Welcome to The Jungle

975 Words
Dhita baru saja mengemas koper ketiganya yang berisi perlengkapan sanitasi. Euforia dalam hatinya tak kunjungi padam, wajahnya terlihat berseri. Menampilkan senyum yang berulang kali terpatri di wajah ovalnya. "Duh, anak Bunda udah mau pergi. Rumah ini bakalan tambah sepi, setelah Dimmi pergi sekarang giliran kamu." Ratu baru saja memasuki kamar Dhita, putrinya. Perasaannya sesak membayangkan putri yang sudah 21 tahun bersamanya itu harus pergi untuk waktu yang lama. "Bunda … ?! Kan masih ada Dhico 'Nda. Lagian, Dhita kan ngga lama di sananya, enam bulan lagi juga Dhita bakal kembali kesini." Ujar Dhita, menggayut lengan Ratu dengan manja. "Tetep aja beda. Kamu tuh putri Bunda satu-satunya. Maka itu dari dulu Bunda ngga pernah ijinin kamu pergi lama-lama, takut Bunda kangen … " "Kalau kangen, 'Nda tengokin Dhita dong, minta Dhico temenin 'Nda. Soalnya ke sana kan lumayan jauh." "Makanya, kenapa sih kamu pilih yang jauh-jauh, kenapa ngga yang di sini aja, banyak tuh sekolah SMA yang muridnya baik-baik." Beritahu Bunda dengan mimik setengah memaksa. "Bukan soal attitude aja 'Nda, justru Dhita memilih di kota kecil, biar merasakan atmosfir yang berbeda. Kalau di kota besar kan, Dhita udah paham gimana seluk beluknya." "Hah, ya udahlah, lagian udah ngga bisa mundur juga!" Gubris Bunda yang langsung meminta Dhita untuk mengecek kembali barang-barang yang akan dibawanya untuk magang di kota S, salah satu kota kecil yang berada di perbatasan gunung dan pesawahan nun jauh di bagian selatan. Lima belas menit kemudian, mobil travel yang akan mengantar Dhita ke tempat tujuan, tiba di depan rumah. Penuh haru Dhita menyalami semua orang yang ada di rumah. Sayang abangnya Dimmi, tidak ada di sini. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja di Batam, dan hanya pulang jika mendapat jatah libur lebih dari dua hari. "Kamu hati-hati ya, kalau sudah sampai kabarin Bunda. Ingat, liburan panjang pulang! kalau ngga nanti Bunda yang ke sana!" "Siap 'Nda! Bunda juga jaga kesehatan, jangan terlalu capek, kalau ada apa-apa bilang sama Dhico atau Bibik. Dhita berangkat dulu ya 'Nda. Co, jangan nakal-nakal ya, sekarang kamu yang harus jagain Bunda!" "Siap Kak! Kakak tenang aja, serahkan semuanya sama Dhico." Balas adiknya yang hanya berbeda dua tahun darinya. "Ya udah, berangkat dulu. Assalam'ualaikum ... " lambaian tangan Dhita dari balik jendela mobil menghilang di balik tikungan. Ratu masih mematung di tempatnya. "Ayo 'Nda, masuk dulu. Di sini dingin, kayaknya mau hujan deh, gelap banget langitnya." Timpal Dhico, menengadahkan kepalanya ke langit pagi yang gelap, laksana sore yang sudah kehilangan cahaya mentari. Setengah memaksa Dhico menggandeng Ratu untuk masuk ke dalam rumah. Bibik yang sudah berjalan lebih dulu, ikut membukakan pintu untuk mereka. *** Tiga setengah jam perjalanan darat melewati jalan provinsi dilalui Dhita dengan lancar. Perjalanan dilanjutkan dengan dua jam melewati perkebunan karet yang hanya terlihat ramai di siang hari oleh para petani karet dan pekerja pabrik yang akan mengangkut getah karet menuju gudang pabrik. Sebenarnya, ada jalan yang lebih dekat menuju tempat tujuannya yang bisa ditempuh dalam satu jam, yaitu jalan sungai dengan menaiki perahu mesin yang cukup besar untuk mengangkut banyak muatan. Namun Dhita lebih memilih jalan darat karena trauma masa kecilnya yang pernah tenggelam di pantai, membuatnya takut untuk berada di atas air yang bervolume banyak seperti kolam atau sungai. Meski langit tampak mendung saat dia meninggalkan rumah, namun hujan tak tampak turun. Dhita tiba siang hari di tempat tujuannya. Langit tampak cerah begitu Dhita memasuki daerah itu. Seolah senang menyambut kedatangan dirinya. Tak ayal hal itu memberikan vibes positif bagi dirinya. Sepasang suami istri yang cukup berumur, yang dikenal Dhita sebagai pemilik rumah yang akan ditinggalinya , tampak berdiri di depan teras rumah. Rumah bercat abu yang kecil tapi asri itu sudah lama tidak mereka tinggali sejak mereka pindah ke rumah yang lebih besar tidak jauh dari sana, hanya berbeda kecamatan. Meski rumahnya tampak kecil, namun halaman depan rumah itu terbilang luas dan banyak ditanami pepohonan serta beberapa tanaman hias yang sangat terawat. Dulu saat pertama kali melihat, Dhita langsung jatuh hati pada rumah itu. Pemilik rumah itu bernama Pak Basuki dan istrinya yang biasa dipanggil Bu Basuki, selalu menemani suaminya. "Selamat siang Pak, Bu ... apa kabar?" sapa Dhita, dengan sikap yang sopan, menyalami pasangan itu. "Selamat datang kembali Nak Dhita. Alhamdulillah kami sehat. Bagaimana perjalanannya, lancar?" "Alhamdulillah Pak, lancar. Kok, Bapak dan Ibu sepertinya sudah tahu saya bakalan datang jam segini?" heran Dhita. Karena setahunya, dulu saat akan menyewa rumah ini, Dhita hanya memberitahukan hari kedatangannya. "Ya, kami hanya menduga-duga saja. Karena Nak Dhita tidak memberitahu kami, jadi kami bersiap dari pagi menunggu di sini. Syukurlah sekarang sudah datang, jadi kami tidak harus menunggu hingga sore." Ucap Pak Basuki sambil menyunggingkan senyum lebar. "Aduh, saya jadi merepotkan. Maaf waktu itu saya tidak memberitahu Bapak dan Ibu karena takutnya ada perubahan atau apa." Ujar Dhita merasa sungkan. "Sudah tak apa, kami tidak keberatan meski harus menunggu Nak Dhita sampai sore." Balas Bu Basuki ramah. "Baiklah, silahkan beristirahat dulu, Nak Dhita pasti capek sudah melakukan perjalanan jauh. Bapak sama Ibu pamit dulu, di dalam sudah ada sedikit penganan dan air teh untuk Nak Dhita." "Tapi air tehnya sudah mulai mendingin, kalau mau dihangatkan, Nak Dhita bisa menjerangnya di kompor yang sudah kami persiapkan. Dan ini kunci rumah ini, semoga Nak Dhita betah tinggal di sini." Tambah Bu Basuki. "Wah terima kasih banyak Bu, Pak. Jadi dobel deh saya ngerepotinnya, saya pasti betah tinggal di sini." Ucap Dhita antusias. Pasangan itu mengangguk-angguk sambil berlalu dari rumah itu. Seorang anak muda yang entah muncul dari mana, mendekati mobil Honda tua yang sedari tadi terparkir di depan rumah. Dia kemudian masuk melalui pintu pengemudi dan membawa mobil yang juga dinaiki pasangan itu, menjauh dari rumah sewaan Dhita. Dhita memasuki pintu depan rumah itu dengan tergesa. Dia sudah tak sabar ingin segera masuk dan mengatur barang-barang bawaannya. Ternyata begini rasanya hidup mandiri, terasa menyenangkan, adrenalinnya meningkat tajam, gairahnya meluap. "Baiklah, 'welcome to the jungle' Dhita!" ucapnya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD