1. Awal Pertemuan

1610 Words
"Sudah menemukan informasi yang saya minta?" tanya Jett ketika Keifer datang ke ruang kerjanya. "Saya sudah menyelidiki anak itu tapi saya tidak berhasil menemukan informasi apa-apa kecuali tanggal lahirnya." Keifer meletakkan selembar amplop coklat berisi berkas-berkas hasil penyelidikannya. Jett mengangkat sebelah alisnya. Tidak pernah didapatinya Keifer menemui kesulitan dalam menjalankan tugas-tugas yang ia berikan. Keifer selalu dapat diandalkan dan selalu berhasil mengatasi masalah apa pun yang terjadi. Itulah yang membuatnya terus mempekerjakan Keifer sebagai orang kepercayaannya, yang membantunya melancarkan segala macam urusan, baik bersih maupun kotor. "Kapan anak itu lahir?" "19 Juni 2012." "Tanggal yang sama." Jett mengangguk sambil berpikir. "Kamu tahu tempat kelahirannya?" "Tidak ada catatan, Pak. Begitu juga dengan identitas orang tua kandungnya." Keifer benar-benar menemui jalan buntu. Ia tidak berhasil mendapatkan banyak keterangan tentang sosok yang dicarinya kali ini, seolah memang secara sengaja informasi tentang orang itu telah disamarkan. "Mana mungkin anak itu bisa bersekolah tanpa memiliki identitas jelas?" "Anak itu didaftarkan sebagai anak adopsi." "Siapa yang mengadopsinya?" "Salah satu penghuni panti asuhan yang sekarang menjadi pengurus di sana." "Jadi anak itu tinggal di panti asuhan?" Semakin lama Jett semakin tertarik untuk menyelidiki tentang anak itu. "Benar, Pak." "Kamu sudah menyelidiki orang yang mengadopsi anak itu?" "Sudah, Pak. Dan ternyata orang itu bekerja di BLC Corp." Jett mendengus tidak percaya. "Bekerja di sini?" "Dia adalah salah satu penerima beasiswa dari Bright Foundation." "Ini seperti lelucon. Terlalu banyak kebetulan." Jett mengetukkan jemarinya di atas meja, ia benar-benar jadi sangat penasaran sekarang. "Mereka memang orang yang sama, Pak." Keifer mengangguk yakin. "..." Jett memicingkan matanya. Mencoba mencerna dan menganalisa informasi yang Keifer berikan padanya. "Setelah kejadian itu, dia melanjutkan pendidikannya kemudian mulai bekerja di BLC Corp sejak dua tahun yang lalu." "Dia bekerja di bagian apa?" tanya Jett cepat. "HRD, Pak." "Oke, tinggalkan data-datanya di sini. Kamu boleh pergi." Setelah Keifer meninggalkan ruangannya, Jett mulai meneliti berkas-berkas yang ada di dalam amplop. Dibacanya dengan saksama, sampai akhirnya ia tersenyum samar. "Ternyata itu nama kamu," gumamnya pelan. "Aku baru tahu nama kamu setelah hampir tujuh tahun. Padahal sebenarnya aku tidak pernah ingin tahu nama kamu, tapi karena kejadian aneh ini, terpaksa aku harus mencari tahu tentang kamu. Benar-benar membuang waktu saja." Setelahnya Jett memasukkan kembali berkas-berkas yang sudah dibacanya ke dalam amplop, dan menyimpannya di dalam laci. Bertepatan dengan itu, sekretarisnya muncul di pintu dengan wajah tegang. "Ada apa, Gemma?" "Maaf, Pak. Ada Ibu Aubrey." Jett memicingkan matanya. Untuk apa wanita itu kemari? Aubrey hampir tidak pernah menjejakkan kakinya di BLC Corp. "Mau apa dia kemari?" "Ibu Aubrey bilang ada urusan penting yang perlu dibicarakan secepatnya dengan Bapak." "Bilang saja tidak bisa. Saya harus pergi sebentar lagi." "Saya juga sudah katakan begitu, tapi Ibu Aubrey tidak mau mendengarkan. Kelihatannya Ibu sedang kesal." Jett berdecak tidak sabar. "Ya, sudah. Biarkan dia masuk." Begitu Gemma menghilang, sosok Aubrey langsung muncul dan melenggang masuk tanpa menunggu dipersilakan lebih dulu. "Ada apa kamu kemari?" tanya Jett datar. "Memangnya aku tidak boleh datang kemari?" balas Aubrey santai. "Bukan tidak boleh, tapi tidak perlu. Tidak ada yang bisa kamu lakukan di sini," jawab Jett terus terang. "Cepat bicara, Bre. Aku harus pergi sebentar lagi." "Aku juga tidak akan lama. Aku hanya mau mengingatkan, gadis yang kemarin aku titipkan ke sini, masukkan dia. Jangan coba-coba mempersulit prosesnya. Terima saja langsung." "Nadia maksud kamu?" Jett ingat kalau Aubrey meminta tolong padanya untuk menerima Nadia bekerja di BLC Corp, keponakan dari salah satu sahabat wanita itu katanya. "Benar. Nadia." "Itu bukan urusan aku. Kamu bisa bicara langsung dengan bagian HRD," sahut Jett malas. "Aku memang sudah melakukannya, tapi salah satu di antara staf di sana ada yang berani melawan perintahku dan menjegalnya," balas Aubrey sebal. Seketika Jett tergelak kencang. "Kenapa kamu malah tertawa?" sembur Aubrey. "Siapa yang berani melawan perintah kamu, Bre? Hebat juga orang itu." Jett masih saja terkekeh geli. Meski Aubrey hampir tidak pernah datang ke BLC Corp, tapi semua pekerja di sini tahu kalau wanita itu adalah istri dari Evrard Blanchard, komisaris sekaligus pemilik BLC Corp. Aubrey Blanchard tidak pernah tertarik untuk ikut mengurusi perusahaan suaminya, ia lebih menikmati waktunya mengurusi agensi modeling yang dirintisnya sejak lima tahun lalu. "Hanya pegawai kecil. Aku tidak merasa perlu mengetahui namanya," balas Aubrey tidak peduli. "Tapi kalau orang itu berani melawan kamu, aku yang jadi penasaran." Jett kembali terkekeh. Entah dorongan apa yang membuatnya mau mengurusi hal remeh seperti ini secara langsung, tapi nyatanya ia langsung menelepon bagian HRD dan meminta orang yang bertanggung jawab atas kasus Nadia datang menghadapnya. "Mau apa kamu?" tanya Aubrey heran. "Meminta orang itu ke sini," balasnya santai. "Buang-buang waktu saja." Aubrey mendengus sebal. "Kalau kamu tidak mau tahu, kamu boleh pergi, Bre." "Selesaikan urusan ini, Jett. Aku mau pergi." Aubrey benar-benar langsung pergi meninggalkan Jett, tidak mau tahu lebih jauh apa yang akan pria itu lakukan pada orang yang mencari masalah dengannya. Tidak lama berselang, Gemma muncul dengan sosok wanita lain di sampingnya. "Pak, ini Nayarra dari bagian HRD." "Masuk dan duduk." Jett mengedik ke arah kursi di depan meja kerjanya, tanpa perlu merasa repot-repot untuk melihat pada lawan bicaranya. "Ada apa memanggil saya, Pak?" tanya Nayarra setelah ia duduk di hadapan Jett. Tidak pernah terbayang dalam benaknya jika ia akan berhadapan langsung dengan Jett Kendrick Blanchard, CEO yang memimpin BLC Corp. Pekerjaannya sebagai staf HRD sama sekali tidak mewajibkannya untuk berhadapan langsung dengan CEO perusahaan ini. Kalau pun ada yang perlu menghadap Jett, pastilah itu urusan Manager HRD, bukan dirinya. "Kamu tahu alasan dipanggil ke sini?" tanya Jett datar. Sama sekali tidak tertebak apakah ia dalam kondisi kesal atau tidak. "Sepertinya karena urusan salah satu pelamar yang saya beri rekomendasi kurang baik," terka Nayarra. Otak cerdasnya langsung dapat menebak arah pembicaraan ini. "Betul." Jett mengangguk kecil. "Saya mau tahu apa alasan kamu memberi rekomendasi buruk tentang orang itu?" "Karena dari apa yang tercatat di data dirinya, spesifikasinya tidak sesuai dengan yang sedang kami cari, dan setelah melalui proses wawancara jelas terlihat dia tidak kompeten," jawabnya tenang tanpa merasa terintimidasi sama sekali dengan sikap Jett. "Kamu ini berani sekali." Jett mengangkat satu alisnya. Jelas terkejut dengan jawaban gamblang yang Nayarra berikan. "Apa kamu tidak tahu kalau orang itu sudah diberi catatan khusus?" "Untuk diterima apa pun hasilnya?" sindirnya halus. "Benar. Lalu kenapa masih kamu jegal?" "Karena pekerjaan saya bukan menuruti perintah tidak berdasar, tapi menilai kecakapan orang untuk ditimbang layak atau tidaknya bekerja di sini. Kalau orang itu bisa diterima dengan mudahnya tanpa melakukan usaha apa-apa, tidak adil untuk orang lain yang sudah berjuang keras," jawabnya lugas. Lagi-lagi Jett dibuat tercengang. Belum pernah ia berhadapan dengan bawahannya yang seberani ini, biasanya para staf di sini hanya akan mengangguk patuh pada semua ucapannya. "Kamu tidak takut dengan konsekuensi yang mungkin akan kamu terima?" "Saya tidak takut. Saya hanya melakukan apa yang saya anggap benar." "Baiklah, kamu boleh pergi," ujarnya tenang. "Saya permisi," balas Nayarra sopan. Ia berdiri dan berjalan tenang meninggalkan ruangan Jett. Jett memandangi punggung Nayyara yang menjauh. Wajahnya, gerak-geriknya, dan sikapnya mengingatkanku seseorang. "Tunggu!" panggil Jett sebelum Nayarra mencapai pintu. "Satu pertanyaan lagi." Nayarra berhenti dan memutar tubuhnya. "Ya?" "Apa kamu sudah menikah?" "Apa?" balasnya terkejut. "Jawab saja. Itu bukan pertanyaan sulit, bukan?" desak Jett. "Saya belum menikah," jawab Nayarra akhirnya. Jett mengangguk dan mengibaskan tangannya. "Kamu boleh pergi." *** "Ada rapat dadakan?" Nayarra merasa heran ketika kembali ke ruang kerjanya dan melihat ketujuh rekannya yang lain sedang duduk di meja rapat, termasuk Raka yang menjabat sebagai Manager HRD. "Lo masih hidup, Nay?" tanya Pingkan ngeri. "Apa sih, Ping?" "Naya, kamu nggak apa-apa?" tanya Raka cemas. Ia sudah tahu alasan Jett memanggil Nayarra meski ia tidak sempat memberitahu wanita itu untuk menyiapkan diri. "Saya baik-baik aja, Mas." "Pak Jett marahin kamu?" tanya Raka lagi. "Nggak." "Nay, lo beneran abis dari ruangan Pak Jett?" cecar Pingkan penasaran. "Iya bener, kenapa sih?" "Lo kelihatan baik-baik aja, Naya. Padahal kita semua udah mikir yang nggak-nggak," Selly menjelaskan maksud pertanyaan Pingkan. "Nggak-nggak gimana?" balas Nayarra santai. "Kita kira lo diamuk habis-habisan sama Pak Jett, dan lo bakal balik sambil nangis-nangis," imbuh Lita. "Ngapain juga mesti begitu? Lebay," dengus Nayarra geli. "Lagian lo sih cari-cari masalah, udah dibilang pelamar yang ada tanda hijaunya itu harus diloloskan apa pun caranya. Mau bodoh atau pintar, nggak jadi pertimbangan," ujar Pingkan gemas. Ia sudah lima tahun bekerja di sini, dan Pingkan sudah sangat hafal kebijakan semacam ini. "Gue sih nggak bisa nurut sama perintah absurd kayak gitu," balas Nayarra keras kepala. "Jangan terlalu idealis jadi orang, Nay. Kalau gara-gara masalah ini lo didepak dari sini gimana?" tanya Selly khawatir. "Mereka nggak bisa depak gue dari sini sampai sembilan tahun ke depan," balas Nayarra tenang. "Kenapa lo bisa seyakin itu?" Lita mengernyit curiga. Nayarra tersenyum lebar sebelum menjelaskan pada rekan-rekannya. "Gue terikat kontrak dengan BLC Corp. Sebagai penerima beasiswa dari Bright Foundation, gue harus kerja di sini dengan perhitungan 2N+1. Kalau mereka sampai depak gue, berarti mereka melanggar kontrak. Jadi kemungkinan terburuknya paling gue kena mutasi ke anak perusahaan BLC." "Pantas lo berani banget, Nay!" Agung bertepuk tangan kagum. "Eh, tapi tadi lo ditanya-tanya apa aja?" Pingkan yang usil tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Cuma ditanya alasan kenapa gue jegal orang itu." "Udah itu aja?" Pingkan masih tidak puas dengan jawaban Nayarra. "Udah." "Nggak ada pertanyaan lain?" celetuk Selly. Nayarra mengingat-ingat kemudian mengangguk kecil. "Ada sih." "Apa?" sambar Lita. "Pak Jett tanya gue udah nikah atau belum." "Apa?" seru Pingkan. "Hah?" gumam Lita. "Gimana?" ujar Selly. Nayarra tergelak. "Reaksi kalian persis sama kayak reaksi gue tadi." "Pertanyaan macam apa itu?" dengus Kiko yang biasanya tidak banyak bicara. "Nggak ngerti." Nayarra mengedik santai. "Hati-hati, Naya," ujar Raka. "Pak Jett bukan tipe orang yang senang melontarkan pertanyaan tidak penting. Setiap pertanyaan yang dia ajukan, pasti ada maksudnya." *** --- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD