku buatkan minuman hangat" "Tidak, aku langsung mandi saja, aku juga harus berangkat ke kantor" "Kau tidak perlu bekerja kalau kau tidak sehat, jangan paksakan dirimu" "Kau baik-baik saja, aku harus mengumpulkan uang untuk putriku di dalam sana" Adrian mensejajarkan tubuhnya dengan perut buncit sang istri. Tangannya terangkat -mengelus perlahan dengan gerakan tangan memutar yang begitu lembut, seakan perut Hera adalah barang yang mudah pecah dan begitu rapuh. "Jangan buat ibumu kerepotan humm, tumbuh lah dengan baik, dan keluar dari sana dengan sehat, kau mengerti" Hera tersenyum, melihat bagaimana sikap manis Adrian pada bayi mereka yang masih berada di dalam kandungan. "Aku mencintaimu"ucap Adrian yang berakhir dengan kecupan manis pada perutnya. "Hanya mencintai putrimu, bagaimana dengan ibunya"gumam Hera seraya mempoutkan bibirnya. "Tsk!"Adrian terkekeh, matanya mengarah pada Hera dengan senyuman gummynya yang menggemaskan. Tubuhnya beranjak berdiri. "Bagaimana ya...aku lebih mencintai putriku" "Lagi pula kenapa kau bertanya, bukankah hati ini sudah menjadi milikmu"ucap Adrian seraya mengambil telapak tangan Hera dan mengarahkan ke arah dadanya. Hera terkekeh, dengan senyuman di wajahnya. Adrian bilang dirinya bukanlah pria romantis, tapi apa ini !! perlakuan kecil ini bahkan membuat pipinya begitu merona. "Dasar"ucap Hera seraya memukul pelan bahu Adrian. Keduanya saling melempar pandang dengan senyuman di bibir mereka. "Ah...istriku ini, kenapa pagi ini terlihat begitu cantik" "Hei"protes Hera, yang kembali memukul pelan bahu Adrian. Adrian meraih pergelangan tangan Hera yang memukul bahunya, tangannya menarik Hera hingga cukup dekat dan akhirnya menempel pada tubuhnya. KISS~ Hera sedikit terkejut saat bibir Adrian yang tiba-tiba menempel di bibirnya. Hera tersenyum, menatap mata Adrian yang terpejam. Ia ikut memejamkan matanya, memiringkan wajahnya dan membalas setiap lumatan yang Adrian berikan padanya. ** Refano Corp. "Hoobie...hoobiee..."teriak Deren dengan penuh semangat. Tubuhnya menari-nari dengan penuh semangat membuat Adrian terkekeh geli karenanya. "Mau sampai kapan dia seperti itu, kasihan Deren  harus seperti itu terus"Evan menatap Deren simpati, dan terlihat frustasi sebelum beralih pada Adrian. Pria itu masih terkekeh geli karenanya. "Aaa...tidak..kau baik-baik saja. aku tidak apa seperti ini terus..Ya...Hoobie...Hoobie..."ucapnya bersemangat. "Ah.... jujur saja tingkahmu itu menyakiti perasaanku" PLETAK! "Sakit.."ringis Evan saat mendapat jitakan mulus dari tangan Adrian. "Jangan banyak mengeluh, coba lakukan dengan Deren, Deren ajari Evan untuk melakukannya" "APA"teriak Evan terkejut, kedua matanya membesar menatap Adrian. Seolah mengatakan, apa kau sudah gila. Kau bercanda kan. Kau serius. "aku tidak mau"protes Evan. "EVAN tolonglah, ini kemauan putriku" Evan mengendikan dengan perasaan frustasi. Mau tidak mau dia akan melakukannya. Evan berdiri di samping Deren dengan begitu malas, kedua tangannya bertolak pinggang, menatap gusar pada Deren. "Evan kau tinggal melakukannya begini, membuka kakimu selebar bahu, lalu angkat kedua tanganmu ke atas dan tarik ke bawah, lalu berteriak Hobiee..hobiee..." Evan melongo menatap Deren, dirinya begitu frustasi. Ia tidak mau melakukannya, sungguh. Sangat-sangat tidak mau melakukannya "aku rasa aku tidak bisa melakukannya" "Lakukan"perintah Adrian yang membuat Evan bergidik ngeri. Perasaannya begitu frustasi. "Perhatikan aku"ucap Deren. "Ya....HOBIEE..HOBIEEE..."teriak Deren bersemangat. "tidak"protes Evan frustasi. ** "Kenapa di sini terlihat sepi"Ucap Ibu Adrian pada sang ibu mertua dengan perasaan bingung. Pasalnya rumah Adrian terasa begitu sepi, tidak seperti biasanya. Biasanya selalu ada suara apapun walau kecil. Rumah ini tidak pernah terdengar sepi, walau hanya ada Hera sendirian di dalam sana. "Kemana perginya si beruang?"nenek tampak celingak-celinguk di sekitar rumah Hera dan Adrian. "Eoh..mam gerbangnya tidak dikunci" Keduanya masuk ke dalam halaman rumah Adrian dan Hera, masih tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. "Pintu rumahnya juga tidak di kunci"Nenek menepuk keningnya, terheran dengan kelakuan sang menantu yang begitu ceroboh. "Kenapa dia ceroboh sekali, tidak mengunci pagar, tidak mengunci pintu rumah, apa dia sedang mengundang pencuri kemari. Memangnya apa yang sedang dia lakukan kenapa pintu rumah saja sampai tidak dikunci"Omel nenek yang begitu heran dengan kelakuan sang menantu. Keduanya masuk ke dalam, lagi-lagi harus melihat pemandangan kosong. Si pemilik rumah tidak ada. "Ya tuhan kemana dia pergi" "Eoh mam, nenek, sejak kapan datang?" "Hei beruang, apa yang kau lakukan dengan sikat dan sabun itu?"tanya nenek yang melihat Hera datang dari arah belakang rumah. Dengan sebelah tangannya memegang sikat dan di tangan sebelah kirinya ia memegang tempat sabun. "Oh ini.. aku habis menguras kolam renang"jawab Hera dengan cengiran diwajahnya. "APA!!" ** "Aku pulang"teriak Adrian, ia melepaskan sepatunya dan menaruhnya ke dalam rak, namun sedikit aneh dengan kedua sepasang sendal wanita yang juga berada di dalam rak sepatunya. "Ada tamu?"gumamnya. "Kau itu. Ya tuhan....benarkah, jangan melakukan hal-hal yang berat, bagaimana dengan nasib cucuku di dalam sana. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya, ya tuhan... kau ini kenapa begitu ceroboh. Kau bisa membahayakannya di dalam sana" Celoteh nenek panjang lebar, Hera hanya bisa menundukan kepalanya, merasa bersalah. Padahal dirinya tidak apa-apa, sungguh, mereka semua berlebihan. "Mam, nenek kalian sudah datang?" "Hera, hmm..ada apa ini?"Adrian memgambil tempat di samping Hera, tepat di hadapan nenek. ia bingung, nenek terlihat begitu khawatir, itu terlihat jelas dari wajahnya yang kesal dan sedikit takut. "Kenapa?"tanya Adrian pada Hera, wanita itu hanya melirik Adrian sebentar dan kembali tertunduk. "Nenek kenapa?" "Adrian, kau ini benar-benar!! kenapa tidak memperkerjakan pembantu, kenapa istrimu yang kau suruh melakukan semua pekerjaan rumah" "Apa?"gumam Adrian terkejut, wajahnya menoleh ke arah Hera, seolah mencari jawaban, tapi lagi-lagi wanita itu hanya diam. "Aku memperkerjakan pembantu nenek, dimana Martha?" "Cucunya sakit, jadi dia tidak datang untuk beberapa hari"jawab Hera pelan. "Ya tuhan kalau begitu cari pembantu yang lain, aku tidak mau kau melakukan pekerjaan rumah tangga lagi"perintah nenek yang terlihat begitu frustasi. "Memangnya apa yang kau lakukan?"bisik Adrian pada Hera. "Hanya pekerjaan kecil, kecil sekali"jawab Hera berbisik. "Apa nya yang kecil, kau tahu cucuku, istrimu ini habis menguras kolam renang"ucap nenek sewot ketika mendengar apa yang Hera katakan. "Apa?!!"Adrian terkejut bukan main, istrinya menguras kolam renang.ya tuhan. Istrinya pasti sudah gila. "Apa kau sudah gila”protes Adrian pada Hera. "kenapa kau lakukan hal itu, bukankah ada orang yang akan membersihkannya" "Orang itu tidak bisa datang kemarin, dia bilang 2 minggu ini ada urusan dan tidak bisa datang, aku tidak tahan melihat kolam renangnya kotor" "Jadi aku membersihkannya"ucap Hera memelan ketika Adrian melototinya. Adrian memijit pelipisnya, istrinya ini benar-benar membuatnya keheranan. "Adrian suruh Nicko datang dan periksa kesehatan Hera dan kandungannya? Aku tidak mau sesuatu terjadi pada istrimu dan cucuku" "Cepat hubungi dia, Hera sampai Nicko datang lebih baik kau berbaring, istrirahatkan tubuhmu" "Ayo ikut aku"ajak Adrian pada Hera. "Aku permisi nenek"ucap Hera yang mengikuti Adrian. Pria itu menggenggam erat pergelangan tangannya. ** "Kenapa kau lakukan itu?"tanya Adrian saat mereka sudah sampai di kamar mereka dan merasa masih tidak percaya dengan hal itu. "Kenapa?! Aku tidak apa-apa, kalian semua berlebihan"ucap Hera seraya berbaring menyandar pada headboard ranjang nya. Adrian menggelangkan kepalanya frustasi, tangannya melepaskan dasi yang berada di lehernya."Pantas nenek marah, kau memang harus di marahi untuk itu" Hera mempoutkan bibirnya kesal."Aku sungguh tidak apa-apa "Adrian menghampiri Hera dan ikut duduk di sebelahnya. Adrian menarik Hera untuk mendekat ke arahnya, membuat Hera bersandar pada d**a bidangnya. Tangannya mengusap lembut kepala Hera, bibirnya mengecup singkat pucuk kepala sang istri. "Jangan lakukan hal itu lagi, kau tidak boleh lelah, ini sudah masuk 9 bulan, tinggal menunggu beberapa minggu lagi waktu mu untuk melahirkan" "Kalau begitu aku di rumah saja sampai kau lahiran" "Jangan kau punya urusan, jangan dulu izin, kau mau melepaskan tanggung jawabmu pada perusahaan, lagi pula aku belum ketahuan, tepatnya kapan aku akan melahirkan" Adrian tersenyum atas perkataan Hera yang terdengar aneh baginya. "Banyak dari para istri yang senang ditemani suaminya hingga dia melahirkan, tapi kau...kau malah kebalikannya, istriku ini sulit untuk dipahami" "Pikiranmu berbeda, membuatku harus ekstra mendebak tentang hal yang sedang kau pikirkan" "Aku sungguh baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir" "Jangan buat aku khawatir lagi, berjanjilah padaku untuk tidak melakukan hal-hal berat, aku akan mencari orang lain untuk bekerja di sini selama Martha ijin" "Kau baik-baik saja,..aku bisa sendiri" "Tidak.... jangan membantah"potong Adrian cepat. "Kalian berlebihan, bertahun-tahun aku hidup sendirian, melakukan semuanya sendiri, itu tidak berat untukku!" Adrian meraih dagu Hera, membuat wanita itu menatap ke arahnya. Kedua kelopak matanya yang teduh membuat perasaan Hera menghangat. "Dulu..." "Sekarang sudah ada aku.. kau tidak perlu lagi melakukan semuanya sendirian" "Mulai sekarang kita harus melakukannya bersama, kau dan aku,.. bersama-sama melakukan semuanya, dan bersama-sama menjaga calon anak kita. Dan berjanjilah padaku, jangan lakukan itu lagi, melakukan pekerjaan berat, membawa benda-benda berat, kalau bisa jangan lakukan pekerjaan rumah" "Jangan buat mam, nenek dan aku khawatir. Kami semua begitu menyayangimu, dan aku begitu mencintaimu, aku tidak mau sesuatu terjadi padamu dan calon anak kita!" "Kau dan dia, adalah hal yang penting dan begitu berarti untukku. Kau mengerti, ..."Hera tertegun mendengar setiap kata, jejeran kalimat yang keluar dari mulut Adrian. Kalimat sederhana yang membuatnya tertegun, membuatnya seakan mengetahui betapa berartinya dia. Kalimat yang membuat degup jantungnya berdetak cepat, bergemuruh, dan membuat pipinya merona. Kalimat yang membuatnya semakin yakin, kalau dirinya tidak memilih pria yang salah, pria yang mengatakan betapa penting dirinya untuknya. "Aku berjanji"gumamnya yang membuat Adrian tersenyum manis. "Anak pintar"puji Adrian. "Adrian.. aku mencintaimu"Adrian menghentikan pergerakan tangannya, matanya menatap dalam mata Hera yang terfokus ke arahnya. "Aku lebih mencintaimu" KISS~ Adrian menempelkan bibirnya pada bibir Hera, kedua mata mereka terpejam dan bibir mereka mulai saling melumat satu sama lain. Membuktikan ketulusan cinta dari sebuah ciuman manis  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD