Bab 1. Pertemuan Pertama

1423 Words
"Apa?!. Ibuku semakin parah?" Aku syok mendengar pernyataan dokter yang mengatakan kalau ibu tiba-tiba mengalami penurunan kekebalan tubuh hingga membuatnya kejang-kejang. "Lalu apa yang harus aku lakukan? Kalian sebagai dokter harus mencari cara supaya ibuku bisa sembuh secepatnya, jangan diam saja!" Dengan lancang aku membentak dokter itu. Jika di pikir-pikir, seharusnya aku tidak demikian, tapi karena rasa khawatirlah yang membuat diri ini menjadi lancang. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Tapi ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya yang kemarin saja kamu belum membayarkannya kepada pihak administrasi, lalu bagaimana cara kami menangani ibu kamu. Kami juga ingin sekali membantunya, tapi kami harus mematuhi peraturan yang ada" Ucapnya membuatku muak. Satu-satunya hal yang akan menutup mulutnya adalah uang karena uang adalah benda yang bisa mengontrol semua orang. Sepertinya melihat keadaan dunia seperti sekarang, itu adalah hal yang mutlak. "Aku akan bayar secepatnya. Aku janji, tapi tangani ibuku dengan baik!" Ucapku tegas. "Jika dalam 1x24 jam kamu belum melunasi, kami terpaksa akan mengeluarkan ibumu dari ruang rawat" Ucapnya dan pergi begitu saja. Sumpah, ingin sekali rasanya mencekik leher pria gendut dengan jas suci berwarna putih itu. Bagaimana mungkin ia menganggap dirinya manusia kala ia menawarkan nyawa seseorang dengan uang. Sudahlah, tidak ada gunanya bertindak sedemikian rupa di depan orang yang mempunyai pemikiran demikian. Saat ini yang paling aku butuhkan adalah uang yang banyak untuk kesembuhan ibu. Ibu, aku mohon bertahanlah sedikit lagi. Ana akan bawakan uang yang banyak untuk menyumpal mulut rakus mereka. Sabarlah, sedikit lagi. *** Drt... Drt... Saku celanaku bergetar. Aku melepas kain pengelap yang ku gunakan untuk membersihkan badan ibu yang terbujur lemas di atas brankar. Dina is Calling. Dina? Untuk apa dia menelpon? tumben sekali. "Halo, Dina. Ada apa?" Ujarku menyapanya sambil keluar dari ruang rawat. "Halo, Cinta, ini Dina. Kamu sangat membutuhkan uang kan sekarang?" Tanya Dina. Mataku sontak melotot. Apakah Dina membawa kabar gembira untukku?. Semoga saja. "Iya, aku sangat sangat membutuhkan uang. Apa kamu ada tawaran pekerjaan untukku?" Tanyaku bersemangat seakan aku baru saja menemukan telaga yang berisi air jernih di tengah panasnya padang pasir. "Iya, aku ada informasi pekerjaan. Gajinya sangat besar!" Senyumku merekah. Hatiku membuncah. Inikah petunjuk dari Tuhan untuk menyembuhkan kesehatan ibu secepatnya?. "Apa itu? Cepat kasih tahu aku!. Aku pasti akan melakukannya, sesulit apapun!" "Baiklah, aku sudah mengirimkan alamatnya padamu. Kamu tinggal cek saja dan datang ke tempat itu. Kamu bilang pada resepsionis bahwa kamu di panggil oleh bapak Dante Cullen. Jika resepsionis itu tidak yakin dengan hal itu, kamu langsung masuk ke lift dan menuju lantai teratas. Di lantai teratas, ada seorang perempuan yang akan berjaga, kamu abaikan dia dan langsung masuk ke dalam ruangan yang paling mewah dan besar itu. Katakan padanya bahwa kamu menyetujui pekerjaan itu. Paham?" Aku tertawa. Kenapa harus mengabaikan pihak ini dan itu hanya untuk sebuah pekerjaan?. Tapi entahlah, yang terpenting adalah kesehatan ibu. Tetap ingat itu, Cinta!. "Baiklah, aku akan ke sana hari ini juga!" Ucapku dan berjalan keluar dari rumah sakit. "Kalau kamu sudah di dalam ruangannya, jangan sekali-kali berubah pikiran. Pikirkan baik-baik terlebih dahulu, ini berkaitan dengan harga d--" "Aku paham. Aku akan langsung berangkat ke sana. Bye!" Aku langsung mematikan sambungan telepon dengan Dina. Aku menghentikan taksi yang langsung lewat di depanku dan menyebutkan alamat yang sudah dikirim oleh Dina. Tidak lama kemudian, taksi berhenti di depan gedung pencakar langit yang begitu tinggi dan mewah. "Terima kasih pak!" Aku berjalan masuk ke dalam gedung itu. Pakaianku dengan kebanyakan dari mereka sangatlah berbeda. Jika mereka menggunakan kemeja dengan rok span selutut, maka aku hanga menggunakan baju kaos biasa dengan dipadukan jeans. Aku beranjak pada resepsionis dan mengatakan bahwa aku ingin menemui bapak Dante Cullen. Anehnya, dia menanyakan apakah aku ada janji dengannya. Jangankan janji, wajahnya saja aku tidak tahu. Saat aku mengatakan kalau aku tidak memiliki janji dengannya, resepsionis itu menolak dan menyuruhku untuk pulang saja. Tidak mau kehilangan kesempatan, aku mengelabui resepsionis itu dengan menanyakan keberadaan toilet. Setelah dia menunjuknya, ternyata cukup dekat dengan lift. Aku tersenyum manis pada resepsionis itu, tapi itu hanya drama saja. Jangan di percaya. Setelah berada di dekat toilet, aku langsung lurus saja menuju lift dan menekan tombol lantai teratas. Cukup tinggi juga jika banyak lantainya lebih dari 20an. Ceting. Aku keluar dari lift dan tidak menemukan siapapun perempuan yang sesuai dengan ucapan Dina. Tanpa basa-basi aku langsung membuka pintu dari ruangan yang paling besar dan paling mewah. Alangkah terkejutnya aku ketika melihat seorang wanita dengan seorang laki-laki yang melakukan adegan suami istri. Dengan jelas, mataku melihat punggung seorang lelaki yang memaju mundurkan pinggangnya dan suara desahan mereka membuatku muak. "Berhenti!" Teriakku. Teriakanku sukses membuat aktivitas mereka terhenti. Baik wanita maupun lelaki itu melihatku. Dengan cepat, si wanita memungut rok spannya yang sudah melorot dan keluar dari ruangan. Sedangkan si laki-laki hanya menaikkan celana hitamnya dan duduk di kursi kebesaran dengan sangat santai, seakan tidak terjadi peristiwa apapun. Astaga, apa iya aku akan bekerja dengan pria yang memiliki perilaku seperti ini?. "Siapa kamu dan untuk apa kamu disini?" Tanyanya. Ia melepas dasinya yang tadi hanya menggantung lemah. "Aku adalah Cinta Anantasya dan aku menyetujui pekerjaan itu" Ucapku sedikit ragu. Apalagi saat melihat ekspresinya yang terlihat kebingungan. Tidak lama setelahnya, ia tertawa dan berdiri mendekatiku. Ia semakin dekat dan semakin dekat. Tanpa sadar, kaki ku mundur ke belakang seirama dengan ia yang semakin maju untuk lebih dekat denganku. Aku selalu saja mundur sampai pada akhirnya punggungku bersentuhan dengan tembok. Oke, Cinta, kamu akan berakhir sekarang juga!. Susah sekali untuk menelan ludah. Tatapannya sangat tajam seakan mengintimidasi ku. Apa aku telah melakukan kesalahan?. Ini kan pertemuan pertama kami. "Apakah kamu benar-benar menyetujui pekerjaan itu?" Tanyanya. "Iya, aku benar-benar menyetujuinya dan aku serius!" Ujarku meyakinkannya. "Perlu kamu ingat, pekerjaan ini memang berat untuk wanita" "Aku kuat, aku bisa melakukannya!" Ujarku menyela. Dia semakin dekat. Bahkan kini kepalanya semakin mendekati kepalaku. Ia menatapku tepat pada bola mataku. Aku takut, jujur saja. "Bagus!. Aku menyukai gadis seperti kamu. Ingat ini, pekerjaan ini hanya berakhir dalam satu tahun saja. Meski singkat, namun aku akan memenuhi segala keinginanmu. Selama setahun, kita hanya akan bertemu di saat proses pembuatannya saja. Ketika memang sudah berbuah, aku akan memberikanmu fasilitas yang lengkap supaya calon bayiku bisa tetap sehat" Apa?. Calon bayi?. Setahun?. Sebenarnya pekerjaan apa ini?. "Sebentar, sebelum terlalu jauh, sebenarnya apa pekerjaan yang harus aku lakukan?" Tanyaku serius. Lelaki yang ku duga bernama Dante Cullen itu berbisik di telingaku, dan membuatku merasa sangat geli. "Sewa rahim" Sontak mataku membulat. Sontak juga aku mendorong d**a Dante. "Wow, tenaga yang sangat bagus. Aku sudah bisa memprediksi bagaimana sangarnya kamu ketika bersetubuh nanti" Ujarnya santai dengan senyuman miring "Aku tidak sudi dengan pekerjaan kotor ini!" Ucapku dan membuka pintu. Terkunci. Sial!. "Mau kemana kamu? Aku rasa temanmu sudah mengatakan kalau kamu tidak bisa mengubah keputusan, dan apa yang ingin kamu wujudkan sampai bisa sesemangat ini menghampiriku?" Tanyanya. Kini, ia tidak lagi mendekatiku. Tapi dia berbalik arah dan beranjak ke sebuah konter. Sepintas terlihat seperti bar. "Bukan urusanmu!" Ujarku dan mencoba membuka pintu. "Buka saja. Tidak akan terbuka" Dasar iblis. Drt... Drt... Pak dokter Surya?. Kenapa menelpon?. Semoga ibu baik-baik saja. "Ada apa pak?" "Apa?!. Lanjutkan pak, aku akan langsung ke administrasi sekarang juga dan melunasinya. Aku janji dan tangani ibuku dengan baik!" Aku langsung menutup telpon. Aku mendengar suara tawa dari Dante. Aku bingung, aku dilema. Sudahlah, kesampingkan ego dan terima pekerjaan kotor ini. Tidak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Maafkan aku, ibu. Ini semua demi keselamatan ibu. Tanpa malu, aku mendekati Dante. "Aku terima penawaran itu. Tapi sebelumnya, lunasi semua hutang dan pembiayaan perawatan ibuku sampai beliau sembuh. Aku hanya menginginkan hal itu. Jika kamu tidak sanggup, tidak masalah" Ucapku. Tidak ada respon sama sekali darinya. Apakah aku harus menyerah lagi?. Tidak mendapat jawabannya membuatku memutuskan untuk mencari pekerjaan lain saja. Aku membalik badan, namun langsung di cegah. Ia menarik tanganku dan memberi kartu berwarna hitam mengkilap. Aku bingung, apa artinya ini?. "Pakai itu untuk kebutuhan ibumu juga kebutuhanmu selama setahun. Sesuai kesepakatan, aku akan memenuhinya. Atas nama Dante Cullen dengan password tanggal hari ini" "Benarkah?" Tanyaku memastikan. Meski pekerjaan ini sangat hina, kalau bisa menyembuhkan ibu, aku sudah sangat bangga pada diriku sendiri. Saking tidak percayanya, aku berlinang air mata. "Ini benar, dan jangan menangis. Aku akan menjemputmu nanti malam di depan rumah sakit tempat ibumu di rawat. Keluarlah pada pukul 11 malam. Ingat, aku tidak suka menunggu lama" Ujarnya dan menekan sesuatu. "Cepatlah lunasi administrasinya dan selamatkan ibumu. Pintu sudah aku buka, dan ingat tugasmu!" Aku mengangguk dan beranjak ke pintu. Tapi sebelum keluar, aku mengatakan suatu hal yang menjelaskan statusku sekarang. "Untuk setahun ke depan, aku adalah milikmu!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD