Prologue

1518 Words
Nico. "Panggilan untuk operasi darurat Dok, dari UGD!" Seru Nita--perawat yang biasa menjadi satu pasangan denganku. Aku masih memainkan solitaire di depan layar komputer pribadiku. "Hm?" Aku mendengar dengusan dari Nita yang kesal karena aku mengacuhkannya. "Ada pasien darurat dari UGD, yang harus dioperasi segera, Dok," kata Nita lagi untuk kedua kalinya. "Seberapa parah?" Tanyaku balik, masih fokus kepada layar komputer. "Pendarahan internal di otak, akibat benturan--" "Minta bedah umum saja. Aku sedang sibuk dengan komputerku," kataku lagi santai, masih mengklik mouse dan berpikir untuk menyusun kartu-kartu itu. Tak lama Nita keluar dari ruanganku karena dia--merasa--kalah untuk berdebat denganku. Tentu saja dia kalah, mana mungkin dia mampu mengalahkan kekeras kepalaanku yang sudah terkenal di seluruh rumah sakit ini? Aku menyandarkan punggungku pada sandaran kursi, lalu memejamkan mataku sebentar. Belum ada setengah menit aku memejamkannya, malapetaka itupun muncul seketika dari balik pintuku. "BANGUN SEKARANG ATAU GUE SERET LO KE RUANG OPERASI!!?" Aku membulatkan mataku saat melihat musuhku itu sudah lengkap dengan pakaian operasinya. "MASIH BERANI NGELIAT MATA GUE LO HAH?! BANGUN NGGAK? BANGUN BURUAAAAN!" Dia mendekat padaku, sambil menyiapkan kakinya, untuk menendang bokongku, dan tangannya untuk menjewer telingaku. "AAAWWW! LO GILA YA?!" seruku balik. "LO YANG GILA! CEPETAN GANTI BAJU LO!" Serunya lagi sambil memukulku. Akhirnya aku melepaskan jas putihku, dan dasiku. "Lima belas menit kalau gue denger lo belom ada di ruang operasi, habis riwayat lo! Jangan kira lo bisa kabur!" Blaaam! Pintu ruanganku dibanting begitu saja! Astaga, pantas saja Jason meninggalkannya. Sifat buruknya itu loh, mana ada lelaki yang mau dengannya dengan sifat macam itu? Kalian pasti bertanya-tanya siapa yang barusan nongol dan menghabisi harga diriku bukan? Perkenalkan, dia adalah dr. Abby Natania, Sp. BP. Seorang ahli bedah plastik, yang merangkap menjadi kepala UGD sejak enam bulan lalu. Alasannya? Dia habis putus cinta karena ditinggal Jason pulang ke Korea. Aku keluar dari ruanganku, lalu menuju lift untuk ke lantai tiga, tempat dimana ruang operasi berada. "Buru-buru amat, Nic?" Tanya sebuah suara bass yang aku yakini adalah Farlos. "Oi," sahutku, "Mau ngapain lo? Rapih bener." "Habis ini kita satu ruangan juga kok," jawabnya santai. "Ada pasien anak yang pembuluh darahnya pecah. Kira-kira baru lima belas menit yang lalu dibawa ke sini." "Pembuluh darah pecah?" Ulangku. "Iya, kena benturan apa gitu kata Abby di UGD tadi." Triple s**t. Pantas tadi Abby jejeritan waktu dia masuk ke ruanganku. Jadi, pasiennya anak-anak toh. Oke, cukup untuk main-mainnya. Aku harus segera menolong anak itu dari kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. "Liftnya kebuka tuh," kata Farlos. Aku dan dia langsung masuk tanpa banyak basa-basi, dan segera menuju ruang operasi. ----- Enam jam di ruang operasi, akhirnya operasi itupun dinyatakan selesai. Aku salut dengan kekuatan dan daya juang anak yang kutolong tadi. Dia nyaris kehilangan nyawanya berkali-kali saat operasi tadi. Aku serahkan selanjutnya kepada Farlos untuk proses berikutnya. Kemudian, di luar ruang operasi, aku bertemu dengan keluarga anak itu. "Operasinya sudah selesai. Anak Bapak dan Ibu benar-benar kuat. Dan saya salut dengan daya juangnya di dalam ruang operasi tadi. Selanjutnya, Dokter Farlos yang akan merawatnya. Saya permisi." Aku menyuari lorong lantai tiga, menuju lift, untuk ke ruanganku. Walau masih kesal dengan kelakuan Abby tadi siang, karena sudah mengganggu jam istirahat siangku, tapi aku senang karena aku berhasil menyelamatkan anak tadi. Aku sempatkan diriku untuk menghampiri UGD yang sibuk selalu. Dengar-dengar, sejak Abby yang menjadi kepala UGD, banyak sekali pasien gawat yang terselamatkan, dan konon, hanya perawat dan dokter bermental bajalah yang bisa bertahan di UGD. Ya, aku bilang Abby sudah berkuasa di UGD sejak enam bulan lalu. Namun aku belum pernah melihat kelakuannya secara langsung di sana. "Pasien yang baru masuk, apa yang terjadi?" Tanya Abby cepat pada perawat. "Siap Dok! Pasien ditemukan pingsan di rumahnya. Riwayatnya, ada penyakit hipertensi—darah tinggi." "Panggil Dokter Rio cepat! Lalu segera panggil saya kalau dia tidak ada!" "Siap Dok!" Perawat itu pergi. Abby menanyakan lagi hal yang sama dan melakukan hal yang sama pada perawat kedua, ketiga, dan seterusnya. Jadi begitu cara kerja yang dilakukannya di UGD. Penanganan cepat, dan tanggap. Aku tersenyum karena melihatnya dan membandingkannya dengan keadaannya dulu, yang kurang ajar dan tidak tahu diuntung. "Masih sibuk?" Tanyaku, saat sudah berada di sebelahnya. "Masih banget. Ada apa?" "Fallout?" Ajakku. Diskotik tempat langgananku, Abby dan Farlos kalau sedang sumpek. Walaupun, kami bertiga ke Fallout untuk alasan-alasan yang berbeda. Abby ke Fallout sejak dulu, kalian tahu sendiri kalau dia penggemarnya tempat macam itu. Namun, sejak putus dengan Jason, kelakuannya makin parah, bahkan hampir tiap hari dia mabuk-mabukkan, dan puncaknya, saat Presdir rumah sakit ini mengamuk karena ada jadwal operasi yang ditunda akibat Abby yang ketiduran. Sejak itu, dia ditarik ke UGD. Farlos, alasannya ke sana klasik, untuk mencari cemceman gitu deh. Sejak Abby putus, dia jadi makin gencar untuk ke Fallout, karena alasannya untuk menemani Abby. Kalian paham? Ini cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dan aku, ke sana karena merokok sudah tidak mempan lagi padaku. Makanya, pelampiasanku adalah alkohol, dan semua teman-teman sejenisnya. Saat aku mabuk, disitulah aku bisa melupakan Cia. Abby meraih ponselnya, menunjukkan sebuah pesan dari Dokter Joseph. Poppa Jangan lupa nanti ketemu sama Ruben ya, anaknya Dokter Ivan yang Pop ceritain kemaren. Jam 7 di restoran. Aku cekikikan membacanya. "Gih sana. Gue sendirian aja ke Fallout." Aku membalikkan badan, dan hendak meninggalkannya saat anak itu malah menarik sebelah lenganku. "Ocin..." pintanya dengan nada memelas. Kalian tahu? Anak ini terkadang minta untuk dihajar loh. Aku sudah bilang jangan panggil aku 'Ocin' di rumah sakit! "Tolongin gue!!" Aku membuang muka. "Gue traktir seminggu deh. Bebas pilih tempat!" Masih memalingkan muka. "Gue cariin cewek baru buat ganti Cia deh!!" Aku menggeleng cepat. "Ah salah," gumamnya, "Gue tolongin lo juga deh! Kapanpun lo minta gue buat nolongin lo dari nyokap lo." Nah. Ini baru benar. Business is business, tapi teman tetaplah teman. "Oke, deal. Mending lo gantin baju sekarang." Aku mengeluarkan seringaianku, "Dandan yang cantik, biar gue nggak malu waktu mamerin lo ke pilihan nyokap gue juga. Hari ini." Aku memberi penekanan pada dua kata terakhirnya. Abby terlihat membalas seringaianku, "Oke. Setengah jam lagi gue siap di depan lobby." Dia tidak merasa takut atau gentar karena ucapanku. "Mau disiram air, soda, wine, atau—" "Air." Sejak lulus dokter, aku langsung dijodohkan oleh Mama kepada anak-anak temannya. Kini aku tahu perasaan Farlos dan Andre itu. Cuma, setiap kali aku menemui perempuan-perempuan itu, aku tetap mengacuhkan mereka semua, dan berkata layaknya silet, lalu berakhir dengan siraman. Siraman air, siraman soda, siraman alkohol, siraman jus, siraman teh, dan berbagai siraman lainnya sudah pernah aku rasain. Abby adalah saksinya kalau tidak percaya. Dia selalu menemaniku, dan muncul setelah aku disiram. Fungsinya apa? Abby akan muncul sebagai wanita sewaanku. "Skripnya kayak biasa?" Tanya Abby. "Lo improv aja sendiri kalo mau." Abby tertawa. "Sip Bos." ----- Bisa bertahan denganku selama dua puluh menit, adalah pencapaian yang hebat untuk cewek ini. Entah siapa tadi namanya. Reta? Meta? Neta? Bodoh amat. Yang jelas, aku bisa menilai betapa mahal perawatan untuk dirinya sendiri. Semuanya yang dipakai adalah barang bermerk, dan asli. Bahkan, riasan rambutnya pun terlihat mahal. "Kamu baik-baik aja?" Tanyanya. "Hmm. Iya, aku baik. Cuma aku lagi ngitungin berapa banyak uang yang harus aku keluarin buat kamu kalau kita jadian. Tas, sepatu, baju, perawatan salon, ah, hidung lo operasian ya?" Tanyaku saat melihat kepada hidungnya, ada sesuatu yang ganjil. Mata cewek itu seketika membulat. Hah! Bingo! "Operasi di mana? Sepertinya doktermu belum lulus saat mengoperasimu." "Kamu..." "Aku dokter bedah. Bedah saraf. Kamu tahu kan?" Perkataanku tidak mendapat jawaban apapun darinya. "Untuk sebulan, aku bisa membiayai semua perawatan dan gaya hidupmu. Tapi untuk seterusnya, lebih baik kamu cari saja laki-laki yang mau membiayaimu." Satu, dua tiga! Byurrrr! Siraman air pun membasahiku. Tak lama Abby muncul dari belakang, dan memegang wajahku. "Astaga, Sayang! Kamu kenapa? Kok jadi basah begini?" Tanya Abby dengan wajah yang menggelikan. Dia mengalihkan pandangannya pada perempuan dihadapanku. Baru akan meluncurkan kata-kata, dia sepertinya berhasil menemukan kejanggalan di hidungnya. "Lo operasi hidung ke siapa? Masa nggak simetris banget?" Nah, aku juga merasa begitu. "Hidung lo.. mata lo... tulang pipi..." dia membacakan segalanya dari ilmu yang diketahuinya. "Ini sih plastikan semua, Nic. Yang ada lo punya anak sama dia bisa ancur keturunan lo." Aku tertawa, tak memedulikan wajah dan bajuku yang basah. "Kurang ajar banget lo ngatain gue!" Seru cewek itu. Abby memberikan kartu namanya. "Wajah asli tuh kayak gue. Tapi tenang aja, gue nggak bego kayak dokter yang operasi lo itu kok. Jadi, lo bisa hubungin gue kapanpun buat rekonstruksi ulang wajah lo. Hahah!" Penjelasan Abby memang terlalu jelas, dan membuat cewek itu merah padam, "Cabut yuk Nic." Aku bangun dari tempat dudukku. Lalu sebelum jalan, Abby menambahkan satu kalimat lagi yang sukses menohok cewek tadi. "Oh iya, kalau gue jadi cowok juga, nggak akan gue mau sama lo karena perawatan lo aja mahal. Yang ada uang gue bisa habis tiap bulannya karena lo. Hahaha." Dasar Nenek Lampir! Udah dibilangin jangan ketawa kayak gitu, masih aja ketawanya. Selama kurang lebih sepuluh tahun ini, aku belajar bersama Abby hingga jadi spesialis dan bekerja di rumah sakit, dia memang seorang teman yang sangat baik. Tidak ada ruginya bersahabat dengannya dan aku bersyukur sudah mengenalnya. "Fallout?" Tanya Abby. "My treat. Karna lo berhasil menang telak dari tuh cewek."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD