PROLOG

1121 Words
"Aku tahu rasaku padamu terlalu dalam, sampai aku hanya mampu memendam. Karena aku paham, kehilangan tak seindah mendapatkan." - Paizal Anwar *** Bagi sebagian orang, jatuh cinta saat remaja adalah hal yang sudah biasa terjadi, atau bahkan berpacaran di usia remaja adalah hal yang wajar bagi keseharian anak muda di zaman sekarang. Namun, berbeda dengan cowok bernama Aldy, dia pertama kali jatuh cinta pada usia 10 tahun-tepatnya kelas empat SD. Aldy Azka Putra, cowok berambut hitam dengan tubuh tinggi kulit sawo matang. Tidak istimewa memang, ia tumbuh selayaknya anak laki-laki. Kini usianya 17 tahun, tepatnya duduk di bangku kelas XI SMA. Mungkin cinta pertamanya tidak bisa dikatakan benar-benar jatuh cinta, karena dulu usianya masih sangat muda untuk memulai itu semua. Bisa jadi itu hanya perasaan suka, tapi yang Aldy rasakan lebih dari itu. Rasa yang sampai saat ini belum terbalaskan, rasa yang dia simpan selama delapan tahun lamanya kepada seorang gadis bernama Dira. Jika kalian bertanya kenapa dan karena apa Aldy bisa jatuh cinta pada Dira? Jawabannya sederhana, karena niat baik dan ketulusan Dira menolong Aldy di saat semua orang mencemoohnya. Dulu ... pada tahun 2009 ada seorang anak Sekolah Dasar yang sangat unik. Dia laki-laki, tapi tidak jago bermain bola, dia memang cerdas, tapi seringkali mendapat perlakuan kurang mengenakan dari teman laki-laki lainnya. Dia selalu dimanfaatkan dan dicemooh sewaktu-waktu. Sampai suatu hari, saat jam olahraga di SD Gugus Depan, sebuah peristiwa kurang mengenakan terjadi. "Ayo! Ayo! Ayo!" Sorak sorai siswa di pinggir lapangan yang berjejer rapi ribut meneriaki kedua tim bola yang sedang bertanding. Disalah-satu tim ada Aldy yang ikut bermain karena perintah dari pak Ferdi-seorang guru olahraga di SD Gugus Depan- yang sedang melakukan penilaian praktek untuk pengisian nilai mata pelajarannya. Mau tidak mau Aldy harus ikut walau kemampuannya tidak menyakinkan dalam sepak bola. "Damar! Damar! Damar!" Pekik semua penonton karena saat itu Damar temgah menggiring bola menuju gawang lawan. Dia seorang Ketua Murid yang sangat jago dalam olahraga, apalagi permainan bola seperti ini biasa untuknya. Bola yang digiring Damar hampir sampai di gawang lawan, tetapi niatnya memasukan bola sepertinya akan gagal karena ada dua orang yang menghalangi di depan. Satu-satunya cara agar bola dapat masuk gawang adalah dengan membagi bolanya kepada Aldy-kebetulan posisinya yang paling depan-walau sebenarnya harapan untuk masuk sangatlah kecil. "Tangkap, Dy!" seru Damar dengan cepat menendang bola. Bola berhasil Aldy dapatkan, untuk saat ini harapan agar timnya juara ada padanya. Dan benar saja, sebuah kejadian kurang mengenakan terjadi. Saat itu Aldy begitu gugup untuk menendang, ditambah sorak sorai penonton yang menyeruak membuatnya insecure sampai pada akhirnya dua orang dari tim lawan mendekat dan berhasil merebut bola dari Aldy, yang lebih parahnya salah satu dari mereka menabrak tubuh Aldy dengan sengaja sampai ia terjatuh. Pak Ferdi tidak menganggap pelanggaran karena menurutnya itu tidak sengaja dan hanya refleks saja. Raut kekecewaan terpahat di wajah Damar, pandangannya tajam menusuk saat melihat Aldy yang terjatuh dan berupaya bangun sendirian. Dan yang paling membuat Damar kecewa adalah ketika pandangannya beralih ke arah gawang timnya, bola yang tadi direbut dari Aldy berhasil dimasukkan oleh tim lawan. "Gool!!!" pekik semua penonton, tak terkecuali tim yang memasukan bola itu turut bersorak ria. Di saat sorakan bergema, Aldy harus menahan luka di sikunya karena saat dia terjatuh tadi mengenai batu kerikil yang membuatnya berdarah. Kenapa di saat kebahagiaan menyeruak, harus ada sakit yang membuat sesak? Beberapa saat telah berlalu, pertandingan sudah usai dan kekalahan harus dirasakan oleh tim Damar. Saat ini Aldy berniat membasuh luka di tangannya dengan mendatangi toilet di sekolah, tetapi akibat kesalahannya tadi saat pertandingan membuat niatnya harus terhenti karena sesuatu hal terjadi. Buk!!! Bunyi sesosok tubuh yang bertabrakan langsung dengan tembok membuat bunyi pantul yang sangat terdengar jelas. Tubuh Aldy membentur tembok karena didorong Damar dibantu kedua temannya. Tubuh ketiga orang itu tepat berada di hadapan Aldy yang berjongkok di lantai karena menahan lemas di kakinya. Kepala Aldy menengadah dan terlihat jelas wajah Damar sangat ketus waktu itu. "Kalo nggak bisa gak usah main!" ledek Damar. "Dasar lemah!" Aldy hanya diam tak berani melawan karena pada saat itu ia tengah menahan sakit. Tidak, sakit atau tidak sakit mungkin Aldy akan diam saja seperti sekarang. Sedangkan kedua teman Damar hanya bersilang tangan dengan sombongnya menatap Aldy yang kesakitan. Damar sangat emosi. Walau dia masih kelas empat tapi egonya sudah sangat tinggi. Dia benar-benar merasa kesalpada Aldy yang membuat timnya kalah. Mungkin di pikiran Damar saat itu membuat Aldy semakin terluka dapat membuat semuanya membaik atau bahkan membuat timnya menjadi menang. Baru saja tangan Damar naik dan berniat memukul Aldy, tiba-tiba saja ada air yang menghantam tubuh Damar, seperti disiramkan hingga membuat pria itu basah kuyup dan berhenti melakukan aksinya. "Kamu! Jangan sok jadi jagoan, deh!" teriak seorang gadis yang kini mendekat dengan sebuah gayung di tangannya. "Dir-a ...," lirih Damar terbata. "Jangan mentang-mentang kamu jago main bola terus kamu bisa hina orang begitu aja!" Anak kelas empat itu melotot geram, Dira sungguh sebal. "Pergi atau aku siram lagi terus laporin Bu Guru!" Dengan seketika ucapan Dira mampu membuat Damar dan kedua temannya pergi. Mungkin hampir tak percaya jika seorang anak kelas empat SD dapat membela dengan kata-kata yang cukup dewasa. Entahlah, yang jelas Dira itu berbeda dari gadis seusianya. Mungkin karena itu Aldy jatuh cinta pada Dira selama delapan tahun lamanya, karena sikap baik dan ketulusan Dira menolongnya. Dan terbukti setelah hari itu Aldy menjadi jarang dicemooh walau kadang masih diperlakukan kurang mengenakan, seperti tak diajak jika teman lelakinya bermain dan lain sebagainya. Dan karena itulah kenapa sampai saat ini Aldy selalu melindungi Dira, jawabannya cukup singkat karena Aldy tidak mau membuat Dira celaka sama seperti dirinya dulu. Sampai saat ini Dira masih menjadi teman dekat Aldy. Sangat-sangat dekat. *** Aldy selalu tersenyum melihat Dira. Bahkan saat ini keduanya sedang bermain bulu tangkis bersama di salah-satu GOR di daerah tempat tinggal mereka. Keduanya sama-sama suka bermain bulu tangkis. Satu hal yang tak dapat dipisahkan dari keduanya adalah mereka berdua hobi sekali makan pempek saat bersama, makanya mereka memilih GOR dekat para pedagang kaki lima agar tak perlu jauh-jauh mencari makanan kesukaannya. "Ah elaah, lo kalah mulu!" sunggung Dira dengan mengikat rambutnya karena keringatan. Cowok di depannya hari ini terlihat payah sekali padahal ia sudah sangat semangat berolahraga. Kadang Dira suka kesal sendiri saat Aldy mengalah agar ia bisa menang, cowok itu memang teman yang baik sekaligus menyebalkan. "Pasti kalah gue kalo tanding sama lo, bawaanya kepikiran mulu," jawab Aldy asal. "Ih apaan? Emang dasar lo-nya aja nyebelin! Lo ngalah lagi biar gue menang, kan?" "Enggaklah. Lo emang jago, Ra." "Ngeles lagi Lo! Jangan gitu ah mainnya." "Gak bisa! Gue selalu hilang fokus lihat senyum lo!" jawab Aldy dengan menatap wajah cewek di depannya. "Becanda kali. Baperan amat." "Gaje lu!" ucap Dira dengan wajah datar yang samar-samar terlihat karena terhalang net. Aldy juga memasang wajah serupa dengan beberapa kali menelan ludahnya. Kira-kira akan bertahan seberapa lama perasaan itu untuk Dira? Delapan tahun bukan waktu yang sebentar, apa usia remaja SMA sudah tepat untuk mengatakannya? -- Departure Feeling --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD