Prolog

687 Words
Tak kan pernah habis airmataku Bila kuingat tentang dirimu Aku memejamkan mata mendengar lirik lagu Krispatih Mengenangmu. Meresapi lagu itu sambil mengingat seseorang yang selalu ada di hati dan pikiranku. Seperti lirik lagu itu, air mataku tak pernah habis mengenang pujaan hatiku, meski empat tahun telah berlalu. Lagu Mengenangmu, adalah lagu yang menggambarkan bagaimana perasaanku kepada sosok Ahmar. Mungkin hanya kau yang tahu Mengapa sampai saat ini ku masih sendiri Sudut bibirku tertarik ke atas, tersenyum miris mendengar lirik selanjutnya. Hanya pujaan hatiku yang tahu, mengapa aku masih betah menyendiri. Bukannya tidak ada lelaki yang mendekatiku, tapi karena rasa itu masih ada dan tak mampu bergeser sedikitpun. Adakah di sana kau rindu padaku Meski kita kini ada di dunia berbeda “Ahmar.” Tanpa sadar aku menyebut nama Ahmar, kekasih yang sudah berbeda dunia denganku. Bagiku jiwa Ahmar masih setia di sampingku, setiap detik. Cinta Ahmar selalu ada untukku, begitu pula cintaku hanya untuk Ahmar. Bila masih mungkin waktu kuputar, kan kutunggu dirimu Bayangan sebelum kecelakaan itu berputar di ingatanku. Aku ingat jelas saat merengek minta pulang. “Ahmar!! Ayo pulang, Mar. Ini udah malem!!” “Bentar, Sayang,” jawab Ahmar sambil menegak minuman di depannya. Aku mulai gondok sambil berkali-kali melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Semakin larut aku semakin gelisah. Aku telah berjanji ke Kak Scarla akan pulang di bawah jam sepuluh. “Ya udah, Mar. Aku pulang dulu, ya. Nanti Kak Scarla nyariin.” “Jangan!! Ayo sekarang aku anter!” Akhirnya Ahmar berdiri dari kursinya. Dia melebarkan mata agar terlihat terjaga. Aku tersenyum manis mendengar jawaban Ahmar itu. Seketika akuku mendekat dan menggandeng Ahmar ke pintu keluar. Air mataku kembali luruh mengingat kejadian itu. Andai waktu bisa diputar, aku tak akan merengek meminta pulang dan melupakan fakta jika Ahmar sedang dalam pengaruh alkohol. Harusnya aku bisa membujuk Ahmar agar aku pulang sendiri. Namun, kecelakaan itu telah terjadi. Ahmar telah tenang di alam sana, dan aku tetap akan menunggu. Menunggu waktuku bertemu lagi dengan Ahmar. Biarlah kusimpan, sampai nanti aku kan ada di sana Tenanglah dirimu dalam kedamaian “Hiks!!” Aku tak bisa menahan isakanku, dadaku sakit merasakan rindu yang begitu membelenggu. Dadaku sakit, memendam cinta ke lelaki yang telah damai di sana. Aku ingin membuang rasa sakit itu, tapi aku tak sanggup mengganti nama Ahmar dengan nama lelaki lain. Tidak, aku tak akan mampu mengganti Ahmar dengan yang lain. Tanganku menyentuh dadaku yang semakin sesak. Aku selalu berdoa untuk Ahmar, agar lelaki itu bahagia di alam sana. Aku akan berjuang menyimpan rasa cinta ini, hingga aku bertemu dengan pujaan hatiku. Di alam kedamaian. Ingatlah cintaku, kau tak terlihat lagi Namun cintamu abadi “Cintamu abadi, Mar. Seperti cintaku padamu,” lirihku. Aku kembali memejamkan mata mendengar musik penutup dengan rasa sesak. Tidak berapa lama, musik itu berhenti. Aku mengusap air mataku dengan ibu jari, menarik napas panjang lalu aku embuskan pelan. Tidak berselang lama, suara bising itu kembali terdengar. Aku menyandarkan tubuh di bangku taman sambil menatap taman yang ramai dengan pangunjung itu. Beginilah seorang Zahya yang sekarang. Setiap sore menghabiskan waktu di taman, dengan duduk di bangku kayu yang sedikit usang. Ketika lagu Krispatih dari ponselku mengalun, aku seolah ditarik dari ramainya suasana taman ke sebuah ruang sunyi. Percaya atau tidak, dalam kondisi seramai apapun aku selalu bisa meresapi lagu Mengenangmu hingga menangis. “Huh!” Aku mendesah. Empat tahun berlalu. Empat tahun sudah Ahmar tidak lagi di sisiku. Empat tahun aku masih setia, dan empat tahun sudah aku selalu mengenang Ahmar dengan lagu Krispatih di waktu senja. Dulu saat kakiku masih lumpuh setelah kecelakaan, aku mendengarkan lagu itu dari dekat jendela sambil memandang cahaya kemerahan. Sekarang, aku bisa melihat cahaya itu dengan bebas, tanpa sekat kaca jendela. Perlahan aku mendongak, menatap cahaya kemerahan yang berpendar di langit sore. Dalam diam aku tersenyum. Aku pengagum lukisan langit ciptaan Tuhan itu. Seolah cahaya kemerahan bercampur birunya langit adalah persembahan terakhir sebelum langit kelam datang. Sama seperti kehidupanku. Ahmar datang bagai cahaya kemerahan di langit. Ahmar seolah hadiah terindah Tuhan, sebelum Tuhan memberikan goresan kelam di hidupku. Entah kapan aku mendapat sosok lain. Satu yang pasti, Ahmar tak akan terganti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD