BAB 1

1567 Words
| 01 Hembusan angin pagi mampu membangunkan bulu kuduk setiap orang, sejuknya udara mampu memberi efek relaksasi pada pernafasan. Iya, kota Nganjuk merupakan salah satu kota di Indonesia yang dikenal sebagai Kota Angin. Jl. Panglima Sudirman sebagai saksi bisu banyaknya transportasi umum yang senantiasa setia mengantar para siswa sekolah agar datang tepat waktu. Dan semua itu berubah seketika menjadi sedikit tenang pada pukul 07.00 WIB. Karena sudah waktunya untuk memulai kegiatan belajar mengajar disekolah. Sepatu hitam bermotif putih sedang berlari dengan cepat dari arah timur menuju gerbang umum sekolah. Perpaduan warna rambut hitam dan semu coklat itu nampak berantakan, keringat bercucuran membasahi pelipis perempuan remaja itu. Pakaian putih abu-abu khas pelajar SMA yang ia kenakan juga nampak kurang rapi karena gesekan tubuh ketika berlarian. Gadis tomboy yang memiliki warna kulit putih langsat, hidung mancung serta raut imut itu merupakan salah satu siswa SMA Negeri yang berada di Kota Nganjuk, Jawa Timur. Pelajar tersebut berusia 18 tahun, dan bernama Shafrilla Caroline, ia biasa dipanggil dengan Lala. “Ngapain kamu berlarian sampai ngos-ngosan seperti ini? bukannya kamu sudah biasa terlambat berangkat sekolah?” ucap seorang satpam kepada Lala. “Maaf Pak saya terlambat 10 menit, tadi sepeda saya bocor, kalau Bapak tidak percaya bisa Bapak cek di tempat tambal ban yang ada di dekat lampu merah.” jawab Lala dengan nafas tersengal karena usai berlari. “Ini sepatunya kenapa ada corak putihnya? jangan karena sudah kelas 3 yang sebentar lagi mau lulus, kamu suka melanggar peraturan sekolah. Kasih contoh yang baik buat adik-adik kelas kamu.” Pak satpam menegur Lala sambil mencatat apa saja yang ia langgar dan menyodorkan buku keterlambatan siswa kepadanya untuk segera dibubui tanda tangan, setelah itu Lala bergegas lari menuju kelasnya. Sesampai depan pintu Lala mendengar suara nyaring yang terdengar oleh telinganya. “Ohh astagaa jam pertama kan waktunya Matematika, gimana nih?” ucap Lala pelan sambil meremas totebag warna coklat miliknya itu. Lala merasa takut, seketika ia lemas, tangan dan kakinya terasa dingin. Ketika Lala berbalik badan dan mengatur nafasnya agar tidak terlihat gugup, tenyata Bu guru melihat kepala Lala dari cendela kelas dan menghampirinya. ~Cekklleeek~ Suara pintu kelas yang dibuka oleh Bu guru Matematika. “Mbak, kenapa kamu tidak segera masuk? kamu sudah telat 17 menit.” ucap Bu guru dengan memegang pundak Lala. “Maaf, Bu..” sahut Lala dengan nada tersengal dan menundukkan kepala karena tidak memiliki keberanian untuk menatap wajah Bu guru. Padahal guru tersebut tidak bermaksud untuk memarahinya. Ketakutan yang dirasa oleh Lala sehingga membuat ia gerogi. “Masuk saja tidak papa, lagi pula kamu sudah saya absen...” ucap Bu guru itu dengan nada yang hangat. “Terimakasih banyak ya Bu atas toleransinya.” ucap Lala sambil mencium tangan Ibu guru tersebut sebagai tanda hormat. Kemudian Lala dan Ibu guru memasuki ruang kelas secara berurutan, yaitu Lala dipersilahkan terlebih dahulu oleh Bu guru, kemudian disusul oleh Bu guru sambil menutup pintu kelas. Lala segera duduk dibangku paling depan tepatnya berada di depan meja guru. Guru tersebut berhenti berjalan di depan papan tulis. “Baik anak-anak, saya kira pengumuman bahwa saya hari ini dan pertemuan berikutnya tidak bisa menemani kalian belajar dikelas, karena saya ada workshop di kota Malang, untuk tugas hari ini sudah saya kirim di grub w******p, apabila ada pertanyaan atau kurang jelas bisa kirim messenger ke saya atau perwakilan saja yang kirim pesan. Saya akhiri, selamat pagi dan semangat beraktifitas.” usai memberi himbau kepada siswa-siswinya, Bu guru tersebut berjalan meninggalkan kelas. Sorakan dan tepuk tangan mulai tercipta dikelas Lala karena beberapa murid merasa sangat gembira atas kepergian guru killernya selama dua pertemuan. “Tadi aku ngeliat kamu di tukang tambal ban, tapi maaf ya La aku tidak bisa membantumu karna aku tadi berangkat sekolah nebeng tetangga sebelah yang sekolahkanya dekat dengan sekolah kita.” ucap salah satu teman yang duduk di samping Lala. “Iya nggak apa-apa kok, tadi aku bisa lari biar nggak terlambat banget hehe.” jawab Lala sambil mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. “Tadi waktu Bu guru masuk, aku segera memberi info bahwa kamu sedang ada masalah dalam perjalanan menuju sekolah” sahut temannya. “Trimakasih banyak ya kamu baik banget.” Ucap Lala kepada temannya. Teman Lala yang baik hati tersebut bernama Aurora Belinda. Dari awal berteman, Lala memanggilnya Belin. Ia juga menyebut Belin sebagai My Angel. Dimana ia selalu mendapat pertolongan dari Belin ketika mengalami kesulitan disekolah. “Bel, kita ngerjain tugas sekarang yuk, biar ntar kita bisa nyantai.” Ajak Lala. “Emmm aku laper La...” sahut Belin sambil mengerucutkan mulutnya. “Gimana kalau kita beli makanan dulu dikantin, kalau perut kita kenyang kan, kita bisa fokus mengerjakan.” ucap Belin sambil memindahkan buku-buku dan beberapa alat tulis yang mulanya dimeja dan sekarang dialihkan kedalam loker. “Yaudah deh kebetulan banget, aku belum sarapan.” jawab Lala dengan semangat 45. “Hay guyss, ada yang mau nitip makanan atau camilan nggak? Aku mau ke kantin nih.” Tawarya Belin kepada teman-teman yang ada dikelas. “Ternyata banyak juga yang nitip, dasar pemalas, jalan sendiri ngapa.” ucap Lala. “Santai aja kali, lagian aku nggak keberatan.” Jawab Belin. Kemudian mereka berdua berjalan menuju kantin dan memesan makanan. “Kamu mau sarapan apa La?” Tanya Belin. “Aku pesan nasi pecel bledek aja deh, harganya agak miring dan porsinya sudah tidak diragukan lagi.” Jawab Lala sambil senyum cekikikan. (Nasi pecel bledek merupakan menu makanan yang ada dikota Nganjuk yang terkenal dengan cita rasa pedas dan nikmat. Hampir semua kalangan menyukai makanan tersebut). Usai melakukan sarapan dikantin mereka segera bergegas kembali ke kelas, karena takut terkena teguran dari guru BP yang biasa berkeliaran untuk mengontrol siswa-siswi disekolah. Dari kejauhan mereka berdua nampak sangat lengket, seperti perangko dalam surat. “Bel makasih ya udah traktir sarapan aku tadi.” Ucap Lala sambil menggandeng tangan Belin. “Iya sama-sama.” Jawab Belin. “Btw ada maksud apa nih kamu ngetraktir barusan? Pasti ada maunya ya?” Sahut Lala sambil mencubit gemas Belin. “Hehe enggak ada maksud apa-apa kali, kamu lupa ya kalau sekarang tanggal 6?” Tanya Belin. “Memang hari ini ada apa Bel?” Jawab Lala sambil melonggarkan ikat pinggang yang dirasa kurang nyaman akibat kekenyangan. “Setiap tanggal 6 kan aku selalu dapat tambahan uang saku dari nenek.” Jawab Belin. “Enaknya ya punya nenek yang baik hati kayak nenek kamu, andai aku yang jadi cucunya.” Goda Lala. Ketika sampai dikelas Belin memberikan pesanan aneka camilan kepada teman-temannya, kemudian ia duduk dan mengajak Lala untuk mengerjakan tugas matematika. Belin merupakan pakar matematika dikelasnya, bahkan ia pernah ditunjuk sebagai perwakilan O2SN pada periode sebelumnya. Mereka berdua sangat kompak, barang-barang mereka banyak yang sama, seperti kotak pensil, buku tulis, dan accessories. Hal itu membuat orang lain sulit untuk membedakan sehingga sering kertukar. “Nomor 9 ini caranya gimana ya?.” Tanya Lala kepada Belin. “Ooh itu mudah, cara mengerjakannya ada dibuku paket halaman 122 atau buku catatan yang 2 minggu lalu.” Jawab Belin dengan enteng. Lala syok karena tidak menemukan buku paketya di dalam tas dan loker. “Bel, buku paket aku kok nggak ada, perasaan tadi waktu kita mau ke kantin aku taruh loker deh?” tanya Lala dengan panik. “Coba kamu ingat-ingat lagi, kamu kan pelupa” Ucap belin. “Hehehe ternyata aku lupa nggak bawa.” Ungkap Lala sambil cekikikan. Lalu Belin membantu Lala mengerjakan soal nomor 9 hingga selesai. ~Krriinggg~ Suara bel besi yang khas sebagai tanda bahwa waktu istirahat telah tiba. Para siswa menyambut dengan riang, dan monster perut sudah memberontak pemiliknya untuk segera mensuplay makanan. Semua kantin tertutup oleh seragam putih abu-abu, menggambarkan banyaknya siswa yang lapar dan ingin menyantap berbagai makanan dan minuman. “Ke kantin lagi yuk.” Ajak Belin kepada Lala. “Aku masih kenyang, emang kamu masih laper?” Tanya Lala. “Nggak juga sih, Aku pengen...” sahut Belin bisik-bisik. “Pengen apa? Jangan bilang kalau kamu pengen ketemu cowok kelas sebelah.” Tebak Lala sambil melirik mata temannya itu. “Kamu tau banget sih, La.” Belin tersenyum lebar sambil membayangan cowok itu. “Masak cewek datang nyamperin cowok sih? Malu kali, kalau memang cinta tuh, Dia yang nyamperin, bukan kamu.” Ucap Lala sambil memberi pengertian kepadanya. “Waww bener banget tuh, La, Mantul.” sahut teman yang berada di samping bangku Lala dan Belin. “Apaan sih, siapa juga yang cinta.” Belin beranjak dari bangku dan berjalan mendekati cendela. Saat Belin ingin menghirup udara segar, ia membuka cendela dengan pelan. “Segar sekali udaranya, padahal udah hampir siang.” Ucapnya. *** Jam dinding merah itu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Kegiatan belajar mengajar akan segerai usai, guru-guru menyiapkan bekal tugas untuk menemani siswanya dirumah. Di samping itu, para siswa sudah tidak sabar ingin segera pulang, ada juga yang tidak sabar untuk segera bermain. “La, kira-kira kamu nanti hadir di ekstrakurikuler nggak?” tanya Belin. “Enaknya gimana ya?” jawab Lala sambil menulis materi dipapan tulis. “Kamu dirumah sibuk apa sih sampai segitunya, kasih kepastian dong!” Kaki Belin sengaja menyaruk kaki Lala sebagai wujud protesnya. “Jangan sentuh kakiku ya, sepatu aku masih baru ini, ntar kotor.” Ucap Lala. “Ooh jadi ini penyebab sekaligus alasan kamu supaya nanti tidak hadir di ekstrakurikuler?” jawab Belin sinis. Karena bangku mereka berdua berada di depan meja guru, pertikaian mereka berdua berhasil membuat guru tersebut gagal fokus untuk menulis jurnal. “Mbak, bangku depan sendiri tolong jangan berisik, jangan mengganggu teman kalian yang sedang fokus menulis materi di papan.” Ucap guru tersebut yang mengarah kepada Lala dan Belin. “Baik Pak, maaf.” Ucap Belin dan Lala secara bersamaan. “Tuh kan gara-gara kamu jadi kena teguran.” Bisik Lala di dekat telinga Belin. “Abisnya tadi kamu lebay sih, aku ilfeel tau lihatnya.” Ekspresi Belin seperti orang mau muntah. “Udah ntar lihat aja jangan banyak tanya.” Ucap Lala sambil membereskan buku dan peralatan tulisnya, karena ia sudah selesai menulis catatan materi yang diberikan oleh Pak guru di papan tulis, dan segera memasukkan kedalam totebag coklat miliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD