Ulang Tahun Terburuk

1072 Words
"Dania, mau kah kamu jadi istriku?" Deg. Rasanya jantung ini dicabut dari tempatnya. Debaran ini dipaksa berhenti bersama nafas yang rasanya disekat paksa. Mataku tak henti-hentinya membulat sempurna melihat ini semua. Tidak percaya dan selamanya tidak akan percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Masih mencoba berpikiran positif, aku tidak mau langsung memperkeruh suasana. Suasana menjadi begitu canggung. Banyak pasang mata yang menatap ke arahku dengan tatapan kasihan di malam perayaan ulang tahun kami ini. Kenapa aku bisa mengatakan kami? Iya, aku adalah Delisa, memiliki kembaran bernama Dania. Tepat di tanggal 12 Juni ini adalah hari kelahiran kami dan ini adalah perayaan kami yang ke-22 tahun. Namun, bukan itu lah masalahnya sekarang. Masalahnya adalah ada pria yang sedang bertekuk lutut melamar dihadapan kembaranku, namun naas pria itu adalah pacarku, bukan pacar Dania. Kami sudah menjalin hubungan selama 3 tahun dan dia pernah berjanji padaku untuk melamarku tepat di malam ulang tahun yang ke-22 tahun. Akan tetapi, kenapa dia malah memohon pada kembaranku—Dania, bukan padaku? Apakah dia butuh kacamata supaya bisa membedakan mana Delisa dengan Dania? "Fariz, sepertinya kamu salah orang. Dia kembaranku, Dania. Ini aku, Delisa, pacarmu." Kata ku di hadapan semua orang yang kami undang untuk datang ke acara ulang tahun kami. Nada suaraku sudah bergetar, menahan tangis. Tanganku terkepal, menahan rasa kecewa ini. Tentu saja. Faris tidak mendengarkan ku. Dia tidak berkutik sedikitpun dari tempatnya yang memohon saat ini. Aku menatap Dania, berharap dia akan menolak permintaan Fariz. Tapi, apa yang aku lihat? Dia malah tersenyum manis pada pacarku. Dania tidak mungkin tidak mengenal Fariz. Mereka berdua sering bertemu dan aku mengenalkannya sebagai pacarku. Aku percaya kalau dia tidak akan mungkin merebut pacar kembarannya sendiri. Tapi, Dania bisa saja khilaf atau mungkin dia menyukai pacarku selama ini? Tidak mungkin! "Dania, ingat dek, dia pacar kakak." Ujarku mengingatkan. Pula sama dengan Fariz, Dania tidak menoleh sedikitpun padaku. Aku menoleh ke arah lain, mencari keberadaan mama dan papa. Mereka harus melihat ini dan memisahkan mereka berdua. Tepat di ujung sana, aku melihat mama dan papa yang sedang menjamu tamu. Aku pikir, aku harus menghampiri mereka saat ini. Hanya mereka yang bisa mengendalikan Dania. Baru saja satu langkah, kembali terhenti ketika mendengar penyataan Dania. Penyataan yang akan mengubah segalanya. "Iya, kak Fariz. Aku menerima lamaranmu dan siap menjadi istrimu." "Dek, dia pacar kakak!" Seruku langsung. Aku menariknya, memberi jarak dengan Fariz. Pria itu terlihat sangat senang, kemudian langsung berdiri setelah pernyataan itu ia dengar langsung dari Dania. Kini, aku berhadapan langsung dengan Fariz. Dia tersenyum, tapi itu kepada Dania, bukan padaku. Tidakkah dia melihat air mataku yang sudah mengalir? Dulu, dia lah orang yang paling tidak bisa melihatku menangis, tapi kenapa malah berbeda malam ini? "Fariz, ini aku Delisa, pacarmu. Kamu tidak salah orang, kan? Kita sudah pacaran 3 tahun dan kamu bilang akan melamarku di malam ini. Tapi apa? Kamu malah melakukannya pada Dania. Katakan padaku kalau ini cuma mimpi, Fariz!" Pintaku pada Fariz. "Terimakasih, Dania, sudah menerima lamaran ku. Aku akan membicarakan ini dengan mama dan papaku secepatnya." Ujar Fariz. Sekali lagi, dia mengabaikan ku. "Iya, kak Fariz. Lakukanlah secepatnya. Aku tidak sabar menanti hari itu." Jawab Dania di belakang. Tidak. Aku tidak bisa menahan hal ini. Ini sudah salah. Sangat salah. Kenapa mereka malah mempermainkan perasaanku dengan begitu mudahnya? "Hey! Tidakkah kalian menghargai ku di depan kalian sekarang? Fariz, kamu itu pacar aku dan seharusnya yang kamu lamar adalah aku, bukan adik aku." Ujarku pada Fariz. Untuk pertama kalinya aku sampai berteriak-teriak padanya seperti sekarang. Bukannya merasa bersalah atau meminta maaf padaku, dia malah menunduk menyeringai. Bahkan, aku juga mendengar suara tawa kecil darinya. Jengah dengan sikap Fariz yang tak bersahabat, kini aku berbalik menatap Dania. Aku memegang keduanya bahunya. "Dania, kamu tahu kalau dia pacar kakak, kenapa kamu terima lamarannya? Kamu kan tahu kalau kakak sangat mencintainya!" "Dania suka sama kak Fariz, kak. Lagipula, mama dan papa setuju dengan ini. Malah, mama dan papa yang minta kak Fariz untuk menikahi Dania." Jawab Dania, sangat di luar dugaanku. Tak ada alasan lagi bagiku untuk menahan tangis. Ini lah sesakit-sakitnya hati yang aku rasa. Selain karena di khianati pacar sendiri, pula di khianati kembaran bahkan orangtua sendiri. Maka jangan salahkan aku kalau aku terluka seperti ini. Ini sangat sakit. Mama dan papa mendekat. Aku segera menghampiri mereka. "Ma, pa, coba jelaskan pada Lisa. Bagaimana mungkin mama dan papa malah menyuruh Fariz untuk menikahi Dania? Padahal mama dan papa tahu kalau dia itu pacar Lisa." Pintaku meminta penjelasan mama dan papa. "Dania sangat membutuhkan Fariz, dibandingkan denganmu. Mama harap kamu sebagai kakaknya bisa paham dan mengerti bagaimana keadaan adik kamu. Mengalah demi adikmu, Lisa." Jelas mama dan aku sangat tidak menerimanya. "Sakit yang Dania idap sekarang bukan berarti penawarnya adalah pacar Delisa sendiri. Kalian sendiri kan tahu kalau penyakit Dania ini tidak bisa disembuhkan kecuali dia sendiri yang menginginkannya. Dia harus mengubah pola pikirnya, bukan merebut pacar kakaknya. Mama dan papa tidak bisa memisahkan aku dengan Fariz!" Bantahku. Aku menangis sejadi-jadinya dihadapan mereka. Dania mengidap penyakit bipolar, dimulai karena ia pernah tertekan dengan perlakuan teman kuliahnya. Sejak saat itu, mama dan papa memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah Dania, sedangkan aku baru saja lulus kuliah. "Maaf, Lisa, tapi aku memang lebih menyukai adikmu dibandingkan denganmu." Kata Fariz tiba-tiba. Membuatku sontak berbalik dan menatapnya. "Maafkan kami, Lisa. Ini demi adikmu. Mengalah lah..." Bisik papa. Fariz mendekati Dania, menariknya menjauh dariku. Dia menyembunyikan Dania dibelakang tubuhnya, seakan-akan aku akan menyakiti kembaranku sendiri. Hey! Aku tidak mungkin akan menyakiti adikku, malah sebaliknya dia lah yang melakukanya saat ini. Tidak hanya hari ini saja, tapi sejak awal. Aku terus mengalah demi dirinya yang menjadi adikku. Aku memberikan semua mainan yang aku punya ketika dia menginginkannya, aku beri semua hal yang ia ingin dariku. Tapi perasaan? Bagaimana mungkin aku membiarkan pacarku sendiri menjadi suaminya. Ini bukan barang yang bisa aku berikan dengan begitu mudahnya. Tapi sekali lagi, Delisa akan mengalah pada adiknya. Mungkin ini lah akhirnya. Pria yang aku cintai, yang aku harapkan akan menjadikan partner hidupku, yang aku berikan kepercayaan sepenuhnya, tepat di hari ulang tahunku dia menghancurkan itu semua. Menghancurkan hatiku, hubunganku dengan saudariku sendiri, juga kepercayaan ku pada orangtuaku. "Kamu tahu? Ini adalah ulang tahun terburuk ku." Ujarku pada Fariz, balik kanan dan berlari meninggalkan acara ini. Aku mengabaikan panggilan mama dan papa yang memanggilku. Itu semua palsu. Bahkan orangtuaku pun malah sengaja bersikap baik di depan banyak orang. Karena yang sebenarnya terjadi, dalam kondisi apapun, mereka akan lebih memilih Dania, dibandingkan Delisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD