Pria Tampan

1322 Words
Saat ini Reno Alvian sedang disibukkan dengan segudang pemesanan motor custom. Sedari tadi, ia bolak-balik menuju ruang bengkel yang mempunyai ruangan sendiri di rumahnya. Dalam sebulan ini cukup banyak sekali pecinta motor yang menginginkan motornya menjadi indah sesuai dengan keinginan sendiri. Terkadang jika memang tidak terhandle oleh pegawai, maka ia akan turun tangan sendiri untuk ikut merakit motor-motor tersebut. Reno Alvian, lelaki tampan dengan wajah ala pakistan yang mampu membuat siapa saja tergila-gila padanya. Dia adalah CEO dari sebuah perusahaan perakit motor custom terbesar di Kota Bekasi. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih dan jambang lebat yang membuat dirinya semakin di puja-puja oleh banyak wanita. Reno memang kaya raya, tapi ia tak pernah memperlihatkan kekayaannya pada siapapun. Dia lebih bersikap low profile, sebab apabila jika ia menunjukkan kekayaannya sudah dapat dipastikan banyak sekali kuman-kuman yang memakai kedok untuk bisa berteman dengannya. Berbeda dengan ia bersikap low profile karena orang lain akan lebih menganggapnya sama dan tidak membeda-bedakan. Reno Alvian adalah anak pertama dari pasangan Bastian Aliandri dan Amora Viani. Keluarga kaya raya yang perusahaannya mungkin tidak akan habis tujuh turunan. Perusahaan Alvian adalah perusahaan terbesar di Kota Bekasi namun perusahaan tersebut seringkali mendapatkan client dari kota lain juga. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, Reno bukan hanya menggeluti bidang rakit motor custom, tetapi ia juga menggeluti pekerjaan di bidang jual beli motor antik. Tak akan pernah ada yang menyangka dengan kegigihan Reno karena memang ia tak pernah menunjukkan pada siapapun. Reno mempunyai satu adik laki-laki yang bernama Kevin Alvian. Kevin masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan masih jauh untuk ke jenjang memegang perusahaan sang Papih. Maka dari itu, semua tentang perusahaan di handle oleh Abang Reno. Itu lebih baik daripada Kevin ikut terjun langsung mengurusi perusahaan tetapi belum ada ilmu apa-apa. Selama menjadi CEO di perusahaan custom Reno banyak sekali teman-teman yang bermain dengan dunia malam. Dan sayangnya, ia ikut terbawa dalam gelapnya dunia malam. Dalam seminggu, ia bisa tiga kali keluar masuk club malam hanya untuk sekedar minum dan melihat wanita-wanita seksi yang melenggak-lenggokkan tubuhnya yang sintal. Sering kali ia susah meneguk slavinanya setiap melihat para gadis dengan tubuh sintal itu menari-nari di atas panggung dengan lampu kerlap-kerlip membuat suasana semakin hidup. Banyak sekali wanita-wanita hilir mudik di hadapan Reno dan berusaha menggodanya. Apalagi yang tau latar belakang Reno seperti apa dan bagaimana pasti akan dengan suka rela mengajak berkencan dalam satu malam. Tapi sayangnya, Reno mempunyai iman yang kuat sehingga tak tergoda dengan mereka. Tuan Muda CEO ini lebih baik menghabiskan waktu dengan minum daripada menjajaki tubuh-tubuh wanita yang tidak jelas kesehatannya itu. Reno memang bar-bar dan penyuka wanita, tapi ia tak pernah berpikir untuk mencicipi wanita penghuni dunia malam. Saat ini, Reno sedang berada di sebuah club malam langganannya untuk ikut pesta salah satu clientnya. Saat ia masuk, sudah disambut oleh beberapa orang wanita yang bersikap manja, Reno perlahan menyingkirkan satu persatu tangan mereka yang menjelajahi tubuhnya dan berjalan dengan gagah menuju tempat yang sudah dijanjikan. "Bro …," panggil Reno pada Antero, client sepeda motor custom yang sekarang sudah menjadi teman baiknya. "Wow, Bos custom akhirnya datang juga. Gue udah nunggu dari tadi, Bro." "Hehe, sorry. Jalanan macet, Bro." "Oke … oke … gak masalah, sini gabung." Beberapa wanita mulai berpindah ke arah Reno dan ada beberapa wanita yang menyodorkan minuman. Wanita-wanita itu mulai membelai Reno, menjijikan sekali memang tingkahnya dan sayangnya tidak berhasil membuat Reno terbuai. Tak ada gairah ketika bersama wanita-wanita jalang ini. Reno sudah hampir setengah mabuk dan memilih untuk pulang mengingat sudah hampir jam dua pagi. Dengan langkah yang gontai, ia mulai melangkahkan kakinya keluar club dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk sampai rumah. Walaupun ia dalam kondisi mabuk parah tapi untuk menyetir kendaraan adalah ahlinya. *** Di rumah besar itu seorang wanita paruh baya sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Beliau merasa khawatir memikirkan anak sulungnya yang semakin hari semakin bobrok saja tingkahnya. Semakin dewasa bukannya semakin berubah ini justru malah semakin tak karuan. Terlebih lagi teman-temannya yang termasuk clientnya juga banyak sekali yang bobrok dan tak karuan. "Mora, kau sedang apa, sih, sejak tadi mondar-mandir! Ini sudah tengah malam! Kau seharusnya istirahat!" "Tian! Bagaimana aku bisa istirahat! Anakmu Reno belum juga pulang jam segini!" "Sudahlah! Bukankah ia sudah biasa pulang dini hari? Paling juga dari club malam bersama teman-temannya itu!" "Kau ini, Tian! Seperti tak ada pedulinya dengan anak sendiri!" Tian bangkit dari tidurnya dan berjalan mendekati istri cantiknya itu. Beliau memeluk Mora dari belakang dan mengecup lembut tengkuknya dengan mesra. "Sayang, bukan berarti aku tidak peduli. Tetapi sudah berapa kali kita membuang waktu untuk menasehatinya? Tak ada satupun yang didengar olehnya. Jadi, lebih baik biarkan saja, dia sudah besar sayang. Reno tau yang terbaik untuk hidupnya seperti apa dan bagaimana." Mora membalikan tubuhnya menatap wajah tampan suaminya yang sudah mulai menua. "Papih Tian, anak kita itu masih kecil karena belum menikah. Aku hanya khawatir kelak dia tetap seperti ini jika sudah menikah." "Sayang, tenang ya, semua akan baik-baik saja dan pasti Reno bisa berubah menjadi lebih baik kok. Kamu harus bisa membuang semua pikiran negatif yang ada di otak indahmu itu agar selalu pikiran positif yang tertanam di dalam sana." "Lagi pula, anak kita itu sudah berusia dua puluh lima tahun sayang. Dia sudah dewasa, bukan lagi anak kecil." Tian melepaskan pelukannya dan berjalan meninggalkan Amora di pinggir jendela. Tian kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya. "Aku hanya khawatir nanti kedepannya dia akan tetap seperti ini. Apakah kau tak mengerti dengan kekhawatiranku, Tian?" "Paham sayang, kau adalah Mamihnya dan yang paling mengkhawatirkannya tetapi akankah lebih baik jika tidak terlalu mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan? Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik sayang dan lagi ingat dengan kondisi tubuhmu. Kau selalu saja seperti ini setiap kali anak kesayanganmu itu pulang larut malam dalam keadaan mabuk." "Sudahlah, istirahat saja. Aku sangat lelah sekali, jika kau masih ingin menunggunya silahkan, aku istirahat duluan. Selamat malam istriku sayang." Tian mengecup jauh Amora lalu kembali memejamkan matanya dan tertidur lelap. *** Tin … tin …. Tin … tin …. "Ya sebentar, Aden!" teriak Pak Agus dari balik gerbang dan langsung membukanya. "Ih! Bapak! Lama sekali! Kebiasaan banget, sih!" "Maaf Aden, Pak Agu ketiduran." "Ya sudah! Kunci lagi pintunya, jangan lupa nanti malah ada maling!" "Siap komandan!" Reno melajukan kembali mobilnya masuk ke dalam pekarangan dan memasukan mobilnya ke dalam garasi. Ia segera keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, Mamih seperti biasa sudah menunggunya dengan wajah yang penuh kekhawatiran. "Mamih? Kenapa belum tidur?" "Bagaimana Mamih bisa tidur kalau jam segini kau masih keluyuran tanpa kenal waktu! Mamih heran sama kamu, deh! Kenapa, sih, susah banget untuk diaturnya! Kamu itu bukan anak kecil yang harus selalu dikasih tau, 'kan, Bang!" "Mamih, stop! Berhenti memarahiku seperti anak kecil begini! Aku sudah dewasa! Please berikan aku sedikit kebebasan untuk bisa bersantai bersama teman-temanku! Aku juga butuh hiburan, Mamih." "Iya, Mamih paham. Tapi tidak harus sampai selarut malam ini, 'kan? Dan lagi pulang selalu dalam keadaan mabuk dan aroma alkohol!" "Mamih, Reno mau nanya deh, ya, memang adakah bar yang bukanya sore? Gak ada 'kan? Jadi, ya wajar saja jika Reno pulang jam segini, Mih," balasnya mulai ngelantur. "Susah emang kalau ngomong sama orang mabuk! Gak akan nyambung!" "Mamih, Reno gak mabuk. Kalau mabuk tidak akan mungkin bisa menyetir mobil sendirian!" "Sudah, ah, Mamih bawel sekali. Reno masuk kamar dulu, Mih. Selamat malam Mamihku sayang," ucapnya mencium pipi sang Mamih. Mamih hanya menggelengkan kepala saja melihat kelakuan anaknya yang bar-bar seperti itu. Reno berjalan dengan tak tentu arah, kepalanya sempoyongan dan jika tadi dia melanjutkan minum kembali, sudah dapat dipastikan akan langsung teler dan tidak berdaya. Lelaki tampan itu masuk ke dalam kamarnya yang bernuansa putih hitam, kamarnya sangat luas sekali mungkin bisa untuk bermain bola di dalamnya. Tanpa membersihkan dirinya terlebih dahulu, ia langsung membanting tubuh kekarnya ke atas ranjang besar itu. Dalam seketika, Reno langsung terbang melayang ke alam mimpi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD