Chapter 1

845 Words
"Sah?!" Penghulu menyeru yang kemudian dijawab bersama oleh beberapa orang yang hadir di ruangan itu. Ya, Yumna telah sah jadi pelakor. Nurani pun memaki. Itu juga yang sering didengungkan masyarakat ketika wanita menjadi istri kedua. Mereka baru menikah dua bulan, dan sekarang wanita itu harus menerima kehadiranku. 'Tidak apa-apa Yumna, ini adalah keputusan terbaik.' Doa-doa dipanjatkan. Namun, tak ada tangis haru atau senyum kebahagiaan dan lega seperti pernikahan lain. Semua orang bersikap biasa, termasuk lelaki rupawan yang kini telah menjadi imamku. Kami hanya bersalaman lalu ia tak lagi memperhatikan wanita yang sudah bersedia menjadi istri keduanya ini. Bahkan, paman yang menjadi waliku ia hanya mengangguk sekali dan tersenyum pias. Menguatkanku. Semua tamu yang tak lebih dari 20 orang telah pergi. Sebagian besar mereka adalah pegawai suamiku. Tidak ada keluarganya atau bahkan istrinya. Ya Allah ... pernikahan yang kujalani sungguh buruk. Meski pelayan di rumah besar ini banyak, tapi suasana rumah terlihat sangat sepi. Di dalam kamar besar tanpa dekor pengantin aku diminta seorang pelayan untuk berganti pakaian dan istirahat. "Silakan, Non. Sebentar lagi tuan akan kemari," ucap pelayan itu sebelum pergi yang kujawab dengan anggukan kecil. Terperangah untuk kesekian kali. Kamar besar yang luasnya seperti 'lapangan bola'. Duh, ini terlalu hiperbola. Yang jelas kamar tidur ini sangat besar, bahkan lebih besar dari rumah yang biasa aku tempati. Mengelingi kamar mewah dan memandangi benda-benda di sana membuatku masih tak percaya menikah dengan lelaki kaya raya. 'Kehidupan kamu benar-benar berubah sejak sekarang, Yumna!' Langkah ini berhenti, ketika mendapati sebuah foto dengan bingkai besar. Foto pengantin. Lelaki itu mengamit lengan seorang wanita cantik yang terbalut gaun sangat indah. Sungguh elegant. Senyum keduanya mengisyaratkan bahwa mereka saling mencintai? Lalu kenapa harus ada aku? Suara derit pintu membuat kepala seketika menoleh. "Tu-tuan Devian." Lidahku bahkan tergagap saat melihat sosok pria tampan yang mendekat ke arahku. Wajahnya masih datar. Ia berhenti tepat di sebelahku memandangi foto pernikahannya. Pundak pria berbadan tegap itu bergerak karena mendesah. Pelan ia melangkah ke sofa dan duduk dengan tenang di sana. "Ehem." Suara deheman terdengar. Aku tahu dia sedang meminta perhatian. "Laras." Bibir itu akhirnya menyebut nama. Ia menyodorkan benda pipih. Aku pun refleks menerimanya. "Ini apa Tuan?" "Lihat saja." Saat melihat ke layar ponsel, kudapati seseorang melambaikan tangan. Rupanya ponsel itu sudah terhubung dengan seseorang. "Hai Yumna!" "Nyonya?" Benarkah wanita di ujung telepon itu adalah Nyonya Bianca? Istri pertama Tuan Devian. Wanita sungguh jelita. Make up yang terpoles terlihat natural. Pakaian yang digunakan juga pasti sangat mahal. Aku pernah iseng mampir toko di Mall dan mengecek harga pakaian sejenis. Kepala geleng-geleng melihat angka tertera di kertas kecil yang menempel di baju-baju itu. Kupaksa lidah ini tersenyum menyapanya. "Assalamualaikum, Nyonya Bianca." Dari latar salju di belakang wanita yang menelepon, dia pasti tengah ada di luar negeri. "Waalaikumsalam. Wah, kamu beneran gadis alim Yumna. Bagus kalau begitu." Entah itu pujian atau kalimat ejekan, aku tak mengerti. Nyonya tersenyum bahagia. Tidak sedikit pun terlihat kesedihan di rona wajahnya. Ini aneh. "Aku telepon kamu karena penasaran, gadis seperti apa yang Mas Devian nikahi," sambungnya lagi. "Oya, satu lagi panggil aku Bianca. Kamu 'kan juga istrinya Mas Devian." "Sudah cukup!" Tuan Devian menyela. Dari nada suaranya pria itu tak suka dengan ucapan sang istri. "Ayolah, Mas. Kita sudah bahas semuanya." Nyonya Bianca berusaha mencari sosok suami dengan celingukan. "Baik." Aku menjawab pelan. "Ya, sudah. Yumna. Kuharap kamu sabar menghadapinya. Sudah dulu ya. Aku titip Mas Devian. Bye ...." Wanita dengan rambut panjang hitam bergelombang itu kembali melambai. Ya Allah, ada apa dengan pasangan ini? Kenapa seolah tidak ada sedikit pun penyesalan Nyonya Bianca melihat pernikahan suaminya? "Kamu dengar sendiri Yumna. Aku menikah bukan karena selingkuh dari istriku. Bukan karena aku tak mencintainya atau kami bertengkar." Tuan Devian memasukkan benda pipih ke kantong jas yang ia kenakan. "Ya Tuan. Maaf sudah salah mengira." "Sudahlah tak perlu minta maaf. Ini bukan kesalahanmu." Pria itu bangkit dari duduknya. "Jika ada waktu, bukalah laptop dan baca 'Pernikahan 2' di file dokumen 3. Seperti katamu, bahwa nikah kontrak itu haram dan kamu menginginkan pernikahan yang sah secara Islam. Setelah aku menuruti kemauanmu, kamu juga perlu menurut semua aturan dalam pernikahan kita." "I-iya Tuan." Lelaki berusia 30 tahun itu akhirnya melenggang pergi. Namun, sebelum membuka pintu ia berbalik. "Oya, jika perlu sesuatu, kamu bisa menekan itu". Ia menunjuk benda kotak yang menempel sebelah lemari. "Baik." Akhirnya Tuan Devian menghilang di balik pintu dengan ukiran klasik kamar ini. Meninggalkanku sendiri di tempat asing. Benar saja, sikapnya sungguh dingin berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat hangat. Tapi ini bagus untukku, hidup seatap dengan pria sempurna tentu akan membuatku jatuh cinta. Itu pasti menyakitkan nanti. *** Namaku Yumna berusia 21 tahun. Memilih menikah dengan seorang lelaki tampan dan kaya yang sudah bersitri. Pria yang akrab disapa Tuan Devian itu, menawarkan banyak hal menggiurkan untukku. Terutama ekonomi yang mapan, tentu itu sangat membantu, karena sekarang ada nyawa yang harus kuselamatkan dengan uang yang ia miliki, dan hal yang membuatku paling tercengang dia bilang tidak akan menyentuhku. Artinya jika kelak istrinya kembali dan kami bercerai aku masih menggenggam kegadisanku untuk suami yang benar-benar aku cintai. Kami sama-sama diuntungkan untuk itu. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD