Prolog

687 Words
Lawang, 12 Agustus 2002 Biru menggosok-gosokan kedua tangannya yang dingin sembari merapatkan jaket. Sekarang bulan Agustus, kota Malang sedang dingin-dinginnya. Matahari pagi juga baru saja muncul, tetapi dia sudah diseret ke tempat ini, yaitu halaman belakang sekolah yang masih berupa lahan kosong dengan semak-semak yang lebat. "Aduh, dinginnya!" gerutu Biru sambil melompat-lompat kecil untuk menjaga tubuhnya tetap hangat. Seharusnya hari minggu menjadi hari di mana dia bisa meringkuk lebih lama di atas kasur. "Kalau kamu gampang kedinginan begitu berarti kamu kurang olahraga," olok Jingga. Cewek bertubuh pendek dengan pipi cubby yang rambutnya dikepang itu menyeringai pada Biru dengan tengil. Biru mendengus. "Bukannya kamu nggak kedinginan karena lemakmu tebal?" Biru balas mengejek. "Enak aja!" Jingga melotot kesal. "Nggak usah mulai deh, ini masih pagi," tegur Krisna. Pemuda berambut agak gondrong yang tengah menggali lubang di tanah dengan cangkul itu sampai berhenti. Jika Jingga dan Biru sudah mulai berselisih mereka tidak akan berhenti sampai salah seorang dari mereka kalah. "Sini, bantu gali lubang, Ru. Gerak, biar badanmu nggak kedinginan," kata Erwin si cowok berbadan bongsor yang ikut menggali lubang di samping Krisna. "Menurutku ini sudah cukup dalam," tutur Seta dengan suaranya yang masih tinggi, seperti anak perempuan. Cowok itu terlambat puber, badannya pendek dan kulitnya tidak berbulu seperti kebanyakan lelaki. "Mana-mana?" Jingga menghampiri ketiga cowok itu lalu melongok pada lubang yang tengah mereka gali. Kedalaman lubang itu sudah setengah meter lebih. "Oke, oke! Segini aja cukup, mana kotaknya, Vio?" Jingga menoleh pada Viola seorang gadis manis dengan rambut bob yang berdiri di sebelah Biru. "Oh ya, ini." Gadis itu membuka tas ransel warna unggu yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah kotak alumunium bekas dari jajanan yang biasa tersedia saat lebaran. "Kumpulkan surat-surat kalian teman-teman," titah Jingga. Masing-masing anak mulai memasukan amplop-amplop mereka ke dalam kotak pemberian Viola, kecuali Rosa. Cewek cantik berkulit putih dengan rambut agak ikal itu tengah sibuk memandangi wajahnya pada cermin kecil yang dibawanya. Ada satu jerawat yang berada persis diantara matanya. "Rosa, Mana suratmu?" Setelah ditegur oleh Jingga barulah cewek itu tersadar. "Udah deh, nggak usah dipelototin begitu. Bisa tambah besar tuh jerawat," olok Biru. Rosa mendengus. Pemuda berambut cepak itu memang suka sekali mengeluarkan kata-k********r. Rosa membuka tas selempangnya yang berwarna pink lalu mengaduk-aduknya, untuk menemukan surat yang sudah disiapkannya semalam. "Katanya jerawat itu tanda cinta lho, apa kamu lagi jatuh cinta?" goda Erwin sambil menyeringai. "Wah, apa itu bisul asmara?" Jingga ikut-ikutan. Erwin dan Jingga memang paling kompak kalau urusan menggoda orang lain. "Gimana aku bisa jatuh cinta, kalau tiap hari aku gaul sama kalian terus!" cibir Rosa. Akhirnya dia menemukan amplopnya di dasar tas lalu memasukkannya ke dalam kotak. "Oh ya, ini foto-foto kita di Balai Kambang kemarin sudah dicetak." Rosa mengeluarkan amplop dari studio foto dalam tasnya. Teman-temannya segera bersemangat untuk melihat-lihat kumpulan foto saat mereka liburan di Balai Kambang seminggu lalu itu. "Hei, wajahku di sini hanya separuh!" protes Krisna saat menatap fotonya bersama teman-temannya di tepi Pantai Balai Kambang yang hanya memerlihatkan separuh bagian wajahnya sementara bagian lain tidak terpotret. Teman-temannya malah terbahak melihat foto itu. "Di sini juga wajahku aneh banget!" Krisna menunjuk di foto yang menunjukkan wajahnya yang tengah bengong. "Wajahmu aslinya emang gitu kali," dalih Rosa. "Aku ini ganteng! Kamu aja yang nggak pinter ngambil anglenya!" cemooh Krisna. Tetapi Rosa tidak menggubrisnya, dia malah menanyakan pada teman-temannya foto mana yang mau mereka ambil dan mereka simpan dalam kotak. "Aku ambil ini." Jingga mengambil sebuah foto yang berisi seluruh anggota gengnya lengkap di tepi Pantai Balai Kambang. "Ah, padahal aku mau ambil yang itu!" Biru memprotes. "Nanti aku afdruk lagi," lerai Rosa. "Ayo buruan kita kubur aja kapsul waktunya," kata Seta. Cowok itu mengambil inisiatif mengambil kotak tersebut lalu memasukkannya ke dalam lubang yang telah mereka gali. "Kapan kita membuka kapsul waktu ini?" tanya Viola dengan suaranya yang lembut. "Sekarang tanggal berapa?" Jingga malah balik bertanya. "Dua belas Agustus," jawab Seta. "Oke, kalau begitu, tanggal dua belas agustus sepuluh tahun, mendatang kita akan bertemu lagi di tempat ini. Ingat tanggalnya baik-baik!" tegas Jingga. Tujuh sahabat itu tertawa dan bercanda bersama. Mereka tidak pernah tahu, bahwa janji sederhana yang mereka buat tersebut tidak akan pernah bisa ditepati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD