Part 1

941 Words
Liburan kelulusan tingkat SMA, semuanya berawal dari acara kemping tiga hari di sebuah pegunungan. Sandira Winata namaku, gue gak pernah absen dari acara apapun yang diadakan di sekolah. Apalagi ini adalah acara kelulusan, bagi gue pasti sangat berkesan. Akan tetapi kemping yang gue harapkan menyenangkan dan bisa mengukir ingatan yang indah di dalam kepalaku. Malah sangat bertolak belakang dengan angan-anganku. Sore itu gue sedang jalan-jalan sama tiga teman gue di tepi sungai, airnya lumayan jernih buat mandi, atau sekedar nyelupin kaki. "San! Udah senja, gue balik dulu ya ke lokasi." Ujar Serlina pada gadis itu sambil beranjak dari dalam sungai naik ke daratan. Sebelumnya Kinan juga sudah berlalu pergi kembali ke lokasi, tempat mereka membangun tenda. Hari sudah semakin gelap, gadis itu tak kunjung beranjak dari dalam air. Saat hari benar-benar gelap barulah dia tersadar kalau dirinya sedang sendirian berada di dalam sungai. Tak jauh dari tempatnya berendam ada seorang pria berjalan dari rerimbunan pohon, bertubuh tinggi, kulitnya terlihat bersih. Hidungnya mancung, memiliki tubuh atletis. Sandira melihat fenomena itu langsung menelan ludah. "Glek!" Gadis itu berjalan mendekat mengendap-endap. Dia masih berada di dalam air, hatinya semakin semangat untuk melihat lebih jauh lagi. Sandira bersembunyi di balik batu besar yang ada di tengah sungai. Untung saja saat itu sungai sedang surut jika tidak, sudah hanyut tubuh mungilnya dibawa arus air. "Rambutnya putih panjang terurai sepinggang.. kok mirip kakek gue rambutnya putih?!" Gumamnya lirih sambil menatap pria misterius itu tanpa berkedip sama sekali. Pria itu melepas pakaiannya satu-persatu. Kemudian masuk ke dalam air. "Astaga mataku!" Teriak Sandira tanpa sadar saat melihat lekukan tubuh telanjang terpampang jelas di depan matanya, spontan langsung membekap mulutnya sendiri dengan kedua telapak tangannya. Gadis itu membenamkan kepalanya di balik batu dan hampir mencium permukaan air sungai sambil menutup matanya. Pria itu mendengar suara langsung menyambar pakaiannya kembali, dan menoleh ke arah suara. "Manusia? Bagaimana mungkin dia bisa melihatku?" Gumamnya dalam hati. Derios celingukan mencari darimana suara tersebut berasal. Beberapa saat kemudian dia melihat bayangan di balik batu besar di tengah sungai. Pria itu mengukir sebuah senyuman misterius di kedua sudut bibirnya. "Hai anak kecil?!" Sapanya sambil nyengir nangkring di atas batu. "Akh! Tidak! Byuuuuur!" Sandira saking terkejutnya malah menyebutkan diri ke dalam air. Seluruh pakaiannya basah kuyup, gadis itu mengusap wajahnya yang basah. "Lo? Lo? Lo mau ngapain kemari?" Tanyanya dengan suara tergagap. Pertanyaan dari bibirnya benar-benar tidak sesuai dengan isi hatinya. Di dalam hatinya gadis itu menjerit kegirangan. "Astaga pria tampan rupawan nyamperin gue! Mimpi apa gue semalam! Gakpapa deh rambutnya putih kaya kakek gue! Tapi wajahnya benar-benar ganteng super kece!" "Aku penjaga hutan ini." Jawabnya masih nyengir melihat ekspresi gadis itu yang sejak tadi terus menatap wajah tampannya tanpa berkedip sama sekali. Sandira memberanikan diri untuk berjalan mendekat ke arahnya. "Lo polisi hutan?!" "Apa itu polisi hutan?" "Itu petugas yang menjaga hutan ini, masa polisi hutan aja gak tahu? Lulusan sekolah mana sih Lo?" Tanyanya lagi dengan wajah polos. Pria itu tidak segera menjawab malah menatap ke langit sambil menggaruk pipinya sendiri, begitu banyak bintang bertaburan di atas sana. Sandira jadi bingung sendiri dan ikut melihat ke arah langit sama sepertinya. "Jangan bilang Lo Alien yang nyasar dan gak bisa pulang?!" Tebaknya sambil menunjuk ke arah d**a pria itu. "Hampir mirip seperti itu sih, tapi sayangnya aku bukan Alien." Gumamnya lirih. "Kamu sendiri ngapain malam-malam berendam di air? Mau merubah wujud jadi Putri duyung?!" Tanyanya balik pada gadis yang masih berdiri di dalam air. "Enak saja! Gue jelek-jelek gini manusia murni tahu!" Ujarnya sambil meloncat naik di atas batu ikut duduk di sebelahnya. "Kamu! Manusia?" Tanyanya semakin girang. "Iyalah masa hantu! Hantu? Tunggu, Lo, Lo, Lo, bukan hantu kan?!" Nalar dalam kepalanya mulai mendapat pencerahan. Tubuhnya mulai mengginggil merasakan aura dingin dari sekitarnya. "Sudah malam, gue, gue, balik dulu." Masih tergagap dan merosot dari atas batu berjalan sangat pelan di dalam air. "Semoga saja pria ini gak nyadar kalau gue mau kabur!" Bisiknya dengan jantung berdegup kencang. "Tunggu!" Teriakkan pria misterius itu hampir membuatnya terkencing-kencing di celana. "Maaf, temen-temen gue kayaknya udah kangen banget sama gue! Lain kali saja ya ngomongnya? Ini sudah malam banget, ntar nenek gue yang udah dikubur ikut bangun dan pergi ke tempat kemping nyariin gue!" Megap-megap mengatur nafasnya. "Namamu! Katakan namamu!" Teriaknya lagi saat Sandira sudah berhasil naik ke tepi sungai. "Nama gue? Lupa! Aaaaaaa! Setaaaannn!" Berteriak kencang dan melarikan diri secepat kilat lebih kencang dari kereta api. "Hosh! Hosh! Hosh!" Berhenti sejenak sambil berpegangan pada sebatang pohon di sebelah kanannya. "Hah, untunglah setan itu gak ngikutin gue!" Menoleh ke belakang punggungnya, mengusap d**a merasa aman. "Kamu mencari siapa?" Tanyanya dari atas pohon sebelah kanannya tempat dia berpegangan. Pria itu sedang duduk santai pada salah satu cabang batang pohon. "Astaga! Ternyata benar dia setan! Tapi setan kok ganteng banget! Ah walaupun ganteng namanya setan tetep aja setan!" Gumamnya lagi masih mencoba melarikan diri dari hadapan pria itu. Sandira berlari lagi, entah sudah berapa lama dia terus berlari, lagi-lagi pria itu menghadang di depannya. "Woi! Pria dodol gak jelas, walaupun muka Lo seganteng Lee min ho, sekeren Kang min Hyuk, seatletis Lee kang Joon tapi sumpah gue gak naksir sama elo. Please tuan setan! Eh tuan ganteng! Ampunilah gue, gue cuma gadis burik dan miskin, narsis, sombong, angkuh, pokoknya semuanya yang jelek-jelek gue punya!" Nyerocos tanpa henti sambil menyatukan tangannya sambil berlutut di bawah kaki pria tersebut. "Namamu siapa?" Tersenyum manis sambil berjongkok di depannya. "Wah senyumnya, bikin hati gue berhenti mendadak! Ah tidak boleh! Masa gue naksir sama setan! Miris banget nasib gue! Mending gue pacaran sama office boy atau tukang pel!" Bergumam sendiri tanpa henti. "Nama gue Suminem! Iya Suminem. Ingat baik-baik Suminem!" Mengendap-endap lagi kabur mengambil langkah seribu. Bersambung..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD