Prolog

1231 Words
Pertemuan kita mungkin dengan bacotan, tapi perjalanan kita siapa yang tahu akan penuh makna nantinya. Cewek berbadan gempal itu mengerenyit bingung. Matanya berkeliling melihat reaksi para siswa di lorong. Ada yang matanya melebar, ada juga yang mengerjap banyak. Semuanya terlihat tak yakin dengan apa yang mereka lihat. Bulan nama cewek itu. Perempuan dengan tubuh gemuk dan tatapan jahat. Dia siswa baru wajar bagi siswa lain untuk terkejut. Jadi dia tidak akan berpikir jauh selain membuang muka acuh, lalu ia meneruskan langkah yang tertunda dengan santai. Loker menjadi tempat pemberhentian pertamanya dan tepat saat kakinya sudah berdiri mantap di hadapan loker, satu tangannya terulur mengeluarkan kunci dari saku rok abu-abu. Ia memasukkan kunci ke lubangnya, lalu menarik pelan pintu loker berwarna merah tersebut. Ia merundukan tubuh, berjongkok di depan lokernya. Dan langsing membuka resleting tasnya dan mulai mengeluarkan barang-barang yang ia rasa perlu ada di lokernya untuk beberapa bulan ke depan. "Ok," gumamnya senang melihat isi loker barunya. Ia menutup kembali loker tersebut. Tidak lupa pula menguncinya untuk menghindari kehilangan akan tangan usil murid-murid lain. Bulan berdiri, menepuk-nepuk pelan debu yang menempel di lututnya. Matanya berpendar ke seluruh sisi. Manik cewek cantik di ujung sana bertemu dengan maniknya. Cewek tersebut melongo tak percaya. Bulan mengerenyitkan dahinya tak mengerti. Apa yang salah? "Gila!" cibirnya lalu memutar tubuh untuk pergi ke kelas barunya. Cewek cantik itu berteriak, mengejar langkahnya "Hei!" Bulan menghentikan langkah mendengar derap kaki tersebut mendekat. "Apa?" tanyanya sedikit ramah. Bukannya menjawab cewek cantik itu malah mentapnya intens dari atas ke bawah. Bulan jemuh, ia memutar bola matanya malas lalu kembali berjalan. "Gua banyak urusan," ujarnya sebelum benar-benar pergi. Cewek cantik itu kembali mengejar. "Gue Elina Ardiola," katanya memperkenalkan diri. "Gue Bulan Acalista," balas Bulan tetap meneruskan langkahnya. Come on, ini hari pertamanya. Dia tidak mau merusak mood dengan orang-orang yang menatapnya aneh. Tebaknya sih karena tubuh besarnya yang menyemak di setiap mata yang memandang. "Anak baru?" tanya Elina lagi. Bulan menggeleng. "Bukan, gue udah dari awal daftar di sini. Tapi kemaren gak sempat ikut MOS. Lo kelas berapa?" "Gue kelas 10," balas Elina lalu melirik Bulan lagi. "Kalau lo?" "Sama kelas 10 IPA 3," ujar Bulan lalu menepuk-nepuk pipinya pelan. "Apa bedak gue ketebalan?" Akhirnya dia merasa tidak pede atas tatapan aneh siswa-siswi di lorong tadi. Elina menggeleng. "Enggak kok." Dia malah yakin kalau perempuan yang baru ia kenal itu tidak menggunakan bedak sama sekali. Hal tersebut terbukti dengan kulitnya yang kusam. Mata bulan berkeliling. Kalau bukan bedaknya yang ketebalan, lalu apa alasan para manusia itu menatapnya heran. Apa dia kelihatan aneh? "Toilet di mana?" tanya Bulan menghentikan langkah, otomatis membuat Elina ikut berhenti pula. "Ayo gue antar," tawar Elina dengan senyum manisnya. Bulan menggeleng. "Gak deh. Bentar lagi masuk, entar lo di hukum gara-gara gue lagi." "Gak dong, kita kan sekelas. Kalau di hukum berdua." Cewek itu terkekeh. Tak masalah dengan ancaman yang nanti akan diterima. "Boleh deh," balas Bulan pada akhinya. Dia juga tidak yakin aman berkeliaran sendiri di hari pertamanya. Mereka berdua berbelok ke kanan, lalu melurus di lorong kelas 11 hingga akhirnya mentok di depan toilet. Bulan masuk ke dalam toilet, sementara Elina menunggunya di luar. Cewek berbadan rada gempal, dengan rambut kuncir kudanya itu menatap datar pantulan wajahnya di cermin. "Gak ada yang aneh kok," gumamnya lalu memeriksa bajunya. "Baju gue juga gak ketat kok." Bulan menghela nafas pelan. "Ah, mungkin mereka terpesona sama gue, makanya matanya mau copot begitu." Bulan terkekeh. Kepedaan sekali dirinya. Bahakan orang-orang yang melihatnya ilfeel dengan ukuran tubuh yang ia miliki, bagaimana mungkin mereka akan terpesona? Baiklah. Bulan menyerah menatap wajahnya pada pantulan cermin. Tidak ada yang salah. Seperti masa Sekolah Menengahnya, dia ke sekolah tanpa riasan dan baju besar untuk menyembunyikan tubuh gemuknya. Tidak ada hal asing yang membuat orang-orang melabelinya aneh. Ya, setidaknya itu menurut Bulan sendiri sih. "Ayo." Bulan mengejutkan Elina yang tengah memoles bibirnya dengan liptint. "Eh ayo," balas cewek itu lalu merangkul Bulan layakanya sudah akrab. Bulan sendiri tidak masalah. Toh cepat atau lambat dia memang membutuhkan teman. Yup itu jelas awal yang bagus. Sementara langkah dua cewek tersebut terus mengikis jarak menuju kelas 10 IPA 3, cowok ganteng dengan badan yang super goals itu tergelak bersama teman-temannya. Lupa diri bahwa mereka tengah menghalangi jalan dua orang cewek di belakang. Bulan sendiri tenggelam dalam pembicaraan Elina mengenai sekolah. Matanya yang harusnya melihat ke depan malah memberi atensi pada Elina si jelita dengan seragam ketat yang membungkus tubuhnya. Bugh Bulan mundur beberapa langkah setelah tertubruk punggung kokoh seorang cowok jangkung. Tanganya langsung naik ke dahi, memeriksa bahwa dahinya baik-baik saja. Itu tidak terlalu sakit, namun jelas alasan ia merasakan amarah melingkupinya. "Bisa minggir gak lo pada?" sentak Bulan yang membuat ketiga anak cowok itu menoleh padanya. Dua diantara mereka membelalakan matanya. "Gak usah melongo kayak orang bodoh lo! Minggir sono! Ini bukan jalan nenek moyang lo aja. Ini jalan umum," cerocos Bulan mendorong badan salah satu dari mereka kesal. Cowok itu terjungkang. "Gila lo!" cibir cowok itu kembali berdiri. Bulan acuh, kembali berjalan dengan Elina. Maniknya bertemu dengan manik seorang cowok, paling ganteng dari dua temannya. Yang lebih penting lagi, ini cowok jangkung yang ia tabrak punggungnya. Alis cowok itu terangkat sebelah. Bertanya kenapa cewek itu menatapnya seolah ingin menerkam mangsa. "Apa lo lihat-lihat?" sentak Bulan tiba-tiba. "Mau gue colok tuh mata heh?" Bukannya marah cowok itu malah tersenyum, ia menangkup wajah Bulan sembarang. "Ohoo, jadi ini adik gue ya? tembemnya," ujaranya sambil menarik-narik pipi Bulan. Bulan menepis tangan cowok itu kuat. "Adek kepala lo peyang. Minggir gak lo? Mau gue bacok heh! Dasar cowok gila!" "Idih, galak bener." Cowok itu akhirnya menggeser tubuhnya. "Noh lewat sono!" "Baru juga jadi cewek udah songong, gue cium baru tahu rasa lo." Bumi mendumel kesal. Ini the first time dia digalakin oleh seorang cewek hanya karena masalah sepele. Mau tahu seperti apa perlakuan cewek yang biasa Bumi terima? Pujian Kasih sayang Perhatian Itulah jawabanya. Jangankan di maki, bahkan jika dia salah semua cewek akan menganggapnya bukan masalah. "Lihat aja tuh kuda nil, gue begal pulang sekolah," sungut Bumi seraya menaikkan dua tanganya ke pinggang. Mata indahnya pula mengantar kepergian cewek gemuk tersebut yang mulai detik itu ia cap sebagi jaguar. "Begal bang, begal." Vila, sahabatnya mendukung secara lapang d**a. "Karungin, bawa ke semak-semak." Jack sahabatnya yang lain menimpali. "Tapi.." Jack melirik Bumi yang masih berkacak pinggang dengan dahi mengkerut. "Kok mirip sama lo?" "Wah jangan-jangan itu anak gue," balas Bumi asal. "Hayuk atuh kita tanya 5W+1H sama tuh jaguar." "Gak deh." Vila angkat tangan. "Gue mau urusan negara." Bumi melirik dua temannya yang tersisa. Dengan cepat mereka juga ikutan angkat tangan. "Lagi malas gue," kata Jack beralasan. "Lagian impossible lo punya anak, secara kan lo masih polos putih seperti di hari yang fitri." "Benar juga." Bumi mengelus dagunya dan mulai mengangguk-anggukkan kepala. "Gue kan polos seperti bayi yang baru di-instal." "Polos pala lo botak." Vila langsung berceletuk. "Tiap hari kerjaannya nonton plus plus sok ngomong polos. Najis!" "Nah itu benar juga," sambut Bumi. "Apalagi gue suka khilaf kalau main gelap-gelapan." "Lo pada ngomong apa sih?" Pasha sahabat Bumi yang sedari tadi diam angkat bicara. "Anak, anak, tuh kuda nil lebih cocok jadi adik lo oi!" "Nah pinter lo." Bumi mengacungkan jempolnya. "Selamat lah kalian wahai kadal gue yang g****k, adik baru kalian sudah datang yuhuuuu," raungnya kehilangan kewarasan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD