Bab 1

2405 Words
Neyna Miedelton  Neyna Miedelton adalah gadis berumur 16 tahun. Sejak kecil Neyna diasuh oleh keluarga Miedelton di Carton Town. Neyna merupakan anak tunggal dari keluarga angkatnya. Sebelum Neyna diasuh oleh keluarga Miedelton, Neyna tinggal di panti asuhan. Kebetulan panti asuhan itu milik teman orang tua angkat Neyna. Orang tua angkat Neymar mengenal Neyna lewat temannya tersebut. Orang tua angkat Neyna mengadopsinya karena mereka belum memiliki keturunan dan ingin mengasuh seorang anak. Neyna diasuh di pantai asuhan sejak berumur 20 hari, dan ketika Neyna berumur 2 bulan. Neyna adalah anak perempuan yang ceria dan penyayang. Dia sangat menyayangi kedua orang tua angkatnya.  Satu tahun yang lalu orang tua Neyna meninggal karena sakit yang mereka derita. Sejak saat itu Neyna tinggal sendiri dirumahnya. Keceriaannya menjadi sedikit berkurang karena orang tuanya sudah tidak berada disampingnya lagi namun terkadang saudara Neyna pergi berkunjung ke rumahnya, sekedar untuk bermain dan menjenguk Neyna. Sturd dan Shiella adalah paman dan bibi angkat Neyna. Mereka memberi bantuan kepada Neyna. Bantuan tersebut berupa jasa pekerja rumah tangga. Menurut paman dan bibinya tadi dengan adanya jasa tersebut Neyna tidak akan bersusah payah membersihkan seisi rumahnya sendiri. Setiap harinya rumah Neyna akan dibersihkan dan dirapikan sehingga rumah Neyna tetap terlihat bersih dan terawat dengan baik. Rumah Neyna berada di area yang cukup luas dengan beberapa pohon belukar disekitarnya. Orang tua Neyna memilih area ini karena kondisinya yang masih alami dan sangat kondusif. Di area ini jarak tiap - tiap rumah adalah 300 meter, tidak ada jalan raya dan masih terdapat tumbuhan belukar. Sekitar 50 kepala keluarga yang tinggal di area ini. Rumah Neyna adalah rumah dengan bangunan yang kokoh dan membentang keatas seperti menara. Bangunan ini memiliki 2 tingkat yaitu lantai 2 dan lantai 3. Sedangkan lantai 1 disebutnya lantai dasar. Di lantai dasar dikhususkan untuk tempat pertemuan maupun perjamuan umum, lantai 2 adalah ruangan keluarga inti Miedelton, biasanya Neyna dan orang tuanya menghabiskan waktu bersama di lantai ini, sedangkan lantai 3 adalah lantai yang berisi beberapa ruang kamar, termasuk ada satu kamar Neyna dan satu kamar orang tuanya. Rumah Neyna juga memiliki 2 kamar pekerja rumah tangga dan 2 dapur, masing - masing berada di lantai dasar dan lantai 2. Pekerja rumah tangga Neyna hanya bekerja di pagi hari dan pulang di sore hari, kemudian kembali lagi pagi hari setiap harinya. Di lantai 3 terdapat 3 kamar kosong, satu ruang televisi dan satu kamar Neyna. Salah satu dari kamar kosong tersebut adalah kamar orang tua Neyna, kamar orang tua Neyna berada di depan, tepat menghadap ke halaman depan rumahnya. Sedangkan kamar Neyna berada di tengah dekat dengan tangga. Kemudian sisa 2 kamar yang kosong tadi salah satunya berada disamping kamar orang tua Neyna dan satunya lagi berada dibelakang dekat dengan kamar Neyna, kamar ini menghadap ke halaman belakang rumah. *** Sehari-hari biasanya Neyna menghabiskan waktu menonton televisi, terkadang bermain piano, kadang juga bermain dihalaman depan rumahnya. Pekerja rumah tangganya selalu menemani Neyna bermain. Waktu pembantu rumahnya memasak, Neyna juga terkadang ikut memasak. Kegiatan - kegiatan seperti itu yang membuat Neyna tidak merasa sendirian. Neyna memanggil pekerja rumah tangganya dengan sebutan Nancy. Neyna tidak hanya menganggap Nancy sebagai pekerja dirumahnya tetapi juga Neyna menganggap Nancy sebagai pengasuhnya selama ini. Pernah ketika Nancy akan pulang, Neyna merengek kepada Nancy untuk lebih lama lagi dirumahny, karena keadaan rumah yang sepi membuat Neyna sering merasa takut. Awal ketakutan Neyna mulai muncul semenjak orang tuanya dulu sering menginap di luar kota. Neyna sering ditinggal sendiri dirumahnya. Apalagi saat malam hari, Neyna sering merasa takut. Neyna belum terbiasa dengan rasa takutnya yang tiba-tiba dia rasakan. Neyna masih bisa terbiasa dengan kesunyian rumahnya. Namun kesunyian rumahnya bisa tiba-tiba berubah menjadi ketakutan dan terlihat jauh lebih menyeramkan dan ketakutan yang dia rasakan. Ditambah dengan hal mengagetkan yang sering ia alami ketika sendiri. Flashback kejadian 11 tahun yang lalu : Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, menabrak sebuah tiang listrik bertegangan tinggi. Mobil itu hancur seketika. Hujan rintik - rintik membasahi puing - puingnya. Dalam keadaan setengah sadar pengemudi itu melihat percikan - percikan api di atas tiang listrik. Air hujan membasahi lukanya, jalanan pun penuh dengan darah yang bercampur dengan air hujan. Pengemudi itu mencoba merangkak keluar dari mobilnya. Dia menyeret badannya yang terjepit dengan susah payah, dilihatnya pantulan dirinya dari kaca besar milik toko seberang. "Badanku sudah tidak berdaya" Ucap pengemudi itu sambil meratapi kemalangannya, Tangisan seorang wanita mengundang segerombolan orang datang untuk melihatnya, mereka berdatangan ke arah belakang mobilnya. Sekitar 500 meter dari tempatnya menabrak orang - orang itu berkumpul. Pengemudi itu pun menyipitkan matanya sambil menahan sekuat tenaga rasa sakit lukanya. Ketika pengemudi itu mulai memperhatikan ke tempat orang-orang bergerombol, pengemudi itu melihat seorang anak sekitar umur 5 tahun tergeletak dijalanan bersimbahkan darah. Tempurung kepalanya hampir pecah menjorok kedalam, badannya lemah tak berdaya dan kakinya remuk tak berbentuk, tergeletak ditengah jalan dan terpisah dari badannya. "Tidak.. Maafkan aku.. " Ucap pengemudi itu lirih,  Pengemudi itu pun pingsan di samping mobilnya. Seorang wanita sekitar umur 34 tahun tidak sengaja  melihat pengemudi itu jatuh pingsan dan melirik ke arah percikan listrik yang terlihat semakin besar. Dia pun berlari dan segera menyelamatkan pengemudi itu. Dia menggotong pengemudi itu ke dalam gang yang sempit. Seketika terdengar ledakan besar dan kebakaran yang hebat, ledakan itu mengagetkan orang - orang yang berada disitu. Beberapa orang juga menghubungi pemadam kebakaran. "Akh.. !" Teriak wanita itu sambil menutup kedua telinganya,  "Ben, bangun!" Wanita itu berusaha membangunkan pengemudi itu. Wanita itu adalah Marla Kisan, dia adalah kakak dari Ben Kisan pengemudi yang kecelakaan itu. Mereka adalah saudara kembar, sejak kecil mereka diasuh oleh nenek mereka. Orang tua mereka sudah meninggal saat mereka masih bayi. Mereka meninggal karena kecelakaan saat menaiki kereta Shinkansen. "Kita pulang saja, disini tidak aman" Wanita itu pun membawanya pulang. Ambulan datang ke tempat kejadian itu. Anak perempuan itu dimasukkan ke dalam mobil ambulan. Sedangkan wanita yang berada disampinya terus menangisi anak perempuan itu. Mobil ambulan pun melaju dengan cepat membelah derasnya hujan. 15 menit berlalu, sampailah di sebuah rumah sakit. Petugas ambulan pun membawa anak perempuan itu masuk ke ruang ugd. *** 30 menit perjalanan Marla Kisan sudah berada di rumahnya. Dia langsung membawa adiknya masuk ke dalam kamar adiknya. "Ada apa ini? Tanya nenek mereka, "Nanti ku jelaskan nek. Kita harus membawa Ben ke dalam kamarnya terlebih dahulu" "Ya sudah. Cepatlah" Nenek itu bernama Margareth Sinji. Margareth Sinji merawat kedua cucunya setelah anak kandung serta istrinya meninggal dunia. Sudah 15 tahun Margareth Sinji merawat kedua cucunya seorang diri. Dia memutuskan pindah ke Carton Town karena ada kerabat Margareth Sinji disini. Margareth mengobati cucunya dengan obat tradisional turun-temurun dari Jepang. Marla pun membantu neneknya mengobati Ben. Setelah mereka selesai mengobati Ben, Margareth mengajak Marla berbicara tentang apa yang terjadi pada Ben. Marla menjelaskan bahwa Ben mengalami kecelakaan di pusat kota. Ben mengemudi dalam keadaan mabuk. Keadaan pada saat itu sangat parah. Ada korban satu anak perempuan. "Korban? Astaga anak itu membuat masalah saja. Lalu bagaimana keadaa anak perempuan itu?" "Tidak tahu nek. Aku hanya melihat anak itu dibawa mobil ambulan ke rumah sakit" "Setelah Ben bangun suruh dia menemuiku" "Iya nek" Margareth tidak ingin cucunya terlibat masalah yang berlarut-larut. *** Sedangkan di rumah sakit Neyna masih berada didalam ruang UGD. Orang tua Neyna dan keluarga Sturd dan Shella sudah berada disana. Mereka menunggu Neyna sadar dari komanya. Namun dokter mendiagnosa Neyna akan terus dalam keadaan koma dalam waktu yang lama. Segala alat rumah sakit dan tenaga medis sudah dikerahkan untuk membangunkan Neyna dari komanya, namun Tuhan masih berkehendak lain. Datang beberapa polisi ke rumah sakit. Mereka menemui keluarga Neyna untuk menyampaikan laporan hasil analisa kecelakaan tragis itu. Polisi itu juga menjelaskan bahwa sekarang pengemudi itu dalam masa pencarian. Mobil yang ditinggalkan akan dijadikan bukti di pengadilan nantinya. *** "Nek.. " "Sudah bangun? Bagaimana keadaanmu sekarang?" "Sedikit lebih baik nek. Terima kasih" "Duduklah.." Ben pun duduk disamping neneknya. "Ceritakan apa yang terjadi. Dan segera selesaikan" Ben pun menceritakannya dari awal sampai akhir dia jatuh pingsan. Margareth nampak sedih mendengarnya. Tetapi cucunya harus mengakhirnya segera. "Kau mau kemana Ben?" "Mencari anak itu nek. Aku ingin tahu keadaannya" "Baiklah hati-hati" Ben kembali ke pusat kota untuk melihat lagi keadaan setelah kecelakaan itu terjadi. Terlihat beberapa orang masih bergerombol menyaksikan para polisi yang sedang melakukan pemeriksaan. Ben tidak ingin terlihat oleh polisi-polisi itu, dia harus segera menemukan keberadaan anak perempuan itu. Dia bertanya kepada salah satu saksi mata yang baru selesai memberi keterangan saksi kepada polisi. Orang itu nampak terkejut ketika melihat Ben. Orang itu masih ingat dengan wajah Ben yang merupakan tersangka dibalik kecelakaan tragis itu. Namun sebelum orang itu berteriak dan memanggil polisi, Ben menjelaskan alasannya kepada orang itu. Orang itu mengiyakan dan memberikan informasi tentang keberadaan anak perempuan itu. Ben pun berterima kasih dan langsung menuju ke tempat anak perempuan itu dirawat. Dirumah sakit San Hughes lah Neyna dirawat. Ben bergegas menuju kesana dan ingin segera menemui keluarga anak perempuan itu. Setelah mencari-cari ruangan Neyna, akhirnya Ben menemukannya. Banyak orang berkumpul didepan ruang itu. Ben yakin mereka semua adalah anggota keluarga anak perempuan itu. Ben sudah membulatkan tekad untuk menemui mereka dan menyelesaikannya. Ben tahu ini sangat berisiko, dengan yakin Ben pun menghampiri keluarga itu. "Selamat malam" Ucap Ben menyapa anggota keluarga Neyna, "Ya. Selamat malam. Ada yang bisa kami bantu?" Tanya seorang pria yang sedang berdiri disebelah pintu ruang Neyna dirawat, "Perkenalkan saya Ben Kisan. Saya kesini untuk melihat keadaan anak perempuan yang tadi mengalami kecelakaan" "Jangan bilang kau yang.." Suara wanita itu nampak emosi, dia sudah bersiap melemparkan sepatu haknya kearah Ben. "Ma, Maafkan saya Nyonya. Ini semua salah saya, saya ceroboh pada saat itu. Saya tidak sengaja melakukan itu semua" Ben menundukkan kepala dan menekuk badannya ke depan wanita itu, berharap wanita itu tidak emosi lagi. "Cepat panggil polisi kemari, kita sudah menangkap pelakunya" Ucap wanita itu semakin geram kepada Ben, "Tolong nyonya maafkan saya. Saya kesini bermaksud baik ingin menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin. Tolong nyonya" "Kau diam!" Wanita itu mengobrak-abrik isi tasnya karena sedang mencari handphone. Tiba-tiba pria yang berdiri tadi menghentikan wanita itu. Pria itu mengambil tas wanita itu dan mengajaknya berbicara. Perasaan Ben pun mulai panik. "Anda silahkan tunggu disini, saya tidak akan lama" Ucap pria itu, "I, iya Tuan" "Apa yang kau lakukan, dia sudah menghancurkan masa depan anak kita" Wanita itu terus gigih agar Ben menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya. "Tenanglah. Ayo ikut aku sebentar, aku ingin membicarakan sesuatu" Ajak pria itu sambil menggandeng istrinya ke tempat lain, Ben menunggu mereka kembali didepan ruang rawat Neyna. Nampak anggota keluarga lain memasang wajah acuh kepada Ben. Namun tidak masalah untuk Ben. Dia hanya berharap semoga yang ia lakukan memang yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. 10 menit berlalu, nampak kedua pasangan suami istri tadi kembali ke ruang rawat Neyna. Jantung Ben berdegup kencang karena pasti sangat sulit bagi kedua orang tua anak perempuan itu untuk memaafkan Ben. Pria itu tiba-tiba memanggilnya untuk mendekat ke dia dan istrinya. Pria itu tersenyum kepada Ben disusul wanita itu juga tersenyum. Hati Ben terasa lega karena permintaan maafnya disambut baik oleh keluarga itu. "Siapa tadi nama anda Tuan?" Tanya pria itu, "Ben Kisan Tuan, panggil Ben saja" "Ben, kami sudah mempertimbangkan semua keputusan. Maafkan atas sikap istri saya tadi" "Iya Ben maafkan sa.. " "Tidak apa-apa Tuan Nyonya, saya bisa mengerti bagaimana perasaan Tuan dan Nyonya sebagian orang tua. Terima kasih atas kemurahan hati kalian" "Bagaimana keadaan anak anda sekarang?" Tanya Ben, Wanita itu menjelaskan keadaan anaknya dengan perasaan sedih. Ben semakin ubah dengan keluarga itu. Masih banyak harapan yang digantungkan oleh orang tua anak itu kepadanya. Walaupun anak itu bukan anak kandungnya tetapi mereka menyayanginya lebih dari anak kandungnya sendiri. Setelah mengerti keadaan anak itu. Ben pun kembali pulang ke rumahnya. Keadaan anak itu membuat pikiran Ben berpikir keras. Dia tidak mungkin membiarkan anak itu kehilangan masa depannya, sedangkan keluarga anak itu sudah bermurah hati memaafkannya. Sesampainya dirumah, nenek dan kakaknya langsung menanyakan keadaan anak itu kepada Ben. Ben pun menceritakan semua yang terjadi. Dan bilang begitu murah hati keluarga itu kepada Ben. Ben pun meminta pendapat kepada nenek dan kakaknya tentang apa yang layak dia lakukan untuk membalas kebaikan keluarga itu. Tidak terasa malam semakin larut. Mereka memutuskan untuk melanjutkannya esok hari. Didalam kamarnya Ben tidak berhenti berpikir memikirkan cara agar semua keadaan kembali seperti semula. Tiba-tiba terlintas begitu saja satu solusi dipikirannya dan Ben akan menyampaikannya esok hari kepada nenek dan kakaknya. *** Pagi pun telah tiba. Ben beserta nenek dan kakaknya kembali melanjutkan perbincangan yang tertunda tadi malam. "Nek, aku ingin kali ini kau menyetujui usulanku" "Apa maksudmu?" "Nek, kita berikan sepasang kaki manusia itu kepada anak perempuan itu" "Ka, kau bilang apa?" Sahut kakaknya, "Ku mohon nek, kali ini aku yakin keadaan akan normal kembali" Terlihat neneknya sedang berpikir. Sedangkan Ben dan kakaknya sedang mendebarkan solusi Ben tersebut. "Diam!" Perintah nenek mereka, "Berapa usia anak itu?" Tanya nenek mereka, "5 tahun nek" Jawab Ben, "Usianya tidak cocok dengan sepasang kaki itu. Harus menunggu usia yang sama dengan sepasang kaki itu, dengan itu kita bisa langsung menggabungkannya" "Benar juga nek" Ucap Ben, "Ja, jadi kau menyetujui usulan Ben nek?" Tanya kakak Ben yang tidak percaya, karena sepasang kaki manusia itu adalah benda yang selama ini disucikan oleh keluarganya. Bahkan sepasang kaki itu dapat membawa keberuntungan.  Nenek mereka pun mengangguk. Ben akan segera menyampaikan berita ini kepada keluarga anak itu. *** Sesampainya dirumah sakit Ben menjelaskan maksud baiknya kepada keluarga anak itu. Keluarga itu menerima niatan baik Ben dan bersiap menunggu sampai waktu itu tiba. Setiap harinya Ben Kisan dan keluarganya menjenguk Neyna ke rumah sakit. Semakin hari kedua keluarga itu semakin akrab dan menjalin hubungan baik. Berkali-kali orang tua Neyna menanyakan perihal kapan Neyna akan segera bangun. Namun jawaban dokter masih sama. Sudah hampir 7 tahun Neyna terbaring ditempat tidur rumah sakit. Keluarganya hampir putus asa karena Neyna tidak kunjung bangun. Keluarga Ben Kisan juga mulai putus asa menunggu Neyna bangun karena sebentar lagi dia sekeluarga akan kembali ke Jepang untuk memperingati hari kematian kedua orang tuanya. Dengan berat hati Ben pun menyampaikan berita kepulangan kepada keluarga Neyna. Keluarga Neyna juga tidak bisa berkata-kata apa lagi. Mereka hanya berdoa kepada Tuhan agar Neyna lekas bangun. Ben Kisan dan keluarganya memohon ijin untuk segera melakukan ritual penyatuan sepasang kaki manusia ke raga Neyna. Kedua keluarga itu membicarakannya panjang lebar. Akhirnya diputuskan akan menyatukan sepasang kaki manusia itu sebelum mereka kembali ke Jepang. Tepat seminggu sebelum mereka pulang ke Jepang, mereka melakukan ritual penyatuan itu. Ritual penyatuan adalah ritual Jepang yang dianut oleh keluarga Kisan untuk menyatukan jasad hidup dengan jasad mati, sehingga jasad mati tersebut akan mengikuti jasad yang hidup. Ritual Ritual itu memakan waktu dua jam. Pada saat tahap terakhir, Margareth Sinji membisikkan kalimat " Kehidupanmu normal kembali" Kedepan kedua sepasang kaki manusia tersebut dan tersenyum kepada Neyna yang masih terbaring ditempat tidurnya. Setelah selesai keluarga Ben Kisan berpamitan pulang, sekalian berpamitan kembali ke Jepang. Ketika keluarga Neyna melihat sepasang kaki manusia sudah menjadi satu di raga Neyna, mereka tidak berhenti mengucapkan terima kasih kepada keluarga Ben Kisan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD